Berpotensi Tinggi, Ini Cara Mengambil Hati Konsumen Muslim Kelas Menengah yang Loyal
15 July 2023 |
11:20 WIB
Sebagai negara dengan jumlah populasi Muslim terbesar di dunia, pangsa pasar konsumen Muslim di Indonesia belum sepenuhnya dioptimalisasikan. Pemilik usaha perlu memutar otak untuk memastikan agar industri halal Indonesia dengan potensi nilai mencapai Rp1.958 triliun dapat mereka garap secara maksimal.
Menariknya, meskipun Indonesia termasuk negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, tetapi Indonesia bukan negara Islam sehingga populasi Muslimnya lebih terbuka terhadap perkembangan budaya global.
Pengamat Marketing dan Pakar Branding dari Inventure Yuswohady menjelaskan bahwa saat ini pasar muslim di Indonesia terutama untuk kelompok kelas menengah dan menengah atas tengah menggeliat.
Baca juga: Begini Strategi Brand yang Sukses Bangun Kedekatan dengan Pelanggan
“Untuk itu pemilik brand maupun pemilik usaha harus bisa memahami karakteristik dari konsumen muslim sehingga mampu menerapkan berbagai strategi untuk menjadikan konsumen tersebut loyal,” tutur pria yang akrab disapa Siwo ini.
Apalagi berdasarkan studi yang dilakukan oleh tim Inventure, konsumen muslim di Indonesia tidak semuanya. Secara umum, dia menemukan bahwa pasar konsumen Muslim terbagi ke dalam empat kelompok besar yakni rasionalis, universalis, apatis, dan konformis.
Untuk menyasar masing-masing pasar ini, dibutuhkan pendekatan yang berbeda. Untuk kelompok muslim kelas menengah atas yang sudah tidak lagi mempermasalahkan mengenai harga, biasanya berada pada kelompok rasionalis dan universalis.
Dua kelompok ini sama-sama memiliki pengetahuan terbuka dan wawasan yang lebih luas. Hanya saja perbedaan kelompok rasionalis dan universalis adalah terletak pada tingkat kepatuhan nilai Islaminya.
Jika pada kelompok rasionalis lebih mementingkan aspek fungsional dan emosional saja, maka kelompok universalis membutuhkan aspek spiritual yang dicangkokkan ke dalam aspek emosional dan fungsional ketika akan membeli atau memilih sebuah produk maupun brand.
Namun, nilai spiritual yang dibutuhkan oleh kelompok universalis bukan hanya sekadar produk atau brand yang berlabel Islam saja tetapi brand yang secara substansial menerapkan nilai-nilai Islami di dalamnya.
“Konsumen muslim dengan tipe ini [universalis] memiliki wawasan luas, pola pikir global, melek teknologi dan di sisi lain mereka pun secara teguh menjalankan nilai-nilai Islami di dalam kehidupan sehari-harinya,” ujarnya
Siwo mengatakan pada 2014 lalu, kelompok muslim kelas menengah atas yang masuk dalam kategori rasionalis merupakan yang terbesar yakni mencapai 29% sedangkan kelompok universalis hanya sekitar 23%.
Namun saat ini jumlah umat muslim yang masuk dalam kategori universalis terus bertambah bahkan secara jangka panjang, Siwo meyakini kelompok universalis akan mendominasi seiring dengan tingkat pengetahuan yang makin tinggi dan kemampuan ekonomi yang terus meningkat.
Apalagi dia juga melihat masyarakat Muslim saat ini makin religi yang tidak hanya bersifat vertikal tetapi juga horizontal, dimana nilai-nilai Islami dan spiritualnya lekat dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mendapatkan hati para konsumen Muslim kelas menengah atas yang knowledgeable dan teguh memegang nilai-nilai Islami, maka pemilik brand harus dapat mengkoneksikan aspek emosional dan spiritual menjadi sebuah brand identity yang dikomunikasikan melalui kekuatan brand story.
“Ketika brand identity dan brand story yang disampaikan oleh pemilik brand ini terhubung dan sesuai dengan hati konsumen maka secara otomatis mereka akan menjadi konsumen yang loyal. Berapapun harga yang dijual dan apapun produk yang ditawarkan pasti akan dibeli,” jelasnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Menariknya, meskipun Indonesia termasuk negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, tetapi Indonesia bukan negara Islam sehingga populasi Muslimnya lebih terbuka terhadap perkembangan budaya global.
Pengamat Marketing dan Pakar Branding dari Inventure Yuswohady menjelaskan bahwa saat ini pasar muslim di Indonesia terutama untuk kelompok kelas menengah dan menengah atas tengah menggeliat.
Baca juga: Begini Strategi Brand yang Sukses Bangun Kedekatan dengan Pelanggan
“Untuk itu pemilik brand maupun pemilik usaha harus bisa memahami karakteristik dari konsumen muslim sehingga mampu menerapkan berbagai strategi untuk menjadikan konsumen tersebut loyal,” tutur pria yang akrab disapa Siwo ini.
Apalagi berdasarkan studi yang dilakukan oleh tim Inventure, konsumen muslim di Indonesia tidak semuanya. Secara umum, dia menemukan bahwa pasar konsumen Muslim terbagi ke dalam empat kelompok besar yakni rasionalis, universalis, apatis, dan konformis.
Untuk menyasar masing-masing pasar ini, dibutuhkan pendekatan yang berbeda. Untuk kelompok muslim kelas menengah atas yang sudah tidak lagi mempermasalahkan mengenai harga, biasanya berada pada kelompok rasionalis dan universalis.
Dua kelompok ini sama-sama memiliki pengetahuan terbuka dan wawasan yang lebih luas. Hanya saja perbedaan kelompok rasionalis dan universalis adalah terletak pada tingkat kepatuhan nilai Islaminya.
Jika pada kelompok rasionalis lebih mementingkan aspek fungsional dan emosional saja, maka kelompok universalis membutuhkan aspek spiritual yang dicangkokkan ke dalam aspek emosional dan fungsional ketika akan membeli atau memilih sebuah produk maupun brand.
Namun, nilai spiritual yang dibutuhkan oleh kelompok universalis bukan hanya sekadar produk atau brand yang berlabel Islam saja tetapi brand yang secara substansial menerapkan nilai-nilai Islami di dalamnya.
“Konsumen muslim dengan tipe ini [universalis] memiliki wawasan luas, pola pikir global, melek teknologi dan di sisi lain mereka pun secara teguh menjalankan nilai-nilai Islami di dalam kehidupan sehari-harinya,” ujarnya
Siwo mengatakan pada 2014 lalu, kelompok muslim kelas menengah atas yang masuk dalam kategori rasionalis merupakan yang terbesar yakni mencapai 29% sedangkan kelompok universalis hanya sekitar 23%.
Namun saat ini jumlah umat muslim yang masuk dalam kategori universalis terus bertambah bahkan secara jangka panjang, Siwo meyakini kelompok universalis akan mendominasi seiring dengan tingkat pengetahuan yang makin tinggi dan kemampuan ekonomi yang terus meningkat.
Apalagi dia juga melihat masyarakat Muslim saat ini makin religi yang tidak hanya bersifat vertikal tetapi juga horizontal, dimana nilai-nilai Islami dan spiritualnya lekat dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mendapatkan hati para konsumen Muslim kelas menengah atas yang knowledgeable dan teguh memegang nilai-nilai Islami, maka pemilik brand harus dapat mengkoneksikan aspek emosional dan spiritual menjadi sebuah brand identity yang dikomunikasikan melalui kekuatan brand story.
“Ketika brand identity dan brand story yang disampaikan oleh pemilik brand ini terhubung dan sesuai dengan hati konsumen maka secara otomatis mereka akan menjadi konsumen yang loyal. Berapapun harga yang dijual dan apapun produk yang ditawarkan pasti akan dibeli,” jelasnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.