Eksklusif Profil Skateboarder Nyimas Bunga Cinta: Mematahkan Stigma dengan Prestasi Dunia
09 September 2023 |
07:00 WIB
1
Like
Like
Like
Suara Nyimas Bunga Cinta yang ceria menyapa Hypeabis.id ketika tiba di Skatepark Kolong Fly Over Pasar Rebo, Jakarta Timur. Langit mulai menuju gelap, tetapi Nyimas Bunga baru akan memulai harinya. Di bawah jalan layang yang cukup sibuk di Jakarta Timur inilah, skateboarder peraih medali termuda Asian Games 2018 ini menempa diri.
Remaja berkerudung itu masih belum memadamkan mimpinya untuk menjadi skateboarder profesional perempuan di Indonesia. Menjadi oase di dalam skena olahraga ekstrem yang kerap diidentikkan dengan dunia laki-laki urakan.
Seiring waktu, stigma itu memang pelan-pelan terkikis, seperti papan skateboard Nyimas yang mulai kehilangan gambarnya karena kerap bergesekan dengan lantai semen skatepark. Baginya, ini adalah olahraga yang bisa dilakukan semua orang.
Baca juga: Skateboarding, Olahraga Berselancar Seru di Atas Papan Roda
Kecintaan Nyimas pada olahraga ekstrem ini telah terpupuk sejak kecil. Didiet Priyo Sugiharto, ayahnya, jadi sosok yang penting dalam mengenalkannya ke olahraga yang dulunya hanya dimainkan orang-orang California, Amerika Serikat, saat ombak sedang tak bagus untuk surfing.
Kala itu, sang Ayah memperlihatkan video Tony Hawk, skateboarder ternama dunia yang sedang beraksi di skatepark dari gawainya. Nyimas kecil terkagum-kagum dengan orang yang berdiri di atas papan roda itu, yang dengan santainya bisa beraksi dan terbang dengan berbagai gaya tersebut.
Sejak itulah, anak sulung dari tiga bersaudara ini mulai menyenangi olahraga ekstrem ini. Tatkala usianya 8 tahun, kaki-kaki kecilnya mulai menjejakkan diri di atas papan roda. Berawal dari berseluncur di depan kompleks rumah, Nyimas lalu mulai memberanikan diri menjajal skatepark.
Dia kemudian mulai berlatih serius, termasuk pernah mendapat sentuhan magis Tony Sruntul, salah satu skateboarder ternama Indonesia yang juga ikut menemaninya berada di fase-fase awal ini.
Sisanya adalah sejarah. Perempuan berkerudung itu kemudian tercatat sebagai peraih medali termuda kala Asian Games 2018 lalu. Dia mendapatkan medali perunggu ketika usianya masih sangat belia.
Tak berhenti di situ, Nyimas juga pernah mencicipi ajang internasional Women Vans Park Series World Championship di Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat pada 2019. Saat itu, dia berhasil berada di peringkat 18. Pada tahun yang sama, remaja berhijab itu meraih medali emas pada Women Vans Park Series Regional Asia di Singapura, kemudian menempati peringkat kedua pada Olympic Camp Asia Nanjing, China.
Dia terus menorehkan prestasinya di ajang internasional. Pada kompetisi Dew Tour 2021 di Lauridsen Skatepark, Des Moines, Iowa, AS, dia menempati urutan ke-23 dari 41 skaters kelas dunia. Atas beragam prestasinya di usia muda, dia terpilih menjadi Barbie Role Model bersama 47 perempuan lainnya dari penjuru dunia.
Kini, Nyimas Bunga kecil mulai memasuki usia remaja tanggung. Umur 17 tahun dan berada di kelas 3 SMA menjadi momen persimpangan penting sebelum menentukan langkah hidup ke depan.
Kepada Hypeabis.id, Nyimas bercerita tentang impiannya di dunia skateboard, kompetisi dunia yang masih membuatnya penasaran, titik terendah hidupnya, hingga second plan dari dunia yang begitu dia cintai sejak kecil.
Halo, Nyimas, apa kabar. Bagaimana rasanya menjadi perempuan yang berada di skena olahraga ekstrem, apalagi memulainya di usia belia. Apa cukup berat?
Hai, baik. Di skatepark itu hampir selalu ada orang baru dan semuanya pasti menyambut baik. Tidak ada hal yang berat. Di kalangan anak skateboard ada istilah saudara sepapan. Jadi, di skatepark, semuanya emang bisa main bareng.
Memang, di luaran masih ada yang menganggap skaters attitude-nya jelek, anak urakan, atau perusak fasilitas umum. Tapi tidak semua tentang skate itu buruk.
Ini tergantung dari lingkungan dan siapa yang membina dia. Kalau aku kan dari awal sama bapak, ditemenin terus. Bapak juga orang yang keras soal attitude. Lalu, orang-orang sekitar kayak om Tony Sruntul juga mengutamakan attitude, jadi aku berada di lingkungan yang baik.
Apa yang terjadi di skateboard juga akhirnya membentuk kepribadianmu sekarang?
Ya, sangat berpengaruh. Skate membuatku ketemu banyak orang. Setiap hari bisa berbeda-beda. Selalu ada orang baru. Masa kita mau menyambut orang baru dengan sinis? Kan enggak enak. Jadi, kita selalu mengedepankan kesetaraan karena prinsip saudara sepapan itu.
Ini berlaku buat semua ya. Mau dia udah juara di kompetisi apa pun, di skatepark ya kita main bareng. Cuma beda pengalaman doang kok. Jadi, harus bisa menghargai orang lain.
Sekarang ini lagi latihan untuk apa, ada kompetisi terdekat yang akan diikuti?
Kompetisi terdekat kebetulan ada di September ini. Aku ikut Asian Games 2022 di Hangzhou, China. Jujur, persiapannya belum full karena aku ada cedera di lutut. Jadi, ada fokus terapi di dengkul dan fokus buat latihan di skill-nya.
Tapi, ya, enggak apa-apa sih. Aku Insha Allah bisa. Doain ya, semuanya.
Pola latihan yang dijalani seperti apa sih? Seberapa berat?
Kalau aku, pola latihannya justru santai sih. Pertama, ketika datang ke skatepark itu pemanasan dahulu. Lalu, aku memulai latihan dengan mencoba beberapa trik skateboard yang sudah dipelajari sebelumya.
Kalau mau nyoba trik baru, aku akan mengulik dahulu. Kalau ternyata belum bisa, ya dilanjut buat besok. Ini terkadang juga faktor mood sih. Kalau mood kurang bagus, dipaksain ngulik trik itu bisa cedera karena feel-nya enggak dapat.
Oh, ya. Setiap belajar trik baru, sebelum mengulik caranya, aku juga biasanya ngulik cara jatuhnya terlebih dahulu. Ini penting sih, jadi ketika trik itu gagal, aku bisa antisipasi.
Durasinya berapa lama?
Wah, kalau dahulu sih ketika awal main bisa sampai seharian lebih. Tapi, sekarang kayaknya energi udah beda deh. Dulu tuh pas masih SD, pulang sekolah dihajar skate masih kuat.
Sekarang itu pulang sekolah dipaksain main skate malah enggak jadi. Main skate-nya jadi enggak bener. Tenaganya sudah habis di sekolah. Jadi, sekarang latihannya paling dua jam atau empat jam dan dalam satu seminggu bisa dua atau tiga kali.
Mood sangat berpengaruh ya dalam bermain skateboard?
Ya, tergantung mood. Ya itu dia, ngelawan mood sebagai cewek ini sangat berat. Satu ada mood period, dua ada hal lain juga yang bisa bikin emosi naik turun. Tapi, ya kadang perlu dilawan juga.
Caranya bisa dengan ngelakuin hal yang disuka. Misalnya, sebelum latihan, aku janjian dahulu sama bapak setelah selesai akan makan mi rebus atau ayam geprek he he he. Kadang juga ngedengerin musik dulu biar ngebangun mood lebih enak sebelum memulai latihan.
Baca juga: 4 Tempat Bermain Skateboard di Jakarta yang Asyik dan Gaul Abis
Selama berkarier di dunia skateboard, ada enggak kompetisi yang masih bikin kamu penasaran selama ini?
Semua kompetisi sih aku penasaran. Kompetisi internasional terutama. Karena aku belum pernah ngerasain tembus ke semifinal.
Terus, Olimpiade juga masih ingin. Kemarin baru sampai ke babak kualifikasi. Karena ini kan sistemnya pakai poin, ya. Jadi, makin sering ikut kompetisi yang diakui, poin bisa tambah dan kesempatan masuk Olimpiade makin besar.
