Ilustrasi delivery food (Sumber gambar: Kai Pilger/Unsplash)

Tren Layanan Pesan Antar Makanan Dinilai Kian Lesu, Apa Yang Berubah?

13 August 2023   |   07:02 WIB
Image
Indah Permata Hati Jurnalis Hypeabis.id

Penggunaan platform digital kian melebar dan terus dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan dan aspek kehidupan. Salah satunya adalah layanan pesan antar makanan. Hadirnya jasa ini sukses mengisi celah kebutuhan masyarakat akan makanan.

Kini, masyarakat bisa memesan berbagai jenis makanan dan beragam restoran yang terdaftar dalam aplikasi pesan antar makanan online hanya dengan sekali klik di layar smartphone. Tak heran, banyak pihak pelaku usaha yang berbondong-bondong mendaftarkan restorannya ke dalam aplikasi tersebut. 

Baca juga: Catat, Ini Delapan Blind Spot yang Tak Disadari Pebisnis Kuliner

Transisi tren pesan makanan melalui aplikasi ini juga disambut Mufti Ma'ruf, pemilik sekaligus penerus usaha legendaris Soto Betawi H. Ma'ruf. Mufti mengatakan, Soto Betawi H. Ma’ruf sudah ikut bergabung dengan layanan pesan antar makanan sejak 2015, sejak jasa ini belum ramai digunakan di Indonesia.

Pada masa tersebut, penjualan secara langsung masih lebih diandalkan sebelum akhirnya penjualan online meningkat di masa pandemi antara 2019 hingga 2021 lalu.
 
Namun, tampaknya tren tersebut kini mulai berganti lagi. Saat ini, hampir 70 persen pelanggan di Soto Betawi H. Ma'ruf justru datang langsung ke kedai untuk menjajal kuliner khas Betawi ini. Sementara 30 persen lainnya datang dari penjualan online. Mufti menilai, salah satu latar belakang yang mendorongnya adalah keinginan untuk melihat suasana dan merasakan momen makan langsung di tempat. 
 
Meski demikian, Soto Betawi H. Ma'ruf juga tetap menerima permintaan pesanan dari platform layanan pesan antar makanan. Khusus untuk penjualan makanan secara online, Mufti mengaku konsumennya tak memiliki jam-jam tertentu yang pasti untuk memesan. Berbeda dengan pelanggan yang langsung datang ke kedai yang biasanya sering melipir di jam makan siang.
 
Menilai tren penjualan online, menurut Mufti ada perbedaan tertentu dari pasar  pembeli langsung dan pembeli melalui aplikasi. “Menurut saya, pelanggan yang membeli secara online ini punya pangsa pasar sendiri. Karena tidak sama sekali mempengaruhi jumlah pelanggan yang dine in,” jelasnya.
 

Ilustrasi pengunjung restoran. (Sumber foto: Pexels/Hobi Industri)

Ilustrasi pengunjung restoran. (Sumber foto: Pexels/Hobi Industri)

Pelanggan yang memilih makan langsung ke kedai Soto Betawi H. Ma’ruf biasanya merupakan pekerja yang ingin makan siang atau pelanggan yang sudah loyal dan terbiasa membeli hidangan ini. Sementara untuk pembeli online, Mufti menilai mereka cenderung terdorong oleh rekomendasi dari pemberitaan, platform digital, dan ragam diskon yang ditawarkan penyedia layanan pesan antar makanan.
 
“Kalau penjualan online, kita sebagai pengusaha kuliner itu diuntungkan kalau platform sedang perang harga, mungkin adanya potongan ongkos kirim, diskon, dan lainnya. Begitupun dengan pelanggan yang membeli online, saya rasa mereka tidak bermain pada satu aplikasi untuk berburu promosi makanan,” kata Mufti.
 
Ketua Umum APKULINDO & Perkumpulan Pengusaha Kuliner Kreatif Indonesia, Masbukhin Pradhana mengatakan jika pengusaha kuliner memang harus menerima tren digital ini. Bergabung dalam layanan pesan antar makanan berpeluang membuka ceruk baru dari pasar yang mungkin belum terjamah sebelumnya.
 
Meski terbilang membantu, Masbukhin menilai tren penjualan dari layanan antar makanan tahun ini cenderung lesu. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kurang bergairahnya penjualan dari layanan pesan antar seperti dahulu. Misalnya, ketiadaan promosi ongkos kirim gratis yang sukses membuat layanan ini ramai di awal kemunculan, “Promo free ongkir sudah tidak ada, malah cenderung naik dengan adanya tambahan biaya layanan,” jelas Masbukhin.
 
Penurunan ini terjadi khususnya pada saat weekday. Sementara tren penjualan makanan dari layanan antar pesan ini masih cukup ramai di masa weekend. Menurut Masbukhin, penjualan secara daring ini bisa membantu penjualan dengan cara yang lebih maksimal dengan syarat pemilik usaha bisa memperhatikan aspek-aspek penting.

Media sosial dan platform digital dibanjiri oleh calon-calon pembeli. Masbukhin menilai sebuah keharusan bagi pelaku usaha melakukan sinergi dengan marketplace atau jasa antar makanan agar potensi dan peluang penjualan lebih maksimal.
 
Namun, ada satu hal penting yang wajib diperhitungkan untuk mencapai keuntungan saat berjualan di platform online ini. Salah satunya adalah memperhatikan soal potongan bagi hasil antara pemilik usaha dan pemilik aplikasi layanan pesan antar makanan.

Masbukhin menyebut, biaya bagi hasil terkadang cukup mengeruk kantong mencapai 20 persen atau lebih dari total penjualan di platform tersebut. “Kalau pedagang tidak menaikkan harga jual maka keuntungannya akan tergerus habis karena pedagang umumnya mengambil keuntungan kotor 35-45 persen, kalau diambil 20 persen kan sisanya tipis,” kata Masbukhin.
 
Tak dapat dipungkiri, Masbukhin menilai pelanggan sangat suka dengan bentuk promosi diskon dan gratis ongkos kirim. Oleh karena itu, tren penjualan makanan tetap potential bergerak pada pasar platform online. Selain penjualan makanan melalui layanan pesan antar, Masbukhin menyebut kini tren penjualan makanan dari live streaming juga cukup sukses menarik pelanggan dengan cara-cara yang unik, menghibur, menawarkan pengalaman baru, sekaligus memberi promosi gratis ongkos kirim. 

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Cerita Penyanyi Naura Ayu tentang Awal Karier & Tantangan sebagai Gen Z

BERIKUTNYA

Penjagaan Semangat & Harapan Eko Nugroho dalam Pameran Cut The Mountain And Let It Fly

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: