Sewu Dino, film terlaris 2023. (Sumber gambar : MD Pictures)

Genre Film Ini Ternyata yang Diburu Penonton

04 September 2023   |   16:16 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Genre horor masih mendominasi pasar film Indonesia. Namun demikian, menurut CEO dan Founder MD Pictures Manoj Punjabi, ada perubahan pola selera penonton pasca pandemi Covid-19, terutama di bioskop. 

Masyarakat saat ini lebih memilih film horor yang berkualitas dan memiliki ciri khas, terutama apabila targetnya untuk penayangan di bioskop. Jika tidak sesuai dengan mutu atau selera mereka, justru akan merusak citra film itu sendiri.

Baca juga:  Seram dan Mencekam, Cek 5 Film Horor Legendaris Suzzanna

Oleh karena itu, para sineas menurutnya harus konsisten membuat film bukan hanya yang bagus dari sisi cerita namun juga berkualitas dari sisi produksinya. MD katanya berani untuk mengambil risiko tinggi menciptakan film horor berkualitas tersebut. Pasalnya, potensi penontonnya pun otomatis ikut tinggi. 

"Kalau sesuai selera mereka, mutunya bagus, kita tau pasar mau apa, itu potensi (penontonnya) jadi lebih besar," ujarnya kepada Hypeabis.id beberapa waktu lalu.

Dibagi lebih dalam ke dalam sub-genre, Manoj berpendapat drama horor yang saat ini sangat diminati para moviegoers. Selain itu, cerita yang relate dengan kehidupan masyarakat juga menjadi pilihan.

Manoj menyebut MD Pictures masih akan menelurkan film horor di samping drama yang akan dirilis pada tahun depan. Adapun pihaknya sudah memiliki sejumlah IP yang mendapat sambutan hangat para penikmat film seperti KKN di Desa Penari, Sewu Dino, Kisah Tanah Jawa, dan Danur. "Saya balance. Ada banyak variasi juga tapi bisa dikatakan 60 persen horor," sebut Manoj.

Kualitas Jempolan Tapi…

Ketua Asosiasi Film Indonesia (Aprofi) Edwin Nazir menilai sumber daya perfilman Indonesia semakin kuat, mulai dari sisi talenta maupun kekayaan cerita. Terbukti, beberapa film panjang maupun pendek mampu hadir dalam ajang festival film internasional.

Terbaru, film Gradis Kretek, Perempuan Tanah Jahanam, Posesif, Sara, dan Ziarah, bakal tayang di Busan International Film Festival (BIFF). Menurut Edwin, ini menunjukkan industri perfilman Indonesia kian dilirik. 

Secara kualitas dan aktor lokal pun sudah bisa bersaing dengan talenta di luar negeri. Namun masih ada satu hal yang memang menjadi catatan, yakni skala produksi.

Edwin menyebut film-film Marvel bisa besar karena skalanya besar. Skala film tersebut besar pun karena karena industrinya besar, termasuk dalam hal investasi. "Skala mempengaruhi film, misal film perang bujet besar karena skala besar. Korea sudah bisa membuat film itu," imbuhnya.

Apakah ada potensi skala film dan industri film di Indonesia bisa lebih besar? Edwin menyebut mungkin untuk pencapai target tersebut butuh setidaknya 10 tahun lagi seperti pengalaman Korea Selatan. 

Kendati demikian ada banyak faktor yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan, mulai dari sekolah, SDM, produksi, distribusi, dan ekshibisi. "Selama semua ekosistem belum tumbuh berkembang pasti akan lebih lambat," jelasnya.

Begitu pula dari akses pendanaan. Edwin berharap bisa jauh lebuh mudah. Dalam hal ini, yang diperlukan adalah kebijakan yang memberi kemudahan kepada para investor.

"Akan lebih baik dikasih kebijakan, adanya insentif. Ada pengembalian dari pajak sekian persen misal kalau investasi. Industri ini berharap lebih banhak lagi investor," tuturnya.

Menurut Edwin, layar bioskop juga perlu ditambah. Indonesia setidaknya membutuhkan 10.000 layar lagi sesyai dengan standar UNESCO. Harapan serupa disampaikan Manoj karena berdasarkan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 273,8 juta jiwa, masih banyak daerah yang tidak memiliki bioskop.

Baca juga:   Daftar Film Horor yang Cocok Ditonton Saat Malam Satu Suro

Editor: Puput Ady Sukarno

SEBELUMNYA

5 Fakta Unik Roronoa Zoro, Pendekar Pedang Berambut Hijau di One Piece

BERIKUTNYA

5 Fakta Sooyoung SNSD yang Main di Drakor Not Others, Pernah 70 Kali Gagal Audisi

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: