Euforia Festival Musik Meningkat, Musik Nostalgia dan Rock Paling Populer
21 August 2023 |
12:00 WIB
Euforia masyarakat untuk datang ke konser musik diproyeksikan akan tumbuh dua kali lipat pada 2023. Gelombang antusiasme itu bahkan terlihat dengan maraknya festival musik yang akan digelar pada akhir tahun. Misalnya, konser ONE OK ROCK pada 29-30 September dan Coldplay yang akan tampil pada 15 November.
Menurut survey platform online Jakpat, sebanyak 38 persen dari 452 responden setidaknya menonton konser 2-3 kali pada awal 2023. Bahkan dan 15 persennya menonton 4-5 kali dalam kurun waktu berdekatan.
Baca juga: Masyarakat Indonesia Makin Demen ke Konser Musik, Ini Acara yang Paling Disukai
Uniknya, dalam survei lain, sebanyak 39 persen dari 2.006 responden mengaku memiliki rencana untuk menonton konser yang sudah terjadwal hingga enam bulan ke depan, dan telah membeli tiketnya jauh hari sebelum konser berlangsung.
Pengamat musik nasional Nuran Wibisono mengatakan, animo masyarakat terhadap konser musik memang masih tinggi. Para promotor menurutnya juga semakin kreatif dalam mengemas konser, sehingga acara yang diadakan juga makin variatif dengan artis yang lebih beragam.
"Daya beli penonton masih tetap terjaga dan terbantu dengan perekonomian yang perlahan membaik usai pandemi. Jadi demand tiket konser atau festival masih tetap tinggi," katanya.
Menurutnya, setidaknya ada empat jenis kategori konser yang bakal diminati masyarakat. Pertama adalah tipe nostalgia dari band-band yang besar pada era 1980-2000, termasuk The Corrs yang konsernya akan digelar pada 18 Oktober mendatang.
Kedua tipe first timer, seperti The Strokes grup band asal Amerika yang datang pertama kali ke Indonesia pada Juli 2023. Lalu ada pula Slipknot, dan Blackpink yang punya basis penggemar besar di Tanah Air.
Ketiga, festival-festival rock dan metal yang hingga saat ini juga masih digemari khalayak. Termasuk Hammersonic, Rock In Solo pada Maret 2023, dan pada September mendatang akan ada Jogjarockarta yang semuanya memiliki fanbase loyal.
Keempat festival musik seperti Synchronize, Pesta Pora, dan Joyland yang memiliki basis penggemar masing-masing. Uniknya mereka memiliki inisiatif kreatif untuk membuat acara-acara menarik, termasuk kolaborasi atau mengajak artis legendaris dari suatu daerah.
Namun, untuk menjaga napas panjang festival musik, berbagai inovasi harus tetap dijaga. Begitu pula experience sebelum, selama, dan sesudah penyelenggaraan, sehingga ada pengalaman baru yang didapat oleh penonton.
"Pemilihan bintang tamu juga terus harus diperhatikan. Menjaga tren pertumbuhan harus memberikan sesuatu yang baru, kalau tidak begitu akan muncul kejumudan," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, dampak penyelenggaraan konser musik mampu mendorong konsumsi rumah tangga terutama kategori pengeluaran menengah ke atas.
Setelah pandemi, menurutnya muncul fenomena shifting belanja masyarakat ke arah hiburan dan rekreasi. Tren hot services ini bahkan tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tapi juga hampir di seluruh dunia.
"Bisa jadi ekonomi tumbuh 5,17% pada kuartal II/2023 kemarin bukan hanya karena faktor lebaran, tapi meningkatnya belanja hiburan termasuk konser musik," katanya.
Bhima mengungkap, ada banyak potensi bisnis yang bisa dimaksimalkan dari festival musik. Beberapa di antaranya termasuk perhotelan, alat musik, restoran, jasa event organizer, merchandise, transportasi, pemasaran digital, dan ticketing.
Selain konser dan festival musik, efek menjelang pemilu juga perlu dicermati. Sebab dalam siklus lima tahunan itu kampanye politik juga kerap diiringi dengan pertunjukan musik seperti dangdut hingga band pop yang diprediksi bakal masif hingga Februari 2024.
Tak hanya itu, industri konser musik juga bisa jadi penggerak ekonomi yang moncer jika dikelola dengan sangkil. Terlebih tren bisnis entertainment yang tadinya sempat diambil oleh platform digital seperti Youtube, dan Spotify kini mulai bergeser juga ke entertainment offline atau konser tatap muka.
Bahkan menurut dia dampak ekonominya bisa jadi lebih besar dari perkiraan Menparekraf Sandiaga Uno yang hanya sebesar Rp167 triliun. Sebab angka tersebut baru 0,78 persen dari estimasi PDB harga berlaku pada 2023 yang hanya sebesar Rp21.287 triliun.
"Dari segi ekonomi dampaknya mungkin belum sebesar di Amerika Serikat ya, karena ada faktor pendapatan per kapita yang lebih tinggi disana, kemudian ekosistem industri hiburannya juga lebih lama dibanding Indonesia," jelas Bhima.
Baca juga: 5 Tur Konser Terlaris Hingga Pertengahan 2023, The Eras Tour Paling Cuan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Menurut survey platform online Jakpat, sebanyak 38 persen dari 452 responden setidaknya menonton konser 2-3 kali pada awal 2023. Bahkan dan 15 persennya menonton 4-5 kali dalam kurun waktu berdekatan.
Baca juga: Masyarakat Indonesia Makin Demen ke Konser Musik, Ini Acara yang Paling Disukai
Uniknya, dalam survei lain, sebanyak 39 persen dari 2.006 responden mengaku memiliki rencana untuk menonton konser yang sudah terjadwal hingga enam bulan ke depan, dan telah membeli tiketnya jauh hari sebelum konser berlangsung.
Pengamat musik nasional Nuran Wibisono mengatakan, animo masyarakat terhadap konser musik memang masih tinggi. Para promotor menurutnya juga semakin kreatif dalam mengemas konser, sehingga acara yang diadakan juga makin variatif dengan artis yang lebih beragam.
"Daya beli penonton masih tetap terjaga dan terbantu dengan perekonomian yang perlahan membaik usai pandemi. Jadi demand tiket konser atau festival masih tetap tinggi," katanya.
Menurutnya, setidaknya ada empat jenis kategori konser yang bakal diminati masyarakat. Pertama adalah tipe nostalgia dari band-band yang besar pada era 1980-2000, termasuk The Corrs yang konsernya akan digelar pada 18 Oktober mendatang.
Kedua tipe first timer, seperti The Strokes grup band asal Amerika yang datang pertama kali ke Indonesia pada Juli 2023. Lalu ada pula Slipknot, dan Blackpink yang punya basis penggemar besar di Tanah Air.
Ketiga, festival-festival rock dan metal yang hingga saat ini juga masih digemari khalayak. Termasuk Hammersonic, Rock In Solo pada Maret 2023, dan pada September mendatang akan ada Jogjarockarta yang semuanya memiliki fanbase loyal.
Keempat festival musik seperti Synchronize, Pesta Pora, dan Joyland yang memiliki basis penggemar masing-masing. Uniknya mereka memiliki inisiatif kreatif untuk membuat acara-acara menarik, termasuk kolaborasi atau mengajak artis legendaris dari suatu daerah.
Namun, untuk menjaga napas panjang festival musik, berbagai inovasi harus tetap dijaga. Begitu pula experience sebelum, selama, dan sesudah penyelenggaraan, sehingga ada pengalaman baru yang didapat oleh penonton.
"Pemilihan bintang tamu juga terus harus diperhatikan. Menjaga tren pertumbuhan harus memberikan sesuatu yang baru, kalau tidak begitu akan muncul kejumudan," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, dampak penyelenggaraan konser musik mampu mendorong konsumsi rumah tangga terutama kategori pengeluaran menengah ke atas.
Setelah pandemi, menurutnya muncul fenomena shifting belanja masyarakat ke arah hiburan dan rekreasi. Tren hot services ini bahkan tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tapi juga hampir di seluruh dunia.
"Bisa jadi ekonomi tumbuh 5,17% pada kuartal II/2023 kemarin bukan hanya karena faktor lebaran, tapi meningkatnya belanja hiburan termasuk konser musik," katanya.
Bhima mengungkap, ada banyak potensi bisnis yang bisa dimaksimalkan dari festival musik. Beberapa di antaranya termasuk perhotelan, alat musik, restoran, jasa event organizer, merchandise, transportasi, pemasaran digital, dan ticketing.
Selain konser dan festival musik, efek menjelang pemilu juga perlu dicermati. Sebab dalam siklus lima tahunan itu kampanye politik juga kerap diiringi dengan pertunjukan musik seperti dangdut hingga band pop yang diprediksi bakal masif hingga Februari 2024.
Tak hanya itu, industri konser musik juga bisa jadi penggerak ekonomi yang moncer jika dikelola dengan sangkil. Terlebih tren bisnis entertainment yang tadinya sempat diambil oleh platform digital seperti Youtube, dan Spotify kini mulai bergeser juga ke entertainment offline atau konser tatap muka.
Bahkan menurut dia dampak ekonominya bisa jadi lebih besar dari perkiraan Menparekraf Sandiaga Uno yang hanya sebesar Rp167 triliun. Sebab angka tersebut baru 0,78 persen dari estimasi PDB harga berlaku pada 2023 yang hanya sebesar Rp21.287 triliun.
"Dari segi ekonomi dampaknya mungkin belum sebesar di Amerika Serikat ya, karena ada faktor pendapatan per kapita yang lebih tinggi disana, kemudian ekosistem industri hiburannya juga lebih lama dibanding Indonesia," jelas Bhima.
Baca juga: 5 Tur Konser Terlaris Hingga Pertengahan 2023, The Eras Tour Paling Cuan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.