Angka Kesembuhan Tinggi, Kenali 2 Jenis Aritmia
08 August 2023 |
20:56 WIB
Aritmia perlu diwaspadai. Pasalnya, salah satu jenis penyakit jantung ini kerap kali datang tanpa gejala dan menyebabkan kematian mendadak pada anak muda. Faktanya, kondisi ini bisa disembuhkan apabila dilakukan deteksi dini dan mendapat perawatan yang tepat.
Dokter Konsultan Intervensi dan Aritmia Jantung Eka Hospital BSD Ignatius Yansen menerangkan bahwa aritmia merupakan gangguan pada detak atau irama jantung. Detak jantung menjadi tidak teratur, bisa berdetak sangat pelan (bradikardia) dan ada yang merasakan detak begitu cepat (takikardia).
Bradikardia atau aritmia pelan terjadi karena kualitas baterai jantung alami pasien sudah tidak baik. Artinya, yang tadinya denyut jantung berdetak normal 60-100 kali dalam satu menit, menjadi sangat lemah. Paisen bisa mengeluh pusing, rasa ingin pingsan hingga pingsan karena denyut yang terlalu lemah.
Ketika itu, aliran darah ke otak terganggu. Pada kasus ini, biasanya dokter akan memasangkan alat pacu jantung (pacemaker) yang terdiri dari baterai dan kabel khusus.
BACA JUGA : Nyeri Dada Saat Olahraga? Waspadai Gejala Serangan Jantung
Yansen menerangkan baterai jantung memiliki fungsi seperti genset. Apabila denyut jantung di bawah 60 per detik, alat baru bisa bekerja. “Jika alaminya di atas 60, sifatnya standby. Nanti ditaruh di bawah kulit, kemudian ada kabel yang ke jantung. Kabel menghantarkan listrik ke jantung lewat pembuluh darah balik,” terangnya saat mengunjungi Wisma Bisnis Indonesia, Selasa (8/8/2023).
Sedangkan untuk jenis takikardia atau aritmia cepat, biasanya diakibatkan karena ada korsleting listrik pada jantung. Dia mengumpamakan korsleting listrik ibarat kabel listrk di rumah yang terkelupas lapisan luarnya sehingga ada bagian halus yang keluar dan menyebabkan korslet.
Pasien yang mengalami takikardia biasanya akan diberi terapi kateter ablasi yang akan dimasukkan melalui pembuluh darah di paha. Fungsinya akan memperbaiki daerah yang korslet supaya gangguan iramanya tidak muncul lagi. “Pasien bisa sembuh dan tidak akan kumat lagi,” tutur Yansen.
Bicara faktor risiko, aritmia dialami usia bayi baru lahir sampai lansia. Bayi lahir mengalami aritmia biasanya karena faktor keturunan.
Yansen menjelaskan bayi lahir yang menderita aritmia karena kualitas baterai jantungnya yang jelek. Denyut jantung normal bayi harusnya di atas 140 per menit. “Ketika lahir, pasien hanya 70-80. Bayi akan kecil, tidak bisa berkembang, dia butuh pacemaker,” imbuhnya.
Selain faktor keturunan, aritmia juga bisa dipicu karena gaya hidup yang buruk seperti merokok dan berat badan berlebih, maupun ada riwayat serangan jantung. Perokok pasif juga memiliki risiko mengalami aritmia karena memang asap rokok terbukti memberi dampak buruk terhadap organ tubuh.
Oleh karena itu, penting untuk menjalani hidup sehat dengan mengonsumsi makanan bergizi, menghindari rokok, dan menjaga berat badan ideal melalui olahraga. Yansen menyarankan untuk melakukan aerobik yang dipercaya baik untuk jantung.
Di sisi lain, penting untuk mengetahui gejala aritmia, walaupun penyakit ini kerap hadir tanpa gejala. Umumnya pasien datang dengan jantung berdebar, rasa pusing, dan ingin pingsan. Dokter biasanya akan mencurigai bahwa kondisi tersebut bukan hanya ada gangguan pada saraf namun juga irama jantung. “Penting untuk sadari. Periksa denyut jantung setiap hari,” imbaunya.
Aritmia bisa berakibat fatal apabila tidak ditangani dengan baik, bisa berkembang menjadi gagal jantung dan memicu kematian mendadak. Nah, Yansen menyarankan agar apabila ada gejala detak jantung tidak beraturan dan berlangsung dengan intensitas tinggi, sebaiknya lakukan pemeriksaan dengan cepat dan mendapatkan penanganan dengan tepat melalui obat-obatan atau terapi.
“Pasien dengan irama pelan bisa pakai alat pacu jantung. Irama cepat bisa dengan kateter ablasi dengan angka keberhasilan tinggi,” ungkap Yansen.
