Konsep Desain Sustainability dan Inklusif Bakal Jadi Tren Arsitektur 2024
15 August 2023 |
18:30 WIB
Tren arsitektur terus berubah. Menuju akhir tahun 2023, para arsitek telah memprediksi tren arsitektur yang akan muncul pada 2024. Desain arsitektur yang mengedepankan keberlanjutan (sustainability), multifungsi, dan berfokus pada ruang-ruang inklusif diprediksi menjadi tren pada tahun depan.
Founder BYO Living Lim Masulin mengatakan bangunan arsitektur yang mendukung perilaku atau gaya hidup berkelanjutan (sustainability) akan semakin menjadi tren arsitektur pada tahun 2024. Dengan desain yang mengedepankan net-zero energy atau bangunan nol energi, sebuah bangunan dirancang untuk mengurangi konsumsi energi tak terbarukan.
Baca juga: Mengenal Ugahari, Prinsip Arsitektur yang Sederhana & Berkesadaran Lingkungan
Dalam merancang bangunan, konsep ini diterapkan dengan cara misalnya menghadirkan ventilasi-ventilasi alami dalam rumah atau bangunan yang berasal dari sinar matahari sebagai sumber energi terbarukan. Dengan begitu, bangunan yang dibuat dapat berkontribusi pada perlindungan lingkungan sekaligus mengurangi dampak perubahan iklim.
Selain wacana tentang keberlanjutan, hal lain yang akan menjadi tren arsitektur pada tahun 2024 adalah semakin banyak bangunan yang dibuat dengan mengedepankan fungsi ruang inklusivitas yang bisa diakses banyak orang. Lim menuturkan hal ini turut membentuk iklim perancangan arsitektural yang lebih kolaboratif yang mana menjadi elemen penting dalam dunia arsitektur.
Pada tahun mendatang, para arsitektur akan lebih memastikan bahwa semua area dalam bangunan yang dibuat mudah diakses oleh semua orang serta menghadirkan fitur-fitur yang dapat dinikmati secara inklusif. Dalam hal ini, arsitek akan bekerja sama dengan para spesialis lain untuk membuat desain yang memenuhi konsep tersebut.
"Jadi saya rasa tren [arsitektur] sustainability akan sangat sensitif di tahun depan. Tapi tantangannya bagaimana [membentuk] identitas masa depan arsitektur Indonesia. Maka, bangunan yang penuh dengan kebersamaan secara desain dan punya kecenderungan ruang publik yang lebih besar yang akan terjadi," jelasnya saat ditemui Hypeabis.id di Jakarta, Selasa (15/8/2023).
Ketua Umum Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia Sibarani Sofian mengatakan persoalan yang terjadi akibat perubahan iklim (climate change) seperti pemanasan global dan peningkatan polusi menjadi pertimbangan utama arsitek dan perancang kota dalam mendesain sebuah bangunan pada tahun depan.
Selain itu, pandemi Covid-19 yang terjadi juga telah memberikan kesadaran di kalangan arsitek tentang pentignya sebuah konsep rumah atau bangunan yang mengedepankan kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan, misalnya menciptakan ruang meditasi, studio yoga, dan tempat kerja yang nyaman. Hal ini direalisasikan misalnya dengan menggunakan desain biofilik dan pencahayaan alami.
Desain biofilik merupakan sebuah pendekatan rancangan arsitektur yang menggunakan alam sebagai media pendekatan utama, sehingga dapat menghadirkan kembali unsur-unsur alam ke dalam suatu bangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia yang cenderung membutuhkan alam ke dalam kehidupannya.
"Semua itu mengubah konfigurasi bangunan dan produk arsitektur. Ada suatu paradigma yang bergeser bahwa mungkin produk-produk [arsitektur] masa depan itu yang lebih friendly kepada pencahayaan alami, sirkulasi yang lebih baik, dan bangunan yang lebih sehat," paparnya.
Hal tersebut misalnya dapat direalisasikan dengan penggunaan material yang dapat menyerap gas CO2 seperti kayu dan bambu dalam perancangan bangunan arsitektur. Selain itu, para arsitektur juga mulai banyak menerapkan konsep perancangan sun shading untuk dalam memaksimalkan pencahayaan alami di dalam bangunan dengan nyaman.
Sun shading merupakan adalah sebuah sistem peredam atau penghalang cahaya matahari agar tidak langsung secara masuk ke dalam ruangan. Tidak hanya sebagai pelindung, sun shading juga digunakan sebagai elemen estetika pada bangunan.
Pasalnya, intensitas cahaya matahari yang berlebih di dalam ruangan dapat menyebabkan kenaikan temperatur sehingga menyebabkan ketidaknyamanan penghuninya. Pengurangan tingkat intensitas cahaya dalam ruangan merupakan salah satu cara yang efisien untuk mengurangi panas.
