Ilustrasi funitur (Sumber gambar: Ion Fet/Unsplash)

Denyut Furnitur Belum Luntur Meski Hadapi Banyak Tantangan

27 August 2023   |   20:00 WIB
Image
Indah Permata Hati Jurnalis Hypeabis.id

Indonesia dihadapkan dengan sejumlah tantangan dalam sektor furnitur dan kerajinan tangan. Meski demikian, industri furnitur dinilai masih berdenyut baik di pasar domestik maupun mancanegara. Tahun lalu, catatan ekspor furnitur dan kerajinan Indonesia sukses menembus angka US$3,5 miliar, dengan nilai ekspor furnitur atau mebel sebanyak US$2,5 miliar dan kerajinan senilai US$1 miliar.

Kenaikan angka ini terlihat selepas pandemi Covid-19 usai. Namun sayangnya, sektor furnitur kembali terbenam dan memperlihatkan catatan yang kurang stabil di tahun ini. Ketua Presidium Himpunan Industri Mebel & Kerajinan Tangan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur mengatakan sektor furnitur masih cukup tersendat akibat kendala dari negara tujuan ekspor furnitur terbesar Indonesia yakni Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Baca juga: Begini Tren Desain Furnitur 2023 Menurut Blackwood

Dia menyebut negara-negara tersebut tengah dihadapkan dengan masalah internal dan kepentingannya masing-masing. “Ekspor ke Uni Eropa agak menurun karena persoalan perang, Amerika juga terkena imbas inflasi. Jadi ada penurunan dari semester II/2022 dan sampai saat ini belum meningkat signifikan,” kata Abdul.
 
Dari sisi potensi, Indonesia memiliki pasar produksi yang besar sebagai negara dengan keanekaragaman kayu. Selain kayu yang beragam, proses kreatif bernilai etnik juga sukses mendorong nilai produk kian menarik. Abdul menjelaskan, sektor furnitur dan kerajinan ini tidak bisa lepas dari sektor kreatif yang menurutnya tiada matinya.

Produk kerajinan bisa bersinggungan dengan fesyen dan produk-produk buatan tangan alias homemade. Cerahnya masa depan industri kerajinan berbasis tangan sudah dibuktikan perusahaan fesyen kelas dunia seperti Louis Vuitton (LV).

“Jika mau dipandang secara luas, perusahaan fesyen seperti LV saja menggunakan touching buatan tangan yang di detailkan. Ini kan sebetulnya kerajinan yang terbukti bisa mengalahkan perusahaan-perusahaan teknologi,” kata Abdul.

Dengan kreativitas didukung bahan baku, perusahaan kerajinan sudah bisa berjaya dengan strategi apiknya. Sementara, Indonesia memiliki dua nilai tambahan yang unik yakni nilai jual dari segi etnik dan keragaman jenis kayu eksotis.
 
Dengan memadukan nilai fungsional dan estetika, Abdul optimis jika industri furnitur dan kerajinan di Indonesia bisa berjaya. Apalagi setiap rumah tangga pasti membutuhkan furnitur. Bak dua hal yang tidak bisa dipisahkan, aspek ini membentuk hunian-uhnian standar sebagai tempat tinggal.
 
Terebi, setiap orang dengan selera furniturnya menjadi ceruk menarik yang perlu digali lebi dala. Abdul menjelaskan, saat ini pasar luar negeri sangat menyukai funitur dan kerajinan yang berbasis natural. Kayu jati masih menjadi andalan yang sukses menarik minat mancanegara dan terus menunjukan potensinya.

“Produk berbasis bahan baku kayu dan non kayu seperti rotan, serat, dan bambu itu paling diminati. Kalau kayu biasanya jati, mahoni, pinus, dan kayu eksotis khas Indonesia lainnya," kata Abdul.
 

Pemanfaatan Limbah Sebagai Furnitur dan Kriya

DI Tuta merupakan salah satu contoh usaha yang bergerak di ruang crafting dan furnitur sederhana. Eka Shandy Andi Ishak selaku Owner DI Tuta mengatakan, saat ini usahanya sedang fokus pada pemanfaatan limbah pelepah pisang untuk dijadikan berbagai macam produk furniture sederhana seperti tudung saji, storage box, dan hiasan lampu.

Produk berbahan dasar pelepah pisang ini baru dimulainya sejak 2022 dengan ide yang berangkat dari menjamurnya limbah pelepah pisang di tempat tinggalnya di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan.
 
"Di daerah kami ada banyak pelepah pisang yang jadi limba, karena banyak sekali jenis pohon itu di sini. Saya kreasikan jadi goodie bag, tempat tisu, hiasan lampu, dan storage box,” kata Eka.

Senada dengan Abdul, Eka mengiyakan jika daya tarik kain etnik sukses menjadi daya tarik unik untuk produk berbasis kerajinan buatan tangan miliknya. Eka memberikan sentuhan kain etnik adat Bugis yang ciamik.
 
Saat ini, Eka melihat tren pembuatan furnitur berbahan pelepah pisang yang kian luas. Misalnya, masyarakat di Kabupaten Soppeng ingin mencoba membuat kursi dari pelepah. Saat ini, kebanyakan usaha di sana masih menggunakan bahan baku sintetis.

Untuk ketahanan produk, Eka mengaku produknya bisa tahan hingga tenggat waktu 5 tahun. “5 tahun ini sudah cukup lama karena bahan pelepah memang eco friendly, kalau sudah tidak terpakai lebih gampang lebur di tanah,” katanya.
 
Meksi pembelinya masih lebih banyak berasal dari Sulawesi Selatan, Eka punya keinginan untuk mendapat lirikan dari pembeli mancanegara dan memiliki impian ekspor. Produknya sudah mulai dilirik pasar Malaysia dan ingin menyasar pasar Jepang. Untuk bisa meluncur ke jalur tersebut, Eka memilih bekerjasama dengan brand lain yang bisa membawa produknya.

Baca juga: Koleksi Furnitur Terbaru Blackwood Tonjolkan Desain Kombinasi

Misalnya, produk makanan yang memerlukan bahan kerajinan sebagai pembungkusnya. “Saya sedang kerjasama untuk kemasan produk sambal dengan membuat storage box untuk produk mereka. Kemasannya ini membawa unsur etnik untuk mendorong nilai produk makin menarik. Sekarang sedang tahap uji ketahanan dulu,” kata Eka.

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Bukan Soal Pilah Pilih Pemanis, Ini Prinsip Penting Asupan Diabetesi

BERIKUTNYA

Arleen Sorkin Pengisi Suara Asli Harley Quinn di Batman Tutup Usia

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: