Tren Penggunaan Social Commerce Makin Tinggi
21 June 2023 |
22:00 WIB
Genhype, tren penggunaan media sosial sebagai platform untuk jual beli makin menggeliat. Aktivitas tersebut kini lebih dikenal sebagai social commerce. Ya, media sosial bukan lagi sekadar platform untuk saling berinteraksi, tetapi juga bertransaksi.
Nilai transaksi di social commerce juga diprediksi terus mengalami kenaikan. Statista mencatatkan nilai penjualan di social commerce secara global menyentuh US$992 miliar pada 2022 dan akan menjadi US$2,900 miliar pada 2028.
Baca juga: Juragan Daster Ini Beberkan Jurus Jitu Jual Ribuan Produk di e-Commerce
Di Indonesia, nilai transaksi bruto atau gross merchandise value (GMV) social commerce juga terus meningkat. Pada 2023, nilainya diproyeksikan mencapai US$8.225,2 juta, lalu naik menjadi US$22.132,5 juta pada 2028.
CEO TikTok Shou Zi Chew dalam TikTok Southeast Asia Impact Forum 2023 mengatakan bahwa TikTok Shop telah menjadi wadah berjualan bagi 15 juta bisnis di Asia Tenggara. Lima jutanya adalah para pelaku bisnis di Indonesia dan dua juta di antaranya merupakan UMKM.
Dengan social commerce, para pelaku UMKM juga tidak hanya akan bertemu dengan para pembeli lokal. Barang dagangan mereka juga punya potensi besar untuk go internasional mengingat pengguna TikTok juga banyak dari negara lain.
Dalam acara tersebut, Chew juga mengungkap hasil survei internalnya tentang efek TikTok bagi para pelaku bisnis dan UMKM yang menggunakan TikTok Shop. Dari survei tersebut, diketahui sebanyak 50 persen UMKM mengalami peningkatan pendapatan hampir 50 persen setelah berjualan produk dan layanannya di media sosialnya.
Kemudian, empat dari lima bisnis atau 79 persen memanfaatkan TikTok untuk beralih dari kanal pemasaran luring ke daring. Adapun, 80 persen pelaku juga mengalami peningkatan pendapatan dari sektor lain, seperti TikTok Live atau kerja sama konten bermerek.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan kemunculan social commerce memang menjadi salah satu wadah berjualan yang menarik. Platform tersebut tidak hanya fokus pada urusan transaksi, tetapi juga menggabungkan entertainment hingga chatting atau tanya jawab seputar produk.
Tampilannya juga lebih menarik sehingga pasarnya mudah terbentuk. Menurut Bhima, kalkulasi nilai transaksi di social commerce di Asia Tenggara bisa menyentuh angka US$8 miliar-US$10 miliar.
“UMKM memanfaatkan platform social commerce akan membuatnya jadi punya unique selling point dibanding e-commerce biasa. Sebab, bisa memakai metode entertainment untuk lebih menarik perhatian konsumennya,” ungkap Bhima.
Sementara itu, salah satu penjual di TikTok Shop Dini Nurul Islami dalam diskusi di TikTok Southeast Asia Impact Forum 2023 mengatakan bahwa dirinya mengalami peningkatan pendapatan yang signifikan. Dimulai pada Februari 2021, Dini aktif untuk membuka usaha berupa kue kering untuk momen-momen tertentu.
Misalnya, saat Lebaran, dia akan berjualan kue-kue khas Idulfitri. Lantaran momennya tepat, kue miliknya pun laris manis terjual. Namun, saat momennya sudah terlewat, dirinya perlu bersabar menunggu momen lainnya.
Baca juga: Layanan Quick Commerce Semakin Diminati Masyarakat, Ini Alasannya
Akan tetapi, baginya rezeki tidak datang dari satu pintu saja. Di saat periode sedang kurang menguntungkan, Dini mencoba hal baru yakni affiliate produk orang lain. Awalnya mencoba menjadi affiliate produk fashion, kemudian kini beralih ke bidang elektronik. Usaha yang tadinya menjadi sampingan itu pun mulai meraih cuan.
Editor: Fajar Sidik
Nilai transaksi di social commerce juga diprediksi terus mengalami kenaikan. Statista mencatatkan nilai penjualan di social commerce secara global menyentuh US$992 miliar pada 2022 dan akan menjadi US$2,900 miliar pada 2028.
Baca juga: Juragan Daster Ini Beberkan Jurus Jitu Jual Ribuan Produk di e-Commerce
Di Indonesia, nilai transaksi bruto atau gross merchandise value (GMV) social commerce juga terus meningkat. Pada 2023, nilainya diproyeksikan mencapai US$8.225,2 juta, lalu naik menjadi US$22.132,5 juta pada 2028.
CEO TikTok Shou Zi Chew dalam TikTok Southeast Asia Impact Forum 2023 mengatakan bahwa TikTok Shop telah menjadi wadah berjualan bagi 15 juta bisnis di Asia Tenggara. Lima jutanya adalah para pelaku bisnis di Indonesia dan dua juta di antaranya merupakan UMKM.
Dengan social commerce, para pelaku UMKM juga tidak hanya akan bertemu dengan para pembeli lokal. Barang dagangan mereka juga punya potensi besar untuk go internasional mengingat pengguna TikTok juga banyak dari negara lain.
Dalam acara tersebut, Chew juga mengungkap hasil survei internalnya tentang efek TikTok bagi para pelaku bisnis dan UMKM yang menggunakan TikTok Shop. Dari survei tersebut, diketahui sebanyak 50 persen UMKM mengalami peningkatan pendapatan hampir 50 persen setelah berjualan produk dan layanannya di media sosialnya.
Kemudian, empat dari lima bisnis atau 79 persen memanfaatkan TikTok untuk beralih dari kanal pemasaran luring ke daring. Adapun, 80 persen pelaku juga mengalami peningkatan pendapatan dari sektor lain, seperti TikTok Live atau kerja sama konten bermerek.
Gabungkan Transaksi dan Unsur Entertainment yang Menarik
Ilustrasi penggunaan social commerce (Sumber gambar: Freepik)
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan kemunculan social commerce memang menjadi salah satu wadah berjualan yang menarik. Platform tersebut tidak hanya fokus pada urusan transaksi, tetapi juga menggabungkan entertainment hingga chatting atau tanya jawab seputar produk.
Tampilannya juga lebih menarik sehingga pasarnya mudah terbentuk. Menurut Bhima, kalkulasi nilai transaksi di social commerce di Asia Tenggara bisa menyentuh angka US$8 miliar-US$10 miliar.
“UMKM memanfaatkan platform social commerce akan membuatnya jadi punya unique selling point dibanding e-commerce biasa. Sebab, bisa memakai metode entertainment untuk lebih menarik perhatian konsumennya,” ungkap Bhima.
Sementara itu, salah satu penjual di TikTok Shop Dini Nurul Islami dalam diskusi di TikTok Southeast Asia Impact Forum 2023 mengatakan bahwa dirinya mengalami peningkatan pendapatan yang signifikan. Dimulai pada Februari 2021, Dini aktif untuk membuka usaha berupa kue kering untuk momen-momen tertentu.
Misalnya, saat Lebaran, dia akan berjualan kue-kue khas Idulfitri. Lantaran momennya tepat, kue miliknya pun laris manis terjual. Namun, saat momennya sudah terlewat, dirinya perlu bersabar menunggu momen lainnya.
Baca juga: Layanan Quick Commerce Semakin Diminati Masyarakat, Ini Alasannya
Akan tetapi, baginya rezeki tidak datang dari satu pintu saja. Di saat periode sedang kurang menguntungkan, Dini mencoba hal baru yakni affiliate produk orang lain. Awalnya mencoba menjadi affiliate produk fashion, kemudian kini beralih ke bidang elektronik. Usaha yang tadinya menjadi sampingan itu pun mulai meraih cuan.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.