Paparan Suara Bising Bahayakan Telinga Anak, Cek Langkah Menjaga Kesehatan Pendengaran
08 April 2025 |
22:00 WIB
Di antara berbagai jenis penyakit dan pentingnya menjaga kesehatan fisik, kesehatan telinga masih seringkali dianggap sepele. Padahal, telinga memiliki peran yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Telinga tidak hanya berfungsi untuk mendengar, tetapi juga untuk menjaga keseimbangan tubuh.
Namun sayangnya, banyak orang yang mengabaikan perawatan telinga baik itu dengan tidak memperhatikan kebersihan telinga atau terlalu sering terpapar suara bising. Hal ini dapat menyebabkan berbagai gangguan pendengaran yang dapat berujung pada kerusakan permanen pada sistem pendengaran jika tidak segera ditangani.
Sering kali, masalah kesehatan telinga tidak disadari sampai sudah terjadi penurunan pendengaran yang cukup signifikan. Oleh karena itu, penting untuk lebih peduli terhadap kesehatan telinga dan melakukan pencegahan sejak dini agar tidak mengalami gangguan yang lebih serius di kemudian hari.
Perkembangan penyakit telinga di Indonesia kini menjadi perhatian serius terutama terkait dengan dampak penggunaan alat bantu dengar seperti headset dan potensi gangguan pendengaran akibat kebisingan.
Baca juga: Jaga Kesehatan Pendengaran Anak, Begini Cara Penggunaan Audio yang Bijak
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi mengingatkan bahwa penggunaan headset yang terlalu keras dapat berisiko menyebabkan gangguan pendengaran, terutama pada anak-anak dan pekerja.
"Penggunaan headset ini juga harus dipastikan bahwa suaranya tidak terlalu keras, karena nanti akan menyebabkan gangguan kebisingan yang akhirnya bisa menyebabkan telinga menjadi kurang pendengarannya," ujar Nadia dalam agenda Kemenkes RI memperingati Hari Pendengaran Sedunia.
Selain itu, masalah sumbatan pada telinga juga menjadi salah satu penyebab gangguan pendengaran yang sering tidak disadari. Nadia menyampaikan bahwa banyak anak-anak, terutama di usia sekolah dasar dan menengah pertama mengalami kesulitan mendengar akibat adanya sumbatan serumen atau kotoran telinga.
"Sering kali anak-anak SD, SMP itu tidak mendengar dengan baik karena penyebabnya adalah adanya sumbatan akibat serumen dari badan telinga," tambahnya. Jika tidak ditangani, sumbatan ini dapat menyebabkan infeksi yang dapat merusak gendang telinga.
Penting bagi orang tua untuk lebih peduli terhadap kesehatan pendengaran anak-anak mereka. Nadia mengingatkan agar orang tua secara rutin memeriksa kondisi telinga anak-anak dan melakukan tes pendengaran untuk memastikan bahwa gangguan pendengaran tidak menghambat prestasi akademik mereka. Upaya pencegahan dan pemeriksaan rutin sangat diperlukan untuk menghindari dampak serius yang dapat ditimbulkan oleh gangguan pendengaran sejak dini.
Di luar dari masalah kesehatan yang terkait dengan aktivitas sehari-hari, nyatanya gangguan pendengaran merupakan masalah kesehatan global yang tidak bisa dianggap remeh.
Dokter Telinga Hidung Tenggorokan (THT) - Kepala Leher Mayapada Hospital Bandung Yussy Afriani Dewi menjelaskan, gangguan pendengaran mempengaruhi lebih dari 5 persen total populasi dunia yang berarti sekitar 430 juta orang di dunia mengalami masalah ini.
"Jika tidak ada tindakan pencegahan, angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 700 juta pada tahun 2050," ujar Yussy.
Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pendengaran tidak hanya berdampak pada individu secara langsung. Lebih jauh, efeknya bisa menimbulkan konsekuensi ekonomi yang besar dengan kerugian global yang diperkirakan mencapai 980 miliar dolar per tahun.
