Mengenal Peristiwa Desember Hitam di Balik Pameran Piknik 70-an Galeri Nasional
11 August 2023 |
14:42 WIB
Sebuah lukisan berukuran 114 X 135 cm karya seniman Irsam terpacak di ruang pamer Gedung A, Galeri Nasional Jakarta. Berjudul Matahari di Atas Taman (1974), karya tersebut membuat pengunjung berlama-lama menatap lewat corak dekoratifnya yang detail penuh ornamen hias.
Matahari di Atas Taman merupakan salah satu karya terbaik dari Pameran Besar Seni Lukis Indonesia (PBSLI) yang diadakan oleh Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta. Berlangsung 49 tahun silam, nuansa liris corak dekoratif di atas kanvas itu pun masih terasa hingga saat ini.
Baca juga: Pameran Piknik 70-an Digelar di Galeri Nasional, Hadirkan Koleksi Karya Perupa Era 1970-an
Sesuai judulnya, karya yang kemudian menimbulkan gerakan Desember Hitam itu menggambarkan dua objek, yakni matahari dan taman. Namun, bukannya dilukis dengan teknik realis, sang perupa justru membuat ragam ornamen dalam bidang-bidang objek tersebut.
Gerakan Desember Hitam merupakan salah satu momentum puncak yang turut membentuk lanskap seni rupa masa kini. Diinisiasi oleh perupa muda, kala itu mereka memprotes dewan juri yang berpihak pada pengutamaan gaya abstrak dekoratif alih-alih seni rupa eksperimen.
Kurator Bayu Genia mengatakan, kebebasan berekspresi di satu pihak pada dekade 1970-an memang mendorong pencarian kreatif seniman ke arah yang lebih personal. Sebelumnya, pada era Orde Lama mayoritas seniman hanya terdiri dari dua kubu, yakni penganut humanisme universal vs pengusung estetika kerakyatan.
"Puncak dominasi kecenderungan inilah yang kemudian tampak pada peristiwa PBSLI di Taman Ismail Marzuki. Dewan juri yang terdiri dari Affandi hingga Umar Kayam kemudian diprotes karena menganugerahkan 5 lukisan terbaik yang mengusung karya liris dan dekoratif," katanya.
Bukan tanpa sebab pameran yang menampilkan 65 karya koleksi Galeri Nasional Indonesia dari 54 perupa itu dinamai Piknik 70-an. Kurator Alam Wisesha mengatakan, pihaknya sengaja memilih tahun tersebut karena ada banyak peristiwa penting yang turut memengaruhi wacana seni rupa Tanah Air.
Dia berharap lewat pameran ini para penikmat seni dapat membaca dinamika seni rupa Indonesia yang terjadi pada era tersebut agar menjadi sumber pengetahuan baru. Dengan kata lain alih-alih hanya membacanya lewat catatan sejarah, mereka bisa seolah rekreasi menyusuri masa silam lewat medium seni rupa.
Lelaki jebolan Nanjing University of the Arts itu mengungkap, nuansa liris dan corak dekoratif hanyalah satu dari lima kecenderungan karya dalam pameran ini. Adapun empat lainnya adalah arus atau jalur estetika pencarian bentuk-bentuk signifikan, imaji kenusantaraan, eksplorasi materialitas, dan pencarian bentuk-bentuk baru dari perupa muda di masa tersebut.
"Liris dan dekoratif itu sebenarnya dimulai kemunculan dua institusi, yakni Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang diisi oleh para seniman senior [yang menjadi juri PBSLI] hingga digugat seniman muda kala itu," katanya.
Bentuk sikap pemberontakan inilah yang kemudian melahirkan Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia (GSRBI) yang cenderung lebih eksperimental. Termasuk salah satunya terlihat dari karya seniman Hardi, berjudul Presiden RI Tahun 2001, yang menggambarkan potret dirinya mengenakan busana pejabat tinggi.
"Semangat para perupa muda di tahun tersebut sebenarnya relevan dengan kondisi seni rupa saat ini. Karena mereka berbicara mengenai diversity [keberagaman] yang dalam wacana seni rupa kontemporer banyak menjadi isu para pekerja seni," jelasnya.
Pameran Piknik 70-an dapat dinikmati publik mulai dari 10-31 Agustus 2023 di Gedung A Galeri Nasional Indonesia. Pemeran ini menampilkan puluhan karya dari seniman terkenal Tanah Air seperti Ahmad Sadali, Rita Widagdo, Siti Adiyati Subangun, A. D. Pirous, Ida Hadjar, Bagong Kussudiardja, Jim Supangkat, Bonyong, dan masih banyak lagi.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Matahari di Atas Taman merupakan salah satu karya terbaik dari Pameran Besar Seni Lukis Indonesia (PBSLI) yang diadakan oleh Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta. Berlangsung 49 tahun silam, nuansa liris corak dekoratif di atas kanvas itu pun masih terasa hingga saat ini.
Baca juga: Pameran Piknik 70-an Digelar di Galeri Nasional, Hadirkan Koleksi Karya Perupa Era 1970-an
Sesuai judulnya, karya yang kemudian menimbulkan gerakan Desember Hitam itu menggambarkan dua objek, yakni matahari dan taman. Namun, bukannya dilukis dengan teknik realis, sang perupa justru membuat ragam ornamen dalam bidang-bidang objek tersebut.
Lukisan Irsam berjudul Matahari di Atas Taman (oil on canvas, 114 X 135 cm, 1974) (Sumber gambar hypeabis.id/Prasetyo Agung)
Kurator Bayu Genia mengatakan, kebebasan berekspresi di satu pihak pada dekade 1970-an memang mendorong pencarian kreatif seniman ke arah yang lebih personal. Sebelumnya, pada era Orde Lama mayoritas seniman hanya terdiri dari dua kubu, yakni penganut humanisme universal vs pengusung estetika kerakyatan.
"Puncak dominasi kecenderungan inilah yang kemudian tampak pada peristiwa PBSLI di Taman Ismail Marzuki. Dewan juri yang terdiri dari Affandi hingga Umar Kayam kemudian diprotes karena menganugerahkan 5 lukisan terbaik yang mengusung karya liris dan dekoratif," katanya.
Hadirkan Puluhan Karya
Bukan tanpa sebab pameran yang menampilkan 65 karya koleksi Galeri Nasional Indonesia dari 54 perupa itu dinamai Piknik 70-an. Kurator Alam Wisesha mengatakan, pihaknya sengaja memilih tahun tersebut karena ada banyak peristiwa penting yang turut memengaruhi wacana seni rupa Tanah Air.Dia berharap lewat pameran ini para penikmat seni dapat membaca dinamika seni rupa Indonesia yang terjadi pada era tersebut agar menjadi sumber pengetahuan baru. Dengan kata lain alih-alih hanya membacanya lewat catatan sejarah, mereka bisa seolah rekreasi menyusuri masa silam lewat medium seni rupa.
Lelaki jebolan Nanjing University of the Arts itu mengungkap, nuansa liris dan corak dekoratif hanyalah satu dari lima kecenderungan karya dalam pameran ini. Adapun empat lainnya adalah arus atau jalur estetika pencarian bentuk-bentuk signifikan, imaji kenusantaraan, eksplorasi materialitas, dan pencarian bentuk-bentuk baru dari perupa muda di masa tersebut.
"Liris dan dekoratif itu sebenarnya dimulai kemunculan dua institusi, yakni Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang diisi oleh para seniman senior [yang menjadi juri PBSLI] hingga digugat seniman muda kala itu," katanya.
Lukisan Presiden RI Tahun 2001, karya Hardi (cetak saring pada kertas, 60 X 40 cm, 1979) (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung)
"Semangat para perupa muda di tahun tersebut sebenarnya relevan dengan kondisi seni rupa saat ini. Karena mereka berbicara mengenai diversity [keberagaman] yang dalam wacana seni rupa kontemporer banyak menjadi isu para pekerja seni," jelasnya.
Pameran Piknik 70-an dapat dinikmati publik mulai dari 10-31 Agustus 2023 di Gedung A Galeri Nasional Indonesia. Pemeran ini menampilkan puluhan karya dari seniman terkenal Tanah Air seperti Ahmad Sadali, Rita Widagdo, Siti Adiyati Subangun, A. D. Pirous, Ida Hadjar, Bagong Kussudiardja, Jim Supangkat, Bonyong, dan masih banyak lagi.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.