Kalau yang jadi paling berkesan apa?
Ada dua sih, Asian Games 2018 dan Vans Park Series 2019.
Apa yang terjadi di dua kompetisi itu?
Ketika Asian Games 2018, aku waktu itu dapat perunggu dan momen itu terjadi ketika ulang tahun ibu. Jadi, perunggu itu aku jadiin sebagai kado ulang tahun ibu.
Kalau di Vans Park Series 2019, alhamdulillah aku dapat emas setelah sebelumnya 2018 cuma dapat perunggu. Dari situlah aku dapat wild card ke Utah. Dan di Utah ini, aku masuk Vans (sponsor, red) dari ajang di Utah itu sampai sekarang.
Sekarang sudah kelas tiga SMA ya, bakal tetap jadi atlet skateboard atau melirik bidang lain untuk karier ke depan?
Pasti sih, aku bakal jadiin skateboard ini karier aku. Namun, aku juga mulai memikirkan rencana lain di luar skateboard. Jadi, ada plan A dan plan B, dua-duanya ini harus aku pikirin banget.
Soalnya, jujur aku lemah di pendidikan. Kalau aku enggak fokus di skate, terus di pendidikan enggak fokus, ini tentu jadi hal yang enggak baik buat aku ke depan. Jadi, aku masih bakal tetap fokus ke skate, hal yang aku tekunin dari kecil, tetapi sembari mempersiapkan hal lain.
Ada rencana mau ambil kuliah apa?
Iya, Insha Allah aku mau kuliah. Arrrgh, aku masih bingung mau kuliah di mana, tetapi jurusannya antara olahraga di UNJ, sastra Inggris UI atau UGM. Tapi UGM cukup jauh ya, mungkin sekarang yang deket-deket aja kalau enggak UI ya UNJ.
Impianmu dengan skateboard saat kecil dan sekarang apakah mengalami perubahan?
Enggak. Impian aku sejak kecil di skateboard ingin jadi skaters perempuan profesional di Indonesia, bisa ngebanggain orang tua, negara, dan teman-teman dari olahraga ini.
Aku masih ingat, ketika akhirnya suka skateboard, itu karena suka nonton Tony Hawk. Aku lihat dia bisa ngelakuin banyak hal dari skateboard. Dia bisa punya rumah, dapat sponsor mobil, terus dapat support-lah dari brand. Dia juga bisa berkeliling luar negeri dan brand yang ngebayarin.
Nah, itu aku pengin kayak gitu, bisa beli rumah sendiri, beli mobil, dan keluar negeri. Alhamdulillah, perlahan aku bisa mulai mewujudkan impian itu. Aku bisa ke luar negeri dan diurus oleh brand atau yang mengundang acara.
Terakhir, di tengah meraih mimpi-mimpimu itu, apa momen titik terendah yang pernah kamu alami?
Huh, tentu pernah. Belakangan ini aku lagi merasa itu. Entah kenapa merasa stuck aja. Skill merasa tidak naik dan mood ilang-ilangan. Aku kadang melihat teman aku sudah pada jauh, bisa ini dan itu, tapi aku merasa di situ-situ aja.
Kadang, aku mikir juga, kalau enggak diterusin, tapi nanti mimpi-mimpi aku enggak bakal terwujud. Terus misalkan aku mau fokus di pendidikan juga kayaknya udah cukup tertinggal.
Aku ini bukan tipe orang yang bisa fokus di banyak hal. Jadi, ketika ada hal lain yang lagi dipikirin, fokus jadi gampang kepecah. Ya, kayak pas SMA ini. Aku jadi sering main sama temen, tanpa disadari skate mulai kurang.
Mungkin karena aku baru ngerasain kayak gini ya. Soalnya pas SMP itu aku cuma masuk enggak terlalu lama dan kegiatannya lebih banyak di luar sekolah, kayak buat persiapan pelatnas gitu.
Terus, setelah itu ada pandemi juga kan yang membuat aku enggak ngerasain sekolah yang benerannya. Terus, ketika udah mulai normal lagi, aku jadi banyak porsi menikmati jadi anak sekolahan. Enggak tau juga si kenapa, tetapi sejak SMA aku jadi mikir banyak hal.
