Yuk Cek Koleksi Pameran Refresh di Art:1 New Museum, Ada Koleksi Lukisan Maestro Lho!
10 June 2023 |
08:00 WIB
Art Agenda bersama Art:1 New Museum dan Arte Restauro menggelar sebuah pameran seni rupa post-war dan modern Indonesia bertajuk Refresh. Pameran yang digelar di Art:1 New Museum, Jakarta, ini merupakan titik awal untuk mengetahui lebih lanjut mengenai seni rupa modern melalui perspektif baru.
Pameran ini menampilkan sebanyak 25 karya dari 18 seniman yang berasal dari koleksi kedua galeri dan kolektor pribadi. Karya seni yang dipamerkan mencakup beragam tema, mulai dari lanskap, figur hingga abstrak.
Baca juga: Hadirkan Karya Unik, Museum MACAN Gelar Pameran Duo Perupa Filipina Isabel & Alfredo Aquilizan
Sejumlah nama seniman yang karyanya ditampilkan dalam pameran ini adalah Adrien-Jean Le Mayeur De Merprès, Affandi, Ahmad Sadali, Antonio Blanco, Fadjar Sidik, G. Sidharta, Handrio, Itji Tarmizi, Lee Man Fong, Lucien Frits Ohl, Mochtar Apin, Rusli, Renato Cristiano, S. Sudjojono, Sunaryo, Trubus Soedarsono, Widayat, dan Willem Gerard Hofker.
Manajer Galeri & Perwakilan Art Agenda di Indonesia, Stella Wenny, mengatakan seni rupa modern Indonesia berkembang saat situasi sedang sulit. Kala itu, Indonesia masih di bawah bayang-bayang pendudukan dan penjajahan bangsa asing, terlibat beberapa peperangan dan baru mulai membangun identitas nasional.
Pada masa itu, hidup sebagai rakyat jelata tidaklah mudah. Kondisi hidup kurang layak dan infrastruktur kesenian sangat minim. Namun, keadaan ini tidak menyurutkan sebagian individu dalam menggunakan kreativitas untuk merefleksikan keindahan dan makna hidup bersama dengan kesulitannya juga, seperti yang dilakukan oleh sejumlah seniman dalam karya-karyanya.
Misalnya dalam lukisan perupa Itji Tarmizi bertajuk Pulang Melaut (Home After Fishing) yang dilukis pada 1971. Lukisan itu tampak menggambarkan suasana masyarakat di sebuah daerah pesisir. Seperti judulnya, lukisan berdimensi 98 x 184 cm itu menampilkan situasi ketika para nelayan pulang melaut. Masyarakat mulai dari bapak-bapak, ibu-ibu, hingga anak-anak antusias menyambut para nelayan yang berhasil menangkap ikan-ikan.
Pameran ini juga menampilkan lukisan dengan mengusung tema lanskap seperti yang terlihat dalam lukisan maestro S. Sudjojono berjudul Pemandangan di Ciloto (1967). Lukisan berdimensi 85 x 100 cm itu menampilkan satu lanskap pegunungan yang asri lengkap dengan pepohonan hijau yang mengelilingi pemukiman khas pedesaan.
Selain itu, beberapa lukisan potret juga dipamerkan dalam eksibisi ini. Misalnya lukisan perupa Lee Man Fong berjudul Legong Dancer (1961). Sesuai judulnya, lukisan ini menampilkan potret seorang penari bali yang tengah menari lengkap dengan kostum khas adat Pulau Dewata. Sapuan warna yang lembut dari perupa, memberikan efek dramatis dalam lukisan ini.
Lukisan potret lain juga tampak pada karya seniman Mochtar Apin berjudul Potrait of Rohana. Lukisan berdimensi 63 x 50 cm itu memotret seorang perempuan dengan gaun putih lengkap bersama aksesoris seperti anting dan gelang. Di belakangnya, tampak sederet buku dipajang di sebuah rak. Lukisan ini seolah ingin menunjukkan keberadaan perempuan sebagai sosok yang juga terpelajar dan bermartabat selayaknya laki-laki kala itu.
Seiring kemajuan negara, seni rupa kontemporer pun mulai marak dan seni rupa modern mulai ditinggalkan. "Dengan latar belakang ini, Refresh hadir sebagai pameran yang bertujuan untuk meninjau dan menampilkan kembali seni rupa modern melalui perspektif baru," katanya.
Dalam karya S. Sudjojono dan Affandi misalnya, kita dapat melihat bagaimana prinsip estetik mereka mengubah sejarah seni rupa. Selain itu, kita juga bisa melihat penggambaran keindahan dari kacamata seniman Indo-Eropa seperti Adrien-Jean Le Mayeur De Merprès, Antonio Blanco, dan Willem Gerard Hofker.