Yussy menjelaskan, penyebab gangguan pendengaran sangat beragam mulai dari faktor genetik, komplikasi saat melahirkan, infeksi telinga, paparan suara bising, hingga penggunaan obat-obatan yang dapat merusak pendengaran atau ototoksik. “Namun sekitar 60% kasus gangguan pendengaran sebenarnya dapat dicegah,” jelasnya.
Hal ini menyoroti pentingnya langkah-langkah preventif seperti deteksi dini dan perawatan yang tepat untuk mengurangi prevalensi gangguan pendengaran.
Prevalensi gangguan pendengaran sendiri bervariasi berdasarkan wilayah. Di Amerika, prevalensi mencapai sekitar 6,2%, di Asia Tenggara 5,5%, di Afrika 3,1%, di Eropa 7,1%, dan di Mediterania Timur 3,6%. Di Indonesia, seperti di banyak negara lainnya, Yussy menjelaskan bahwa gangguan pendengaran menjadi masalah kesehatan yang harus segera ditangani. Gangguan pendengaran ini lebih banyak terjadi pada kelompok usia lanjut, tetapi juga dapat dialami oleh anak-anak dan dewasa muda mengingat faktor penyebab yang sangat bervariasi.
Berdasarkan tingkat keparahan, gangguan pendengaran dapat dibagi menjadi beberapa kategori. Gangguan pendengaran ringan terjadi pada sekitar 14,9% orang. Bahkan, ada juga kasus gangguan pendengaran yang sangat berat meskipun persentasenya lebih kecil yakni sekitar 0,2%.
Yussy menjelaskan bahwa makin besar tingkat keparahan gangguan pendengaran, maka makin besar pula dampaknya terhadap kualitas hidup. Gangguan pendengaran dapat menyebabkan berbagai masalah termasuk gangguan komunikasi, keterlambatan bicara pada anak-anak, gangguan kognitif, peningkatan risiko demensia, serta penurunan peluang pendidikan dan pekerjaan.
Gangguan pendengaran dapat menurunkan kualitas hidup seseorang dan bahkan mengarah pada isolasi sosial. Selain itu, ketidakmampuan dalam mendengar juga dapat meningkatkan beban ekonomi, terutama terkait dengan peningkatan biaya kesehatan akibat gangguan pendengaran yang tidak ditangani dengan baik. Yussy mengungkapkan bahwa pencegahan dan deteksi dini adalah kunci untuk meminimalkan dampak-dampak ini.
Salah satu penyebab utama gangguan pendengaran adalah gangguan pendengaran kongenital yang terjadi pada bayi yang baru lahir. Di Indonesia, sekitar 6.500 bayi setiap tahunnya lahir dengan gangguan pendengaran. Sayangnya, gangguan pendengaran ini sering kali baru terdeteksi ketika anak mencapai usia 2,5 tahun, dan intervensi baru bisa dilakukan pada usia 4 tahun. Alhasil, rehabilitasinya menjadi kurang efektif.
Selain itu, faktor lain yang berkontribusi terhadap gangguan pendengaran adalah serumen atau kotoran telinga, infeksi telinga tengah, dan paparan suara bising yang dapat merusak pendengaran secara permanen. Serumen yang sering dianggap sepele dapat menyebabkan gangguan pendengaran ringan hingga berat jika tidak ditangani dengan benar.
Yussy mengingatkan bahwa kebiasaan buruk seperti penggunaan cotton bud yang salah justru dapat meningkatkan risiko gangguan pendengaran akibat serumen.
Paparan suara bising lebih dari 80 desibel selama lebih dari 40 jam per minggu juga menjadi salah satu penyebab gangguan pendengaran permanen, yang sering ditemukan pada pekerja di lingkungan berisik, tempat hiburan, atau akibat penggunaan perangkat audio dengan volume yang tinggi.
Untuk itu, tindakan preventif menjadi sangat penting. Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah gangguan pendengaran antara lain adalah pemberian nutrisi seimbang bagi ibu hamil, menjaga kebersihan telinga, menghindari paparan suara bising, dan melakukan imunisasi dasar yang lengkap. Yussy juga menekankan pentingnya menjaga gaya hidup sehat dan menghindari kebiasaan merokok untuk mendukung kesehatan telinga.
Baca juga: Penelitian Terbaru: Main Video Game Berisiko Gangguan Pendengaran Permanen
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Namun sayangnya, banyak orang yang mengabaikan perawatan telinga baik itu dengan tidak memperhatikan kebersihan telinga atau terlalu sering terpapar suara bising. Hal ini dapat menyebabkan berbagai gangguan pendengaran yang dapat berujung pada kerusakan permanen pada sistem pendengaran jika tidak segera ditangani.
Sering kali, masalah kesehatan telinga tidak disadari sampai sudah terjadi penurunan pendengaran yang cukup signifikan. Oleh karena itu, penting untuk lebih peduli terhadap kesehatan telinga dan melakukan pencegahan sejak dini agar tidak mengalami gangguan yang lebih serius di kemudian hari.
Perkembangan penyakit telinga di Indonesia kini menjadi perhatian serius terutama terkait dengan dampak penggunaan alat bantu dengar seperti headset dan potensi gangguan pendengaran akibat kebisingan.
Baca juga: Jaga Kesehatan Pendengaran Anak, Begini Cara Penggunaan Audio yang Bijak
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi mengingatkan bahwa penggunaan headset yang terlalu keras dapat berisiko menyebabkan gangguan pendengaran, terutama pada anak-anak dan pekerja.
"Penggunaan headset ini juga harus dipastikan bahwa suaranya tidak terlalu keras, karena nanti akan menyebabkan gangguan kebisingan yang akhirnya bisa menyebabkan telinga menjadi kurang pendengarannya," ujar Nadia dalam agenda Kemenkes RI memperingati Hari Pendengaran Sedunia.
Selain itu, masalah sumbatan pada telinga juga menjadi salah satu penyebab gangguan pendengaran yang sering tidak disadari. Nadia menyampaikan bahwa banyak anak-anak, terutama di usia sekolah dasar dan menengah pertama mengalami kesulitan mendengar akibat adanya sumbatan serumen atau kotoran telinga.
"Sering kali anak-anak SD, SMP itu tidak mendengar dengan baik karena penyebabnya adalah adanya sumbatan akibat serumen dari badan telinga," tambahnya. Jika tidak ditangani, sumbatan ini dapat menyebabkan infeksi yang dapat merusak gendang telinga.
Penting bagi orang tua untuk lebih peduli terhadap kesehatan pendengaran anak-anak mereka. Nadia mengingatkan agar orang tua secara rutin memeriksa kondisi telinga anak-anak dan melakukan tes pendengaran untuk memastikan bahwa gangguan pendengaran tidak menghambat prestasi akademik mereka. Upaya pencegahan dan pemeriksaan rutin sangat diperlukan untuk menghindari dampak serius yang dapat ditimbulkan oleh gangguan pendengaran sejak dini.
Di luar dari masalah kesehatan yang terkait dengan aktivitas sehari-hari, nyatanya gangguan pendengaran merupakan masalah kesehatan global yang tidak bisa dianggap remeh.
Dokter Telinga Hidung Tenggorokan (THT) - Kepala Leher Mayapada Hospital Bandung Yussy Afriani Dewi menjelaskan, gangguan pendengaran mempengaruhi lebih dari 5 persen total populasi dunia yang berarti sekitar 430 juta orang di dunia mengalami masalah ini.
"Jika tidak ada tindakan pencegahan, angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 700 juta pada tahun 2050," ujar Yussy.
Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pendengaran tidak hanya berdampak pada individu secara langsung. Lebih jauh, efeknya bisa menimbulkan konsekuensi ekonomi yang besar dengan kerugian global yang diperkirakan mencapai 980 miliar dolar per tahun.
Yussy menjelaskan, penyebab gangguan pendengaran sangat beragam mulai dari faktor genetik, komplikasi saat melahirkan, infeksi telinga, paparan suara bising, hingga penggunaan obat-obatan yang dapat merusak pendengaran atau ototoksik. “Namun sekitar 60% kasus gangguan pendengaran sebenarnya dapat dicegah,” jelasnya.