Ya, gitu, deh. Semoga aku segera balik lagi ke performa yang baik. Aku sangat merindukan aku di versi 8 tahun sampai 13 tahun. Insa Allah pelan-pelan diubah. Sekarang aku mencoba fokus Asian Games dahulu.
Baca juga: Hypereport: Dari Kolong Jalan Layang Pasar Rebo hingga Pentas Papan Seluncur Dunia
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Remaja berkerudung itu masih belum memadamkan mimpinya untuk menjadi skateboarder profesional perempuan di Indonesia. Menjadi oase di dalam skena olahraga ekstrem yang kerap diidentikkan dengan dunia laki-laki urakan.
Seiring waktu, stigma itu memang pelan-pelan terkikis, seperti papan skateboard Nyimas yang mulai kehilangan gambarnya karena kerap bergesekan dengan lantai semen skatepark. Baginya, ini adalah olahraga yang bisa dilakukan semua orang.
Baca juga: Skateboarding, Olahraga Berselancar Seru di Atas Papan Roda
Kecintaan Nyimas pada olahraga ekstrem ini telah terpupuk sejak kecil. Didiet Priyo Sugiharto, ayahnya, jadi sosok yang penting dalam mengenalkannya ke olahraga yang dulunya hanya dimainkan orang-orang California, Amerika Serikat, saat ombak sedang tak bagus untuk surfing.
Kala itu, sang Ayah memperlihatkan video Tony Hawk, skateboarder ternama dunia yang sedang beraksi di skatepark dari gawainya. Nyimas kecil terkagum-kagum dengan orang yang berdiri di atas papan roda itu, yang dengan santainya bisa beraksi dan terbang dengan berbagai gaya tersebut.
Sejak itulah, anak sulung dari tiga bersaudara ini mulai menyenangi olahraga ekstrem ini. Tatkala usianya 8 tahun, kaki-kaki kecilnya mulai menjejakkan diri di atas papan roda. Berawal dari berseluncur di depan kompleks rumah, Nyimas lalu mulai memberanikan diri menjajal skatepark.
Dia kemudian mulai berlatih serius, termasuk pernah mendapat sentuhan magis Tony Sruntul, salah satu skateboarder ternama Indonesia yang juga ikut menemaninya berada di fase-fase awal ini.
Sisanya adalah sejarah. Perempuan berkerudung itu kemudian tercatat sebagai peraih medali termuda kala Asian Games 2018 lalu. Dia mendapatkan medali perunggu ketika usianya masih sangat belia.
Tak berhenti di situ, Nyimas juga pernah mencicipi ajang internasional Women Vans Park Series World Championship di Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat pada 2019. Saat itu, dia berhasil berada di peringkat 18. Pada tahun yang sama, remaja berhijab itu meraih medali emas pada Women Vans Park Series Regional Asia di Singapura, kemudian menempati peringkat kedua pada Olympic Camp Asia Nanjing, China.
Dia terus menorehkan prestasinya di ajang internasional. Pada kompetisi Dew Tour 2021 di Lauridsen Skatepark, Des Moines, Iowa, AS, dia menempati urutan ke-23 dari 41 skaters kelas dunia. Atas beragam prestasinya di usia muda, dia terpilih menjadi Barbie Role Model bersama 47 perempuan lainnya dari penjuru dunia.
Kini, Nyimas Bunga kecil mulai memasuki usia remaja tanggung. Umur 17 tahun dan berada di kelas 3 SMA menjadi momen persimpangan penting sebelum menentukan langkah hidup ke depan.
Kepada Hypeabis.id, Nyimas bercerita tentang impiannya di dunia skateboard, kompetisi dunia yang masih membuatnya penasaran, titik terendah hidupnya, hingga second plan dari dunia yang begitu dia cintai sejak kecil.
(Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Halo, Nyimas, apa kabar. Bagaimana rasanya menjadi perempuan yang berada di skena olahraga ekstrem, apalagi memulainya di usia belia. Apa cukup berat?
Hai, baik. Di skatepark itu hampir selalu ada orang baru dan semuanya pasti menyambut baik. Tidak ada hal yang berat. Di kalangan anak skateboard ada istilah saudara sepapan. Jadi, di skatepark, semuanya emang bisa main bareng.
Memang, di luaran masih ada yang menganggap skaters attitude-nya jelek, anak urakan, atau perusak fasilitas umum. Tapi tidak semua tentang skate itu buruk.