BACA JUGA : Mitos atau Fakta, Kopi Bisa Sebabkan Hipertensi? Begini Penjelasan Dokter Jantung
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Puput Ady Sukarno
Dokter Konsultan Intervensi dan Aritmia Jantung Eka Hospital BSD Ignatius Yansen menerangkan bahwa aritmia merupakan gangguan pada detak atau irama jantung. Detak jantung menjadi tidak teratur, bisa berdetak sangat pelan (bradikardia) dan ada yang merasakan detak begitu cepat (takikardia).
Bradikardia atau aritmia pelan terjadi karena kualitas baterai jantung alami pasien sudah tidak baik. Artinya, yang tadinya denyut jantung berdetak normal 60-100 kali dalam satu menit, menjadi sangat lemah. Paisen bisa mengeluh pusing, rasa ingin pingsan hingga pingsan karena denyut yang terlalu lemah.
Ketika itu, aliran darah ke otak terganggu. Pada kasus ini, biasanya dokter akan memasangkan alat pacu jantung (pacemaker) yang terdiri dari baterai dan kabel khusus.
BACA JUGA : Nyeri Dada Saat Olahraga? Waspadai Gejala Serangan Jantung
Yansen menerangkan baterai jantung memiliki fungsi seperti genset. Apabila denyut jantung di bawah 60 per detik, alat baru bisa bekerja. “Jika alaminya di atas 60, sifatnya standby. Nanti ditaruh di bawah kulit, kemudian ada kabel yang ke jantung. Kabel menghantarkan listrik ke jantung lewat pembuluh darah balik,” terangnya saat mengunjungi Wisma Bisnis Indonesia, Selasa (8/8/2023).
Sedangkan untuk jenis takikardia atau aritmia cepat, biasanya diakibatkan karena ada korsleting listrik pada jantung. Dia mengumpamakan korsleting listrik ibarat kabel listrk di rumah yang terkelupas lapisan luarnya sehingga ada bagian halus yang keluar dan menyebabkan korslet.
Pasien yang mengalami takikardia biasanya akan diberi terapi kateter ablasi yang akan dimasukkan melalui pembuluh darah di paha. Fungsinya akan memperbaiki daerah yang korslet supaya gangguan iramanya tidak muncul lagi. “Pasien bisa sembuh dan tidak akan kumat lagi,” tutur Yansen.
Bicara faktor risiko, aritmia dialami usia bayi baru lahir sampai lansia. Bayi lahir mengalami aritmia biasanya karena faktor keturunan.
Yansen menjelaskan bayi lahir yang menderita aritmia karena kualitas baterai jantungnya yang jelek. Denyut jantung normal bayi harusnya di atas 140 per menit. “Ketika lahir, pasien hanya 70-80. Bayi akan kecil, tidak bisa berkembang, dia butuh pacemaker,” imbuhnya.
Selain faktor keturunan, aritmia juga bisa dipicu karena gaya hidup yang buruk seperti merokok dan berat badan berlebih, maupun ada riwayat serangan jantung. Perokok pasif juga memiliki risiko mengalami aritmia karena memang asap rokok terbukti memberi dampak buruk terhadap organ tubuh.
Oleh karena itu, penting untuk menjalani hidup sehat dengan mengonsumsi makanan bergizi, menghindari rokok, dan menjaga berat badan ideal melalui olahraga. Yansen menyarankan untuk melakukan aerobik yang dipercaya baik untuk jantung.
Di sisi lain, penting untuk mengetahui gejala aritmia, walaupun penyakit ini kerap hadir tanpa gejala. Umumnya pasien datang dengan jantung berdebar, rasa pusing, dan ingin pingsan. Dokter biasanya akan mencurigai bahwa kondisi tersebut bukan hanya ada gangguan pada saraf namun juga irama jantung. “Penting untuk sadari. Periksa denyut jantung setiap hari,” imbaunya.
Aritmia bisa berakibat fatal apabila tidak ditangani dengan baik, bisa berkembang menjadi gagal jantung dan memicu kematian mendadak. Nah, Yansen menyarankan agar apabila ada gejala detak jantung tidak beraturan dan berlangsung dengan intensitas tinggi, sebaiknya lakukan pemeriksaan dengan cepat dan mendapatkan penanganan dengan tepat melalui obat-obatan atau terapi.
“Pasien dengan irama pelan bisa pakai alat pacu jantung. Irama cepat bisa dengan kateter ablasi dengan angka keberhasilan tinggi,” ungkap Yansen.
BACA JUGA : Mitos atau Fakta, Kopi Bisa Sebabkan Hipertensi? Begini Penjelasan Dokter Jantung
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Puput Ady Sukarno
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.