Kompleksitas Posisi Perempuan & Strategi Bertahan Hidup dalam Karya Instalasi Jamu Ngatiyem
31 July 2023 |
14:12 WIB
Goethe-Institut Indonesien menghadirkan instalasi bertajuk Jamu Ngatiyem karya seniman asal Sidoarjo, Syska La Veggie, dalam seri pameran perdana GoetheHaus Foyer, pada 2-27 Agustus 2023 di Jakarta. Karya instalasi tersebut berbicara tentang kompleksitas posisi perempuan dan strateginya bertahan hidup pada masa krisis.
Syska menuturkan bahwa Jamu Ngatiyem membicarakan kumpulan peristiwa dengan pengalaman yang serupa dalam bentuk instalasi sebuah depot jamu seduh. Pertama adalah peristiwa krisis moneter pada masa Reformasi 1998.
Baca juga: Pencarian Bentuk Artistik Perupa Aristawidya dalam Pameran Metamorfosa
Kedua pandemi Covid-19 yang menjadi tragedi besar tersendiri. Keduanya memiliki terhadap perempuan seperti kekerasan dan beban ganda yang lebih besar. Selain itu, karya ini juga mengangkat pengalaman ibu sang seniman, yakni Ngatiyem, yang pernah berjualan jamu seduh guna menopang ekonomi keluarga. Dia mengadopsi nama sang ibu sebagai judul karya.
Sang seniman dan sang ibu memiliki pengalaman yang serupa. Ngatiyem tumbuh dari konstruksi Orde Baru dengan sistem Ibuisme negara yang patriarki. Sementara itu, Syska tumbuh pada era setelah reformasi 1998, secara resisten, dan mempercayai feminisme.
“Sebagai sesama perempuan dan ibu pekerja yang menopang perekonomian keluarga dalam masa krisis berbeda, jamu menjadi metafor, medium, dan ekspresi visual dalam karya ini,” katanya dalam rilis yang diterima Hypeabis.id.
Menurutnya, jamu memiliki arti doa dan penyembuhan. Dia bersama dang ibu sama-sama hidup sebagai generasi roti lapis yang terperangkap dalam jebakan tanggung jawab keluarga ke orang tua dan anak pada akhirnya.
Dalam karya ini, dia menyediakan jamu berbahan kunyit dan kencur serta kata-kata sugesti yang menjadi judul masing-masing jamu, seperti Jamu Tolak Rasisme, Jamu Galian Demokrasi, Jamu Tuntas Patriarki, Jamu Anti Korupsi, Jamu Sehat Normal Baru, serta dua varian baru yang dihadirkan khusus untuk seri pameran kali ini.
Selain itu, dia juga menyajikan pelengkap jamu seperti madu, anggur kolesom, jeruk nipis, dan permen kayu putih. Pada saat-saat tertentu, Syska akan melakukan performance art menyeduh jamu sesuai pilihan pengunjung dengan mengenakan pakaian APD lengkap.
Karya instalasi berjudul Jamu Ngatiyem ini merupakan hasil dari program residensi selama enam minggu yang dijalankan oleh Syska di Yogyakarta bersama Ruang MES 56 dengan Cemeti-Institute for Art and Society.
Kepala Program Budaya Goethe-Institut Indonesien Ingo Schöningh mengatakan bahwa karya seni instalasi Jamu Ngatiyem menjadi karya yang pertama kali dipamerkan dalam seri pameran GoetheHaus Foyer setelah melalui panggilan terbuka.
Pameran ini dapat dikunjungi di halaman tengah Goethe-Institut Jakarta pada pukul 12.00-20.00 WIB. Menurutnya, seri pameran GoetheHaus Foyer berangkat dari keinginan untuk terus mendorong penggunaan ruang-ruang di Goethe-Institut Jakarta.
Secara secara spesifik ruang foyer di tempat pertunjukan GoetheHaus, sebagai tempat bagi seniman memamerkan karya mereka, berinteraksi dengan publik, hingga mengedarkan wacana terbaru.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Syska menuturkan bahwa Jamu Ngatiyem membicarakan kumpulan peristiwa dengan pengalaman yang serupa dalam bentuk instalasi sebuah depot jamu seduh. Pertama adalah peristiwa krisis moneter pada masa Reformasi 1998.
Baca juga: Pencarian Bentuk Artistik Perupa Aristawidya dalam Pameran Metamorfosa
Kedua pandemi Covid-19 yang menjadi tragedi besar tersendiri. Keduanya memiliki terhadap perempuan seperti kekerasan dan beban ganda yang lebih besar. Selain itu, karya ini juga mengangkat pengalaman ibu sang seniman, yakni Ngatiyem, yang pernah berjualan jamu seduh guna menopang ekonomi keluarga. Dia mengadopsi nama sang ibu sebagai judul karya.
Sang seniman dan sang ibu memiliki pengalaman yang serupa. Ngatiyem tumbuh dari konstruksi Orde Baru dengan sistem Ibuisme negara yang patriarki. Sementara itu, Syska tumbuh pada era setelah reformasi 1998, secara resisten, dan mempercayai feminisme.
“Sebagai sesama perempuan dan ibu pekerja yang menopang perekonomian keluarga dalam masa krisis berbeda, jamu menjadi metafor, medium, dan ekspresi visual dalam karya ini,” katanya dalam rilis yang diterima Hypeabis.id.
Instalasi depot jamu seduh “Jamu Ngatiyem” karya Syska La Veggie. (Sumber Foto: Instagram/syskalaveggieart)
Dalam karya ini, dia menyediakan jamu berbahan kunyit dan kencur serta kata-kata sugesti yang menjadi judul masing-masing jamu, seperti Jamu Tolak Rasisme, Jamu Galian Demokrasi, Jamu Tuntas Patriarki, Jamu Anti Korupsi, Jamu Sehat Normal Baru, serta dua varian baru yang dihadirkan khusus untuk seri pameran kali ini.
Selain itu, dia juga menyajikan pelengkap jamu seperti madu, anggur kolesom, jeruk nipis, dan permen kayu putih. Pada saat-saat tertentu, Syska akan melakukan performance art menyeduh jamu sesuai pilihan pengunjung dengan mengenakan pakaian APD lengkap.
Karya instalasi berjudul Jamu Ngatiyem ini merupakan hasil dari program residensi selama enam minggu yang dijalankan oleh Syska di Yogyakarta bersama Ruang MES 56 dengan Cemeti-Institute for Art and Society.
Kepala Program Budaya Goethe-Institut Indonesien Ingo Schöningh mengatakan bahwa karya seni instalasi Jamu Ngatiyem menjadi karya yang pertama kali dipamerkan dalam seri pameran GoetheHaus Foyer setelah melalui panggilan terbuka.
Pameran ini dapat dikunjungi di halaman tengah Goethe-Institut Jakarta pada pukul 12.00-20.00 WIB. Menurutnya, seri pameran GoetheHaus Foyer berangkat dari keinginan untuk terus mendorong penggunaan ruang-ruang di Goethe-Institut Jakarta.
Secara secara spesifik ruang foyer di tempat pertunjukan GoetheHaus, sebagai tempat bagi seniman memamerkan karya mereka, berinteraksi dengan publik, hingga mengedarkan wacana terbaru.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.