Ilustrasi jasa kurir (Sumber gambar: Campus Production/Pexels)

Layanan Quick Commerce Semakin Diminati Masyarakat, Ini Alasannya

18 November 2022   |   21:00 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Bisnis penjualan ritel kian menunjukkan perkembangannya dalam beberapa tahun terakhir. Salah satunya ditandai dengan kehadiran model bisnis quick commerce yang digadang sebagai model bisnis generasi ketiga setelah toko konvensional dan dagang elektronik alias e-commerce.

Quick commerce atau niaga cepat adalah model bisnis e-commerce yang didorong oleh pengiriman barang sesuai permintaan dalam waktu yang singkat. Model bisnis ini muncul dan menjadi tren seiring dengan perubahan perilaku belanja dan meningkatnya permintaan akan produk keseharian selama masa pandemi.

Baca juga: E-commerce Kok Buka Toko Luring, Memangnya Omnichannel Bikin Untung Ya?

Model bisnis quick commerce menjanjikan pengiriman barang dalam jumlah kecil dengan durasi pengiriman yang sangat singkat dalam hitungan jam. Beberapa layanan quick commerce bahkan menawarkan durasi pengiriman yang lebih singkat yakni 15-30 menit.

Untuk mendukung komitmen durasi pengiriman tersebut, quick commerce sangat bergantung pada hub logistik yang dikenal dengan sebutan dark stores di daerah-daerah dengan pemukiman padat, berbeda dengan e-commerce yang biasanya mengandalkan gudang besar di pinggiran kota.

Seiring dengan pertumbuhan quick commerce di Indonesia, Populix melakukan sebuah survei terhadap 1.046 responden laki-laki dan perempuan berusia 18-55 tahun untuk melihat tingkat adopsi layanan quick commerce di Tanah Air, serta proyeksi peluang pertumbuhan model bisnis perdagangan ritel terbaru ini ke depannya.

Survei tersebut menyebutkan bahwa 87 persen responden aktif berbelanja menggunakan aplikasi quick commerce, terutama di kalangan responden berusia 26-45 tahun di daerah Pulau Jawa.

Co-Founder & CEO Populix, Timothy Astandu, menjelaskan dari berbagai aplikasi dan layanan quick commerce yang bermunculan di Indonesia, para responden masih mengandalkan layanan quick commerce yang terintegrasi pada super apps, dibandingkan aplikasi yang berdiri sendiri. 

Preferensi Penggunaan Quick Commerce
Sementara itu, di antara 13 persen responden yang menyatakan tidak berbelanja melalui aplikasi quick commerce, mayoritasnya didominasi oleh responden berusia 18-25 tahun. Alasannya karena mereka tinggal di area yang tidak termasuk dalam cakupan wilayah pengantaran, serta belum memiliki kebutuhan untuk berbelanja di layanan quick commerce.

Dalam laporan survei itu juga disebutkan bahwa para responden mengatakan quick commerce memiliki beberapa kelebihan dibandingkan layanan belanja online lainnya yakni pengiriman cepat (66%), produk segar (53%), dan pilihan produk yang variatif (50%).

Namun, di sisi lain, responden juga kerap menemukan beberapa kelemahan dari aplikasi quick commerce, seperti waktu flash sale terlalu singkat (63%), harga diskon yang sama dengan harga normal produk (44%), dan sistem aplikasi sering bermasalah (32%).

Sebagai layanan yang mengandalkan kecepatan durasi pengantaran, mayoritas responden menilai bahwa durasi pengantaran ideal adalah 30 menit hingga satu jam. Secara rata-rata, 80 persen responden menggunakan layanan quick commerce beberapa kali setiap bulannya untuk berbelanja kebutuhan pokok seperti makanan ringan (snack), serta bahan memasak dan bumbu dapur.
 

Sumber gambar: Populix

Sumber gambar: Populix

Adapun, GoSend (73%), Grab Express (58%), dan kurir yang disediakan oleh aplikasi (35%) merupakan layanan pengiriman yang banyak dipilih untuk memenuhi kebutuhan akan barang-barang tersebut. Di samping itu, mayoritas responden mengandalkan e-wallet (79%) dan cash-on-delivery (56%) sebagai metode pembayaran yang digunakan dalam berbelanja.

Selain itu, para responden juga cenderung memilih layanan quick commerce yang tersedia sebagai bagian dari ekosistem supper apps, seperti GoMart (60%), Tokopedia Now! (47%), dan GrabMart Kilat (47%). Di sisi lain, lima aplikasi quick commerce yang banyak digunakan oleh responden meliputi Segari (16%), AlloFresh (13%), TaniHub (12%), Sayur Kilat (8%), dan Astro (6%).

Potensi Quick Commerce pada Masa Depan
Masih dalam survei yang sama, sebanyak 86 persen responden mengatakan telah berbelanja di aplikasi quick commerce dalam sebulan terakhir, bahkan 54% responden di antaranya berbelanja dalam beberapa hari terakhir.

Hampir seluruh responden (97%) mengatakan akan terus berbelanja di aplikasi quick commerce karena kemudahan pemesanan barang yang dapat dilakukan dari mana saja dan kapan saja (71%), waktu pengiriman yang singkat (62%), kualitas produk yang baik (48%), kemampuan untuk melacak progres pengiriman (46%), ketersediaan berbagai variasi produk (45%), hingga harga yang lebih murah (45%). 

Kendati demikian, 3 persen responden lainnya enggan berbelanja di aplikasi quick commerce lantaran beberapa alasan seperti biaya pengiriman yang mahal (40%), tidak bisa mencoba atau melihat produk secara langsung sebelum membeli (39%), durasi pengiriman yang lama (29%), dan ketidaksesuaian produk dengan spesifikasi yang dicantumkan dalam aplikasi (27%).

Baca juga: Begini Tantangan Layanan Social Commerce Menurut Pengamat

Timothy mengatakan data tersebut memberikan signal bagi para pebisnis quick commerce bahwa selain faktor kecepatan pengiriman, mereka juga tidak dapat mengesampingkan kualitas produk, harga yang kompetitif, ketepatan waktu pengantaran produk, hingga kesigapan dalam melayani permintaan dan keluhan pelanggan.

"Artinya, pemain quick commerce perlu terus beradaptasi dengan cepatnya perkembangan pasar agar dapat terus menjaga kepuasan dan loyalitas pelanggan," ujarnya.
 

SEBELUMNYA

Drakor Connect Tayang 7 Desember, Suguhkan Kisah Pembunuhan Berantai Misterius

BERIKUTNYA

Catat Tanggalnya, Bazar Buku Internasional Big Bad Wolf Books Hadir di ICE BSD City

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: