Menelisik Perilaku Kaum Urban dalam Pameran Perangai Karya Perupa Ruth Marbun
28 August 2023 |
15:00 WIB
Perempuan perupa Ruth Marbun menggelar pameran tunggal bertajuk Perangai di Artsphere Gallery, Jakarta, Sabtu, (26/8/23). Ruth, menghadirkan 50 lukisan seri terbaru dari karya-karyanya yang berfokus pada ragam gerak-gerik kaum urban yang dipacak sampai 27 September 2023.
Bagi Utay, begitu dia disap, ragam perilaku manusia kota adalah pemandangan yang selalu menginspirasinya. Hal itu terutama dipengaruhi lewat perjumpaannya dengan berbagai karakter yang ditemui secara selintas, lalu mengendap dalam imajinya.
Namun, perupa yang mukim di Tangerang Selatan itu juga menyisipkan kalimat absurd yang justru memberi perspektif baru dari karya visualnya. Narasi yang kadang bertentangan, atau kadangkala saling melengkapi goresan visualnya.
Berbagai nuansa campur aduk dari kata-kata, gestur dan raut wajah warga itu digambarkan secara instingtif ke dalam semesta lukisannya. Uniknya, semua lukisan itu disusun sebagai gugusan karya yang mengambang dan menepi di dalam ruang pamer.
Baca juga: Usung Tema Neo Pop, Perupa Alula Sumendap Gelar Pameran Tunggal Idola di CG Artspace
Utay memang fokus memilih perangai masyarakat urban sebagai tema pengkaryaan. Karakter itu diambil lewat perjumpaannya dengan berbagai sosok seperti seorang tukang pigura, tukang nasi goreng, pegawai kantor, dan kalangan akar rumput lain.
Hal itu misalnya mewujud dalam karya bertajuk Teka-teki Tokoh (i)- (xi..) yang hampir semuanya menampilkan figur sosok dengan berbagai karakter tertentu. Hasil pengamatannya yang dilakukan secara selintas itu pun mewujud dalam objek yang instingtif.
Alih-alih menghadirkan karya yang menggambarkan potret secara utuh, lewat seri karya dengan medium watercolor on paper itu, Utay justru melukiskan sosok yang samar. Sesuai judulnya, sang seniman seolah memberi ruang kamuflase saat dia bermain-main dengan unsur ambiguitas.
Dalam seri Teka-teki Tokoh nomor xvii misalnya, sang seniman juga menghadirkan figur karakter lewat dominasi warna coklat dengan berbagai gestur. Tak lupa dia juga menyelipkan kalimat ganjil seperti; 'Merica takut hantu tapi tidak kecepatan waktu, dia gemar membeli sepatu'.
Setiap karakter yang ditampilkan juga tidak menghadirkan sosok gender yang pasti, entah perempuan atau laki-laki, bayi atau dewasa. Teka teki tokoh juga merupakan bentuk cerita-cerita kecil yang ingin dihadirkan sang seniman, karena menurutnya narasi yang besar harus dimulai dari hal-hal yang kecil.
"Sebagai seniman visual aku suka kerumunan manusia, dan aku menikmati proses mengalihkan berbagai tersebut dalam karya karena itu memang intuisi dasar manusia untuk mencipta," katanya.
Kurator pameran Gesyada Siregar mengungkap, karya-karya Utay memang menantang persepsi pengunjung. Menurutnya, menelusuri karya-karya Utay laiknya mengelilingi petak-petak permukiman, yang di tiap sisinya menampilkan berbagai perilaku manusia.
Salah satunya saat sang seniman menyadari tindakan-tindakan kalangan akar rumput sebagai sebuah perlawanan terhadap masalah besar yang terjadi di dunia. Ini terejawantah lewat tindakan mereka yang sekecil dan sesederhana apa pun dalam menghadapi realitas.
Tak hanya itu, dalam pameran tunggal ketiganya ini Utay juga memainkan politik ruang pamer. Salah satunya lewat penggunaan media cat air di atas kertas yang berukuran lebih besar dibandingkan karya cat akrilik di atas kanvas.
Menurutnya, dalam sejarah seni rupa modern, lukisan-lukisan berkanvas cenderung mendapatkan perhatian lebih dibanding karya-karya kertas. Namun, Utay justru menghadirkan semangat perlawanan dengan memberi porsi dominan dalam karya menggunakan medium kertas.
"Pameran Perangai ini merupakan rekam jejak siasat Utay dalam berkompromi di tengah hiruk pikuk urban. Sang seniman mengandalkan insting menjadi sebuah jalan dalam perkelindanan antara visual atau kata baik yang lumrah dan janggal," katanya.
Baca juga: Usung Isu Perempuan, Perupa Sari Koeswoyo Gelar Pameran Tunggal Lakonmu Apa? di Ruang Garasi
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Bagi Utay, begitu dia disap, ragam perilaku manusia kota adalah pemandangan yang selalu menginspirasinya. Hal itu terutama dipengaruhi lewat perjumpaannya dengan berbagai karakter yang ditemui secara selintas, lalu mengendap dalam imajinya.
Namun, perupa yang mukim di Tangerang Selatan itu juga menyisipkan kalimat absurd yang justru memberi perspektif baru dari karya visualnya. Narasi yang kadang bertentangan, atau kadangkala saling melengkapi goresan visualnya.
Berbagai nuansa campur aduk dari kata-kata, gestur dan raut wajah warga itu digambarkan secara instingtif ke dalam semesta lukisannya. Uniknya, semua lukisan itu disusun sebagai gugusan karya yang mengambang dan menepi di dalam ruang pamer.
Baca juga: Usung Tema Neo Pop, Perupa Alula Sumendap Gelar Pameran Tunggal Idola di CG Artspace
Utay memang fokus memilih perangai masyarakat urban sebagai tema pengkaryaan. Karakter itu diambil lewat perjumpaannya dengan berbagai sosok seperti seorang tukang pigura, tukang nasi goreng, pegawai kantor, dan kalangan akar rumput lain.
Hal itu misalnya mewujud dalam karya bertajuk Teka-teki Tokoh (i)- (xi..) yang hampir semuanya menampilkan figur sosok dengan berbagai karakter tertentu. Hasil pengamatannya yang dilakukan secara selintas itu pun mewujud dalam objek yang instingtif.
Karya Ruth Marbun berjudul Teka teki Tokoh (Sumber gambar: Artsphere Gallery)
Dalam seri Teka-teki Tokoh nomor xvii misalnya, sang seniman juga menghadirkan figur karakter lewat dominasi warna coklat dengan berbagai gestur. Tak lupa dia juga menyelipkan kalimat ganjil seperti; 'Merica takut hantu tapi tidak kecepatan waktu, dia gemar membeli sepatu'.
Setiap karakter yang ditampilkan juga tidak menghadirkan sosok gender yang pasti, entah perempuan atau laki-laki, bayi atau dewasa. Teka teki tokoh juga merupakan bentuk cerita-cerita kecil yang ingin dihadirkan sang seniman, karena menurutnya narasi yang besar harus dimulai dari hal-hal yang kecil.
"Sebagai seniman visual aku suka kerumunan manusia, dan aku menikmati proses mengalihkan berbagai tersebut dalam karya karena itu memang intuisi dasar manusia untuk mencipta," katanya.
Karya Ruth Marbun berjudul Teka teki Tokoh (Sumber gambar: Hypeabis.id/ Prasetyo Agung Ginanjar)
Salah satunya saat sang seniman menyadari tindakan-tindakan kalangan akar rumput sebagai sebuah perlawanan terhadap masalah besar yang terjadi di dunia. Ini terejawantah lewat tindakan mereka yang sekecil dan sesederhana apa pun dalam menghadapi realitas.
Tak hanya itu, dalam pameran tunggal ketiganya ini Utay juga memainkan politik ruang pamer. Salah satunya lewat penggunaan media cat air di atas kertas yang berukuran lebih besar dibandingkan karya cat akrilik di atas kanvas.
Menurutnya, dalam sejarah seni rupa modern, lukisan-lukisan berkanvas cenderung mendapatkan perhatian lebih dibanding karya-karya kertas. Namun, Utay justru menghadirkan semangat perlawanan dengan memberi porsi dominan dalam karya menggunakan medium kertas.
"Pameran Perangai ini merupakan rekam jejak siasat Utay dalam berkompromi di tengah hiruk pikuk urban. Sang seniman mengandalkan insting menjadi sebuah jalan dalam perkelindanan antara visual atau kata baik yang lumrah dan janggal," katanya.
Baca juga: Usung Isu Perempuan, Perupa Sari Koeswoyo Gelar Pameran Tunggal Lakonmu Apa? di Ruang Garasi
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.