Gejala & Risiko Kanker Tenggorokan, Penyebab Kematian Pencipta Bom Atom Oppenheimer
21 July 2023 |
15:00 WIB
J Robert Oppenheimer menjadi sorotan sejak perilisan film biografinya di bioskop Indonesia pada 19 Juli 2023. Di balik sosok fisikawan asal New York, Amerika Serikat yang merancang bom atom itu, ternyata dia harus melawan kanker tenggorokan dari kebiasaan merokoknya.
Mengutip Los Alamos National Laboratory, Oppenheimer merupakan perokok berat sejak muda. Edward Gerjuoy, salah satu mahasiswa fisika Oppenheimer di University of California Berkeley pada akhir 1930-an menyebut dosennya itu tidak berhenti membakar batang rokok saat berbicara.
“Ketika satu batang rokok terbakar hampir habis, dia memadamkannya dan menyalakan batang yang lain hampir dalam satu gerakan,” ujarnya.
Kebiasaan merokok yang buruk inilah menjadi pemicu Oppenheimer mengalami tuberkulosis dan kemudian terserang kanker tenggorokan pada akhir 1965. Selama 2 tahun berjuang dengan penyakitnya, fisikawan itu sempat menjalani operasi, perawatan radiasi, dan kemoterapi.
Kendati demikian, semua usaha yang dilakukan untuk sembuh dari kanker tidak berhasil. Dia pun sempat mengalami koma dan akhirnya meninggal dunia pada 1967, tepat pada usianya yang ke-62 tahun.
Baca juga: Oppenheimer, Kisah Bapak Bom Atom yang Menentang Pembuatan Bom Hidrogen
Merokok memang menjadi faktor risiko tinggi seseorang terkena kanker tenggorokan. Selain itu, mengutip Mayo Clinic, risiko kanker tenggorok juga dikaitkan dengan minum alkohol berlebihan, infeksi virus seperti HPV, penyakit refluks gastroesofageal (GERD), pola makan yang kurang buah dan sayur, riwayat keluarga, hingga paparan zat beracun di tempat kerja.
Kanker tenggorokan mengacu pada kanker yang berkembang di tenggorokan (faring) atau kotak suara (laring). Kanker ini umumnya dimulai pada sel-sel pipih yang melapisi bagian dalam tenggorokan.
Laring yang berada tepat di bawah tenggorokan juga rentan mengalami kanker. Organ pada leher ini terbuat dari tulang rawan dan berisi pita suara yang bergetar ketika kamu berbicara atau mengeluarkan suara.
Oleh karena itu, jika kamu mengalami situasi tersebut, terutama bagi perokok berat, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter. Biasanya dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan mulai dari fisik, biopsi, endoskopi laring, USGm sinar X, CT Scan, MRI, hingga pemindaian positron emission tomography (PET).
Untuk pengobatan kanker ini, bisa dilakukan melalui pembedahan, terapi radiasi (radioterapi) dan kemoterapi, atau kombinasi dari satu atau lebih dari itu.
Nah, untuk mencegah terjadinya kanker tenggorokan, cara terbaik adalah menghindari risikonya. Buat kamu perokok berat, mulai sekarang berhentilah. Apabila dirasa terlalu sulit, segera diskusikan dengan dokter untuk mencari alternatif pengganti nikotin dan lakukan konseling.
Baca juga: Ini Perbedaan Dehidrasi dan Radang Tenggorokan, Serta Cara Pengobatannya
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Mengutip Los Alamos National Laboratory, Oppenheimer merupakan perokok berat sejak muda. Edward Gerjuoy, salah satu mahasiswa fisika Oppenheimer di University of California Berkeley pada akhir 1930-an menyebut dosennya itu tidak berhenti membakar batang rokok saat berbicara.
“Ketika satu batang rokok terbakar hampir habis, dia memadamkannya dan menyalakan batang yang lain hampir dalam satu gerakan,” ujarnya.
Kebiasaan merokok yang buruk inilah menjadi pemicu Oppenheimer mengalami tuberkulosis dan kemudian terserang kanker tenggorokan pada akhir 1965. Selama 2 tahun berjuang dengan penyakitnya, fisikawan itu sempat menjalani operasi, perawatan radiasi, dan kemoterapi.
Kendati demikian, semua usaha yang dilakukan untuk sembuh dari kanker tidak berhasil. Dia pun sempat mengalami koma dan akhirnya meninggal dunia pada 1967, tepat pada usianya yang ke-62 tahun.
Baca juga: Oppenheimer, Kisah Bapak Bom Atom yang Menentang Pembuatan Bom Hidrogen
(Sumber gambar: Los Alamos National Laboratory, New Mexico)
Kanker tenggorokan mengacu pada kanker yang berkembang di tenggorokan (faring) atau kotak suara (laring). Kanker ini umumnya dimulai pada sel-sel pipih yang melapisi bagian dalam tenggorokan.
Laring yang berada tepat di bawah tenggorokan juga rentan mengalami kanker. Organ pada leher ini terbuat dari tulang rawan dan berisi pita suara yang bergetar ketika kamu berbicara atau mengeluarkan suara.
Gejala dan Pengobatan
Mengutip Cancer.org, gejala kanker tenggorokan mulai dari sakit pada area tenggorokan, sesak napas, batuk berdarah, pertambahan suara seperti serak, kesulitan menelan, rasa tidak nyaman karena ada yang mengganjal. Gejala lainnya termasuk benjolan di leher, serta penurunan berat badan tanpa penyebab pasti.Oleh karena itu, jika kamu mengalami situasi tersebut, terutama bagi perokok berat, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter. Biasanya dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan mulai dari fisik, biopsi, endoskopi laring, USGm sinar X, CT Scan, MRI, hingga pemindaian positron emission tomography (PET).
Untuk pengobatan kanker ini, bisa dilakukan melalui pembedahan, terapi radiasi (radioterapi) dan kemoterapi, atau kombinasi dari satu atau lebih dari itu.
Nah, untuk mencegah terjadinya kanker tenggorokan, cara terbaik adalah menghindari risikonya. Buat kamu perokok berat, mulai sekarang berhentilah. Apabila dirasa terlalu sulit, segera diskusikan dengan dokter untuk mencari alternatif pengganti nikotin dan lakukan konseling.
Baca juga: Ini Perbedaan Dehidrasi dan Radang Tenggorokan, Serta Cara Pengobatannya
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.