Sakit Kepala Disertai Kesemutan? Awas Aneurisma, Penyebab Kematian Influencer Kebugaran Jo Lindner
04 July 2023 |
17:49 WIB
Pembuluh darah memegang peranan penting dalam memasok oksigen dan nutrisi ke dalam tubuh. Namun, kerap kali jaringan seperti pipa yang menyelimuti organ ini memiliki masalah. Salah satunya terjadi pelebaran atau mengembung seperti balon berukuran buah ceri yang menggantung.
Kondisi yang disebut aneurisma itu kerap tejadi di beberapa tempat. Kendati demikian, apabila timbul di sekitar kepala atau otak, risiko kematian bisa menghampiri.
Seperti yang dialami influencer kebugaran Jo Lindner yang meninggal dunia karena mengalami aneurisme. Sebelum meninggal, binaragawan itu sempat mengeluhkan rasa sakit di leher.
Baca juga: Risiko Sedentary Lifestyle Mengintai Pekerja Kantoran, Begini Cara Menghindarinya
Dokter Spesialis Saraf dari RS Atma Jaya Yuda Turana menerangkan aneurisme sering dikaitkan sebagai kasus sebelumnya terjadinya pecahnya pembuluh darah. Layaknya pipa, pembuluh darah mengembung karena adanya tekanan yang tinggi dan disebabkan beberapa faktor. Paling sering karena tekanan darah tinggi alias hipertensi.
Kemungkinan, pembuluh darah Lindner, terutama di bagian otak yang sudah mengalami aneurisma yang cukup luas, pecah, dan menyebabkan dia meninggal dunia. “Aneurisma sering kali pada tekanan darah tinggi yang mungkin sudah terjadi, sehingga pipa menipis, menonjol, sampai pembuluh darah enggak tahan lagi akhirnya lemah, pecah,” ujar Yuda saat dihubungi Hypeabis.id, Selasa (4/7/2023).
Penyebab aneurisma memang paling mungkin disebabkan oleh hipertensi. Namun demikian, selalu ada penyerta yang membuat pembuluh darah tertekan dan kemudian pecah.
Sebagai contoh, orang yang menderita hipertensi, kemudian mengalami emosi atau marah-marah yang cukup intens, akhirnya mengalami pecahnya pembuluh darah. Atau, mengejan terlalu kuat atau mengangkat beban berat yang menyebabkan tekanan tinggi di kepala.
“Bukan saat itu timbul aneurismannya, bisa jadi sudah ada aneurisma tiba-tiba melakukan sesuatu yang bisa sebabkan tekanan tinggi. Bisa karena ngeden, emosi, marah-marah, stres berlebihan, atau angkat berat,” jelas Yuda.
Sejumlah orang berisiko tinggi mengalami aneurisma. Selain hipertensi, mereka yang berusia di atas 40 tahun, perempuan terutama yang sudah mengalami menopause, mengalami riwayat cedera kepala berat, rentan mengalami kondisi ini.
Begitu pula dengan mereka yang mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan, menggunakan narkoba terutama kokain, faktor genetik, dan kebiasaan buruk merokok.
Yuda menyampaikan sejatinya aneurisme bisa terjadi di semua bagian pembuluh darah. Namun memang, yang berbahaya yakni jika aneurisme tejadi di otak. Otak memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia. Organ ini merupakan pusat kendali tubuh dan menyusun sistem saraf pusat.
Pembuluh darah yang pecah di permukaan atau daerah kortex mungkin tidak terlalu mematikan, tetapi jika terjadi di batang otak sekalipun dalam skala kecil, kondisi tersebut sangat mematikan. “Aneurisme tergantung volume pendarahan dan lokasi. Tetapi secara umum Itu emergency karena menyebabkan kematian,” tutur Yuda.
Oleh karena itu, dia mengimbau agar tidak mengabaikan gejala dari aneurisma. Gejala paling khas yakni sakit kepala, terutama nyeri hebat yang tidak biasanya dan bisa terjadi di seluruh bagian kepala atau belakang kepala.
Kemudian, nyeri kepala yang cenderung progresif. Artinya, nyeri kepala tidak biasa berlangsung selama beberapa minggu dan bertambah berat.
Lalu, nyeri kepala yang diikuti gejala neuroligus. Misal, nyeri kepala disertai penglihatan ganda, nyeri kepala disertai kesemutan seisi tubuh, nyeri kepala disertai bicara pelo, atau disertai dengan kelemahan di pipi.
“Kalau nyeri kepala yang disertai gejala atau tidak seperti biasanya, cenderung progresif atau tambah berat, itu indikasi untuk kita harus refleks, lakukan pemeriksaan lebih lanjut,” tegas Yuda.
Adapun mereka yang sudah mengalami aneurisma akan dilakukan penanganan sebelum terjadinya kondisi serius berupa pecahnya pembuluh darah.
Dokter biasanya akan mencari bagian pembuluh darah yang bocor dengan melaukan angiografi atau prosedur pemeriksaan dengan bantuan foto rontgen. Selanjutnya, dokter akan melakukan penambalan atau penutupan pembuluh darah yang bocor.
Baca juga: Waspada Risiko Minum Air Dingin di Tengah Cuaca Panas, Bisa Sebabkan Flu hingga Diare
Kendati demikian, seperti pepatah lebih baik mencegah daripada mengobati. Oleh karena itu, agar tidak mengalami aneurisma hingga pecah pembuluh darah, sebaiknya hindari faktor risiko hipertensi dengan menjaga pola hidup sehat dengan makan-makanan bergizi, mengelola stres, dan berolahraga secara rutin.
Editor: Fajar Sidik
Kondisi yang disebut aneurisma itu kerap tejadi di beberapa tempat. Kendati demikian, apabila timbul di sekitar kepala atau otak, risiko kematian bisa menghampiri.
Seperti yang dialami influencer kebugaran Jo Lindner yang meninggal dunia karena mengalami aneurisme. Sebelum meninggal, binaragawan itu sempat mengeluhkan rasa sakit di leher.
Baca juga: Risiko Sedentary Lifestyle Mengintai Pekerja Kantoran, Begini Cara Menghindarinya
Dokter Spesialis Saraf dari RS Atma Jaya Yuda Turana menerangkan aneurisme sering dikaitkan sebagai kasus sebelumnya terjadinya pecahnya pembuluh darah. Layaknya pipa, pembuluh darah mengembung karena adanya tekanan yang tinggi dan disebabkan beberapa faktor. Paling sering karena tekanan darah tinggi alias hipertensi.
Kemungkinan, pembuluh darah Lindner, terutama di bagian otak yang sudah mengalami aneurisma yang cukup luas, pecah, dan menyebabkan dia meninggal dunia. “Aneurisma sering kali pada tekanan darah tinggi yang mungkin sudah terjadi, sehingga pipa menipis, menonjol, sampai pembuluh darah enggak tahan lagi akhirnya lemah, pecah,” ujar Yuda saat dihubungi Hypeabis.id, Selasa (4/7/2023).
Penyebab aneurisma memang paling mungkin disebabkan oleh hipertensi. Namun demikian, selalu ada penyerta yang membuat pembuluh darah tertekan dan kemudian pecah.
Sebagai contoh, orang yang menderita hipertensi, kemudian mengalami emosi atau marah-marah yang cukup intens, akhirnya mengalami pecahnya pembuluh darah. Atau, mengejan terlalu kuat atau mengangkat beban berat yang menyebabkan tekanan tinggi di kepala.
“Bukan saat itu timbul aneurismannya, bisa jadi sudah ada aneurisma tiba-tiba melakukan sesuatu yang bisa sebabkan tekanan tinggi. Bisa karena ngeden, emosi, marah-marah, stres berlebihan, atau angkat berat,” jelas Yuda.
Sejumlah orang berisiko tinggi mengalami aneurisma. Selain hipertensi, mereka yang berusia di atas 40 tahun, perempuan terutama yang sudah mengalami menopause, mengalami riwayat cedera kepala berat, rentan mengalami kondisi ini.
Begitu pula dengan mereka yang mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan, menggunakan narkoba terutama kokain, faktor genetik, dan kebiasaan buruk merokok.
Yuda menyampaikan sejatinya aneurisme bisa terjadi di semua bagian pembuluh darah. Namun memang, yang berbahaya yakni jika aneurisme tejadi di otak. Otak memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia. Organ ini merupakan pusat kendali tubuh dan menyusun sistem saraf pusat.
Pembuluh darah yang pecah di permukaan atau daerah kortex mungkin tidak terlalu mematikan, tetapi jika terjadi di batang otak sekalipun dalam skala kecil, kondisi tersebut sangat mematikan. “Aneurisme tergantung volume pendarahan dan lokasi. Tetapi secara umum Itu emergency karena menyebabkan kematian,” tutur Yuda.
Oleh karena itu, dia mengimbau agar tidak mengabaikan gejala dari aneurisma. Gejala paling khas yakni sakit kepala, terutama nyeri hebat yang tidak biasanya dan bisa terjadi di seluruh bagian kepala atau belakang kepala.
Kemudian, nyeri kepala yang cenderung progresif. Artinya, nyeri kepala tidak biasa berlangsung selama beberapa minggu dan bertambah berat.
Lalu, nyeri kepala yang diikuti gejala neuroligus. Misal, nyeri kepala disertai penglihatan ganda, nyeri kepala disertai kesemutan seisi tubuh, nyeri kepala disertai bicara pelo, atau disertai dengan kelemahan di pipi.
“Kalau nyeri kepala yang disertai gejala atau tidak seperti biasanya, cenderung progresif atau tambah berat, itu indikasi untuk kita harus refleks, lakukan pemeriksaan lebih lanjut,” tegas Yuda.
Adapun mereka yang sudah mengalami aneurisma akan dilakukan penanganan sebelum terjadinya kondisi serius berupa pecahnya pembuluh darah.
Dokter biasanya akan mencari bagian pembuluh darah yang bocor dengan melaukan angiografi atau prosedur pemeriksaan dengan bantuan foto rontgen. Selanjutnya, dokter akan melakukan penambalan atau penutupan pembuluh darah yang bocor.
Baca juga: Waspada Risiko Minum Air Dingin di Tengah Cuaca Panas, Bisa Sebabkan Flu hingga Diare
Kendati demikian, seperti pepatah lebih baik mencegah daripada mengobati. Oleh karena itu, agar tidak mengalami aneurisma hingga pecah pembuluh darah, sebaiknya hindari faktor risiko hipertensi dengan menjaga pola hidup sehat dengan makan-makanan bergizi, mengelola stres, dan berolahraga secara rutin.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.