Milenial Jangan Ragu Beli Rumah, Begini Strategi REI

Perdebatan antara membeli atau menyewa rumah terus bergulir di media sosial. Gaji yang pas-pasan di tengah biaya hidup yang besar dan tenor cicilan yang begitu lama menjadi pertimbangan milenial apakah rumah menjadi kebutuhan mereka atau tidak. Belum lagi harga properti yang juga terus naik.

Menilik Survei Harga Properti Residensi (SHPR) Triwulan II 2023 yang dilakukan Bank Indonesia, Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Triwulan II 2023 tercatat naik sebesar 1,92% year on year (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 1,79% (yoy).

Baca juga:   82% Konsumen Indonesia Belanja Elektronik, Rumah Tangga, & Kesehatan di E-commerce

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Realestat Indonesia (DPP REI) Joko Suranto menambahkan, bahwa saat ini terdapat bias informasi mengenai kebutuhan rumah yang membuat milenial kehilangan minat. Oleh karena itu, menurutnya perlu adanya edukasi dimulai dari orang tua kepada anaknya mengapa rumah menjadi kebutuhan. 

Melihat itu, REI pun akan membuat program goes to campus. Menurutnya, mahasiswa yang baru lulus menjadi potensi market yang besar karena nantinya mereka akan bekerja dan mendapatkan penghasilan. “Informasi yang didorong bisa lebih masif sehingga mereka mendapat informasi yang benar mengenai kebutuhan rumah,” tuturnya saat berkunjung ke Gedung Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta, Rabu (6/9/2023). 

Selain itu, kata Joko, REI juga akan mengedukasi perbankan agar menyediakan produk finansial untuk kepemilikan rumah yang sesuai dengan pendapatan milenial. “Hulunya dulu dibenahi,” tegasnya. 

Sering pembenahan di hulu, Joko menyebut para pengembang pastinya menyediakan rumah yang menyesuaikan kebutuhan milenial. Saat ini, rumah tapak masih mendominasi pertumbuhan properti di Tanah Air, terutama di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Meskipun lokasinya tidak berada di pusat kota Jakarta, dengan perkembangan transportasi seperti hadirnya Moda Raya Terpadu (MRT) dan Lintas Rel Terpadu (LRT) sebagai alternatif, minat untuk memiliki rumah tapak pun diyakini terus tumbuh. Hal ini ditopang dengan biaya transportasi yang relatif terjangkau dan fasilitas yang nyaman. 

Menurut Joko, pada saatnya terkoneksi semakin menguat dengan adanya kendaraan feeder alias pengumpan yang sampai ke tempat hunian tapak. “Kami akan serap semuanya, sehingga kita mencari lokasi atau fitur yang sesuai dengan passion milenial,” tuturnya.

Masing-masing developer atau pengembang pun sebelum memutuskan membuat proyek perumahan pastinya akan melaukan riset, mulai dari market yang dituju, desain rumah, dan harga yang bisa menyesuaikan market. Riset juga termasuk mengenai kajian lingkungan hingga perubahan iklim. 

REI katanya ingin menjawab tantangan lingkungan yang ada, termasuk polusi udara yang menjadi permasalahan serius di sekitar ibu kota. Joko menyebut solusinya adalah menciptakan hunian yang punya vegetasi yang baik. “Sehingga untuk lingkungan bagus, estetika project bagus, kesehatan mata, bisa jadi healing setempat. Rumah yang vegetasinya bagus rasanya berbeda,” jelasnya. 

Sementara itu, untuk menyesuaikan kemampuan milenial, ukuran tanah pun mulai diefektifkan. Alhasil, saat ini banyak pengembang yang membuat rumah 2 lantai dengan ukuran tanah yang tidak terlalu besar agar milenial tetap bisa membeli rumah. 

Ikang Fauzi, Wakil Ketua Umum Real Estate Indonesia bidang Komunikasi, Promosi, dan Pameran menambahkan bahwa banyak milenial yang tidak mampu membeli rumah komersil, sementara mereka enggan membeli rumah subsidi. “Kita ingin berikan solusi terhadap hal itu,” ujarnya

Baca juga: Akses Rumah yang Layak dan Terjangkau Masih Terbatas untuk Masyarakat Indonesia

Editor:  Puput Ady Sukarno