Ini tergantung dari lingkungan dan siapa yang membina dia. Kalau aku kan dari awal sama bapak, ditemenin terus. Bapak juga orang yang keras soal attitude. Lalu, orang-orang sekitar kayak om Tony Sruntul juga mengutamakan attitude, jadi aku berada di lingkungan yang baik.
Apa yang terjadi di skateboard juga akhirnya membentuk kepribadianmu sekarang?
Ya, sangat berpengaruh. Skate membuatku ketemu banyak orang. Setiap hari bisa berbeda-beda. Selalu ada orang baru. Masa kita mau menyambut orang baru dengan sinis? Kan enggak enak. Jadi, kita selalu mengedepankan kesetaraan karena prinsip saudara sepapan itu.
Ini berlaku buat semua ya. Mau dia udah juara di kompetisi apa pun, di skatepark ya kita main bareng. Cuma beda pengalaman doang kok. Jadi, harus bisa menghargai orang lain.
Sekarang ini lagi latihan untuk apa, ada kompetisi terdekat yang akan diikuti?
Kompetisi terdekat kebetulan ada di September ini. Aku ikut Asian Games 2022 di Hangzhou, China. Jujur, persiapannya belum full karena aku ada cedera di lutut. Jadi, ada fokus terapi di dengkul dan fokus buat latihan di skill-nya.
Tapi, ya, enggak apa-apa sih. Aku Insha Allah bisa. Doain ya, semuanya.
Pola latihan yang dijalani seperti apa sih? Seberapa berat?
Kalau aku, pola latihannya justru santai sih. Pertama, ketika datang ke skatepark itu pemanasan dahulu. Lalu, aku memulai latihan dengan mencoba beberapa trik skateboard yang sudah dipelajari sebelumya.
Kalau mau nyoba trik baru, aku akan mengulik dahulu. Kalau ternyata belum bisa, ya dilanjut buat besok. Ini terkadang juga faktor mood sih. Kalau mood kurang bagus, dipaksain ngulik trik itu bisa cedera karena feel-nya enggak dapat.
Oh, ya. Setiap belajar trik baru, sebelum mengulik caranya, aku juga biasanya ngulik cara jatuhnya terlebih dahulu. Ini penting sih, jadi ketika trik itu gagal, aku bisa antisipasi.
(Sumber gambar: Dok pribadi)
Wah, kalau dahulu sih ketika awal main bisa sampai seharian lebih. Tapi, sekarang kayaknya energi udah beda deh. Dulu tuh pas masih SD, pulang sekolah dihajar skate masih kuat.
Sekarang itu pulang sekolah dipaksain main skate malah enggak jadi. Main skate-nya jadi enggak bener. Tenaganya sudah habis di sekolah. Jadi, sekarang latihannya paling dua jam atau empat jam dan dalam satu seminggu bisa dua atau tiga kali.
Mood sangat berpengaruh ya dalam bermain skateboard?
Ya, tergantung mood. Ya itu dia, ngelawan mood sebagai cewek ini sangat berat. Satu ada mood period, dua ada hal lain juga yang bisa bikin emosi naik turun. Tapi, ya kadang perlu dilawan juga.
Caranya bisa dengan ngelakuin hal yang disuka. Misalnya, sebelum latihan, aku janjian dahulu sama bapak setelah selesai akan makan mi rebus atau ayam geprek he he he. Kadang juga ngedengerin musik dulu biar ngebangun mood lebih enak sebelum memulai latihan.
Baca juga: 4 Tempat Bermain Skateboard di Jakarta yang Asyik dan Gaul Abis
Selama berkarier di dunia skateboard, ada enggak kompetisi yang masih bikin kamu penasaran selama ini?
Semua kompetisi sih aku penasaran. Kompetisi internasional terutama. Karena aku belum pernah ngerasain tembus ke semifinal.
Terus, Olimpiade juga masih ingin. Kemarin baru sampai ke babak kualifikasi. Karena ini kan sistemnya pakai poin, ya. Jadi, makin sering ikut kompetisi yang diakui, poin bisa tambah dan kesempatan masuk Olimpiade makin besar.
Kalau yang jadi paling berkesan apa?
Ada dua sih, Asian Games 2018 dan Vans Park Series 2019.
Apa yang terjadi di dua kompetisi itu?
Ketika Asian Games 2018, aku waktu itu dapat perunggu dan momen itu terjadi ketika ulang tahun ibu. Jadi, perunggu itu aku jadiin sebagai kado ulang tahun ibu.
Kalau di Vans Park Series 2019, alhamdulillah aku dapat emas setelah sebelumnya 2018 cuma dapat perunggu. Dari situlah aku dapat wild card ke Utah. Dan di Utah ini, aku masuk Vans (sponsor, red) dari ajang di Utah itu sampai sekarang.
Sekarang sudah kelas tiga SMA ya, bakal tetap jadi atlet skateboard atau melirik bidang lain untuk karier ke depan?
Pasti sih, aku bakal jadiin skateboard ini karier aku. Namun, aku juga mulai memikirkan rencana lain di luar skateboard. Jadi, ada plan A dan plan B, dua-duanya ini harus aku pikirin banget.
Soalnya, jujur aku lemah di pendidikan. Kalau aku enggak fokus di skate, terus di pendidikan enggak fokus, ini tentu jadi hal yang enggak baik buat aku ke depan. Jadi, aku masih bakal tetap fokus ke skate, hal yang aku tekunin dari kecil, tetapi sembari mempersiapkan hal lain.
(Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Iya, Insha Allah aku mau kuliah. Arrrgh, aku masih bingung mau kuliah di mana, tetapi jurusannya antara olahraga di UNJ, sastra Inggris UI atau UGM. Tapi UGM cukup jauh ya, mungkin sekarang yang deket-deket aja kalau enggak UI ya UNJ.
Impianmu dengan skateboard saat kecil dan sekarang apakah mengalami perubahan?
Enggak. Impian aku sejak kecil di skateboard ingin jadi skaters perempuan profesional di Indonesia, bisa ngebanggain orang tua, negara, dan teman-teman dari olahraga ini.
Aku masih ingat, ketika akhirnya suka skateboard, itu karena suka nonton Tony Hawk. Aku lihat dia bisa ngelakuin banyak hal dari skateboard. Dia bisa punya rumah, dapat sponsor mobil, terus dapat support-lah dari brand. Dia juga bisa berkeliling luar negeri dan brand yang ngebayarin.
Nah, itu aku pengin kayak gitu, bisa beli rumah sendiri, beli mobil, dan keluar negeri. Alhamdulillah, perlahan aku bisa mulai mewujudkan impian itu. Aku bisa ke luar negeri dan diurus oleh brand atau yang mengundang acara.
Terakhir, di tengah meraih mimpi-mimpimu itu, apa momen titik terendah yang pernah kamu alami?
Huh, tentu pernah. Belakangan ini aku lagi merasa itu. Entah kenapa merasa stuck aja. Skill merasa tidak naik dan mood ilang-ilangan. Aku kadang melihat teman aku sudah pada jauh, bisa ini dan itu, tapi aku merasa di situ-situ aja.
Kadang, aku mikir juga, kalau enggak diterusin, tapi nanti mimpi-mimpi aku enggak bakal terwujud. Terus misalkan aku mau fokus di pendidikan juga kayaknya udah cukup tertinggal.
Aku ini bukan tipe orang yang bisa fokus di banyak hal. Jadi, ketika ada hal lain yang lagi dipikirin, fokus jadi gampang kepecah. Ya, kayak pas SMA ini. Aku jadi sering main sama temen, tanpa disadari skate mulai kurang.
Mungkin karena aku baru ngerasain kayak gini ya. Soalnya pas SMP itu aku cuma masuk enggak terlalu lama dan kegiatannya lebih banyak di luar sekolah, kayak buat persiapan pelatnas gitu.
Terus, setelah itu ada pandemi juga kan yang membuat aku enggak ngerasain sekolah yang benerannya. Terus, ketika udah mulai normal lagi, aku jadi banyak porsi menikmati jadi anak sekolahan. Enggak tau juga si kenapa, tetapi sejak SMA aku jadi mikir banyak hal.
Ya, gitu, deh. Semoga aku segera balik lagi ke performa yang baik. Aku sangat merindukan aku di versi 8 tahun sampai 13 tahun. Insa Allah pelan-pelan diubah. Sekarang aku mencoba fokus Asian Games dahulu.
Baca juga: Hypereport: Dari Kolong Jalan Layang Pasar Rebo hingga Pentas Papan Seluncur Dunia
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.