Hal ini menyoroti pentingnya langkah-langkah preventif seperti deteksi dini dan perawatan yang tepat untuk mengurangi prevalensi gangguan pendengaran.
Prevalensi gangguan pendengaran sendiri bervariasi berdasarkan wilayah. Di Amerika, prevalensi mencapai sekitar 6,2%, di Asia Tenggara 5,5%, di Afrika 3,1%, di Eropa 7,1%, dan di Mediterania Timur 3,6%. Di Indonesia, seperti di banyak negara lainnya, Yussy menjelaskan bahwa gangguan pendengaran menjadi masalah kesehatan yang harus segera ditangani. Gangguan pendengaran ini lebih banyak terjadi pada kelompok usia lanjut, tetapi juga dapat dialami oleh anak-anak dan dewasa muda mengingat faktor penyebab yang sangat bervariasi.
Berdasarkan tingkat keparahan, gangguan pendengaran dapat dibagi menjadi beberapa kategori. Gangguan pendengaran ringan terjadi pada sekitar 14,9% orang. Bahkan, ada juga kasus gangguan pendengaran yang sangat berat meskipun persentasenya lebih kecil yakni sekitar 0,2%.
Yussy menjelaskan bahwa makin besar tingkat keparahan gangguan pendengaran, maka makin besar pula dampaknya terhadap kualitas hidup. Gangguan pendengaran dapat menyebabkan berbagai masalah termasuk gangguan komunikasi, keterlambatan bicara pada anak-anak, gangguan kognitif, peningkatan risiko demensia, serta penurunan peluang pendidikan dan pekerjaan.
Gangguan pendengaran dapat menurunkan kualitas hidup seseorang dan bahkan mengarah pada isolasi sosial. Selain itu, ketidakmampuan dalam mendengar juga dapat meningkatkan beban ekonomi, terutama terkait dengan peningkatan biaya kesehatan akibat gangguan pendengaran yang tidak ditangani dengan baik. Yussy mengungkapkan bahwa pencegahan dan deteksi dini adalah kunci untuk meminimalkan dampak-dampak ini.
Salah satu penyebab utama gangguan pendengaran adalah gangguan pendengaran kongenital yang terjadi pada bayi yang baru lahir. Di Indonesia, sekitar 6.500 bayi setiap tahunnya lahir dengan gangguan pendengaran. Sayangnya, gangguan pendengaran ini sering kali baru terdeteksi ketika anak mencapai usia 2,5 tahun, dan intervensi baru bisa dilakukan pada usia 4 tahun. Alhasil, rehabilitasinya menjadi kurang efektif.
Selain itu, faktor lain yang berkontribusi terhadap gangguan pendengaran adalah serumen atau kotoran telinga, infeksi telinga tengah, dan paparan suara bising yang dapat merusak pendengaran secara permanen. Serumen yang sering dianggap sepele dapat menyebabkan gangguan pendengaran ringan hingga berat jika tidak ditangani dengan benar.
Yussy mengingatkan bahwa kebiasaan buruk seperti penggunaan cotton bud yang salah justru dapat meningkatkan risiko gangguan pendengaran akibat serumen.
Paparan suara bising lebih dari 80 desibel selama lebih dari 40 jam per minggu juga menjadi salah satu penyebab gangguan pendengaran permanen, yang sering ditemukan pada pekerja di lingkungan berisik, tempat hiburan, atau akibat penggunaan perangkat audio dengan volume yang tinggi.
Untuk itu, tindakan preventif menjadi sangat penting. Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah gangguan pendengaran antara lain adalah pemberian nutrisi seimbang bagi ibu hamil, menjaga kebersihan telinga, menghindari paparan suara bising, dan melakukan imunisasi dasar yang lengkap. Yussy juga menekankan pentingnya menjaga gaya hidup sehat dan menghindari kebiasaan merokok untuk mendukung kesehatan telinga.
Baca juga: Penelitian Terbaru: Main Video Game Berisiko Gangguan Pendengaran Permanen
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.