Baca juga: 6 Karya Monumental Zaha Hadid, Ibu Arsitektur Modern Dunia
"Arsitek harus bisa membangun bangunan yang hemat energi tetapi tetap nyaman dan tidak panas. Itu menjadi PR kita dan ke depan menurut saya trennya melihat ke hal itu, di samping ada juga tren mulai membuka diri kepada ruang publik," tuturnya.
Editor: Fajar Sidik
Founder BYO Living Lim Masulin mengatakan bangunan arsitektur yang mendukung perilaku atau gaya hidup berkelanjutan (sustainability) akan semakin menjadi tren arsitektur pada tahun 2024. Dengan desain yang mengedepankan net-zero energy atau bangunan nol energi, sebuah bangunan dirancang untuk mengurangi konsumsi energi tak terbarukan.
Baca juga: Mengenal Ugahari, Prinsip Arsitektur yang Sederhana & Berkesadaran Lingkungan
Dalam merancang bangunan, konsep ini diterapkan dengan cara misalnya menghadirkan ventilasi-ventilasi alami dalam rumah atau bangunan yang berasal dari sinar matahari sebagai sumber energi terbarukan. Dengan begitu, bangunan yang dibuat dapat berkontribusi pada perlindungan lingkungan sekaligus mengurangi dampak perubahan iklim.
Selain wacana tentang keberlanjutan, hal lain yang akan menjadi tren arsitektur pada tahun 2024 adalah semakin banyak bangunan yang dibuat dengan mengedepankan fungsi ruang inklusivitas yang bisa diakses banyak orang. Lim menuturkan hal ini turut membentuk iklim perancangan arsitektural yang lebih kolaboratif yang mana menjadi elemen penting dalam dunia arsitektur.
Pada tahun mendatang, para arsitektur akan lebih memastikan bahwa semua area dalam bangunan yang dibuat mudah diakses oleh semua orang serta menghadirkan fitur-fitur yang dapat dinikmati secara inklusif. Dalam hal ini, arsitek akan bekerja sama dengan para spesialis lain untuk membuat desain yang memenuhi konsep tersebut.
"Jadi saya rasa tren [arsitektur] sustainability akan sangat sensitif di tahun depan. Tapi tantangannya bagaimana [membentuk] identitas masa depan arsitektur Indonesia. Maka, bangunan yang penuh dengan kebersamaan secara desain dan punya kecenderungan ruang publik yang lebih besar yang akan terjadi," jelasnya saat ditemui Hypeabis.id di Jakarta, Selasa (15/8/2023).
Ilustrasi interior dalam rumah (Sumber gambar: Vecislapas Popa/Pexels)
Selain itu, pandemi Covid-19 yang terjadi juga telah memberikan kesadaran di kalangan arsitek tentang pentignya sebuah konsep rumah atau bangunan yang mengedepankan kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan, misalnya menciptakan ruang meditasi, studio yoga, dan tempat kerja yang nyaman. Hal ini direalisasikan misalnya dengan menggunakan desain biofilik dan pencahayaan alami.
Desain biofilik merupakan sebuah pendekatan rancangan arsitektur yang menggunakan alam sebagai media pendekatan utama, sehingga dapat menghadirkan kembali unsur-unsur alam ke dalam suatu bangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia yang cenderung membutuhkan alam ke dalam kehidupannya.
"Semua itu mengubah konfigurasi bangunan dan produk arsitektur. Ada suatu paradigma yang bergeser bahwa mungkin produk-produk [arsitektur] masa depan itu yang lebih friendly kepada pencahayaan alami, sirkulasi yang lebih baik, dan bangunan yang lebih sehat," paparnya.
Hal tersebut misalnya dapat direalisasikan dengan penggunaan material yang dapat menyerap gas CO2 seperti kayu dan bambu dalam perancangan bangunan arsitektur. Selain itu, para arsitektur juga mulai banyak menerapkan konsep perancangan sun shading untuk dalam memaksimalkan pencahayaan alami di dalam bangunan dengan nyaman.
Sun shading merupakan adalah sebuah sistem peredam atau penghalang cahaya matahari agar tidak langsung secara masuk ke dalam ruangan. Tidak hanya sebagai pelindung, sun shading juga digunakan sebagai elemen estetika pada bangunan.
Pasalnya, intensitas cahaya matahari yang berlebih di dalam ruangan dapat menyebabkan kenaikan temperatur sehingga menyebabkan ketidaknyamanan penghuninya. Pengurangan tingkat intensitas cahaya dalam ruangan merupakan salah satu cara yang efisien untuk mengurangi panas.
Baca juga: 6 Karya Monumental Zaha Hadid, Ibu Arsitektur Modern Dunia
"Arsitek harus bisa membangun bangunan yang hemat energi tetapi tetap nyaman dan tidak panas. Itu menjadi PR kita dan ke depan menurut saya trennya melihat ke hal itu, di samping ada juga tren mulai membuka diri kepada ruang publik," tuturnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.