Adapun, bersama karya seniman Fadjar Sidik, Handrio dan Ahmad Sadali, mengajak audiens untuk mengkaji kembali bagaimana seni rupa modern menemukan maknanya melalui ritme dan komposisi. Menurut Stella, seni rupa modern mungkin berasal dari masa lalu yang telah terlupakan, tetapi esensinya masih tetap relevan.
"Melalui pameran ini, saya harap kita dapat lebih menghargai peran penting yang dimiliki oleh seni rupa modern terhadap perkembangan seni di Indonesia," ujarnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Pameran ini menampilkan sebanyak 25 karya dari 18 seniman yang berasal dari koleksi kedua galeri dan kolektor pribadi. Karya seni yang dipamerkan mencakup beragam tema, mulai dari lanskap, figur hingga abstrak.
Baca juga: Hadirkan Karya Unik, Museum MACAN Gelar Pameran Duo Perupa Filipina Isabel & Alfredo Aquilizan
Sejumlah nama seniman yang karyanya ditampilkan dalam pameran ini adalah Adrien-Jean Le Mayeur De Merprès, Affandi, Ahmad Sadali, Antonio Blanco, Fadjar Sidik, G. Sidharta, Handrio, Itji Tarmizi, Lee Man Fong, Lucien Frits Ohl, Mochtar Apin, Rusli, Renato Cristiano, S. Sudjojono, Sunaryo, Trubus Soedarsono, Widayat, dan Willem Gerard Hofker.
Manajer Galeri & Perwakilan Art Agenda di Indonesia, Stella Wenny, mengatakan seni rupa modern Indonesia berkembang saat situasi sedang sulit. Kala itu, Indonesia masih di bawah bayang-bayang pendudukan dan penjajahan bangsa asing, terlibat beberapa peperangan dan baru mulai membangun identitas nasional.
Pemandangan di Ciloto (1967), S. Sudjojono, 85x100 cm, oil on canvas. (Sumber gambar: Art Agenda)
Misalnya dalam lukisan perupa Itji Tarmizi bertajuk Pulang Melaut (Home After Fishing) yang dilukis pada 1971. Lukisan itu tampak menggambarkan suasana masyarakat di sebuah daerah pesisir. Seperti judulnya, lukisan berdimensi 98 x 184 cm itu menampilkan situasi ketika para nelayan pulang melaut. Masyarakat mulai dari bapak-bapak, ibu-ibu, hingga anak-anak antusias menyambut para nelayan yang berhasil menangkap ikan-ikan.
Pameran ini juga menampilkan lukisan dengan mengusung tema lanskap seperti yang terlihat dalam lukisan maestro S. Sudjojono berjudul Pemandangan di Ciloto (1967). Lukisan berdimensi 85 x 100 cm itu menampilkan satu lanskap pegunungan yang asri lengkap dengan pepohonan hijau yang mengelilingi pemukiman khas pedesaan.
Potrait of Rohana, Mochtar Apin, 63x50 cm, oil on canvas. (Sumber gambar: Art Agenda)
Lukisan potret lain juga tampak pada karya seniman Mochtar Apin berjudul Potrait of Rohana. Lukisan berdimensi 63 x 50 cm itu memotret seorang perempuan dengan gaun putih lengkap bersama aksesoris seperti anting dan gelang. Di belakangnya, tampak sederet buku dipajang di sebuah rak. Lukisan ini seolah ingin menunjukkan keberadaan perempuan sebagai sosok yang juga terpelajar dan bermartabat selayaknya laki-laki kala itu.
Seiring kemajuan negara, seni rupa kontemporer pun mulai marak dan seni rupa modern mulai ditinggalkan. "Dengan latar belakang ini, Refresh hadir sebagai pameran yang bertujuan untuk meninjau dan menampilkan kembali seni rupa modern melalui perspektif baru," katanya.
Dalam karya S. Sudjojono dan Affandi misalnya, kita dapat melihat bagaimana prinsip estetik mereka mengubah sejarah seni rupa. Selain itu, kita juga bisa melihat penggambaran keindahan dari kacamata seniman Indo-Eropa seperti Adrien-Jean Le Mayeur De Merprès, Antonio Blanco, dan Willem Gerard Hofker.
Adapun, bersama karya seniman Fadjar Sidik, Handrio dan Ahmad Sadali, mengajak audiens untuk mengkaji kembali bagaimana seni rupa modern menemukan maknanya melalui ritme dan komposisi. Menurut Stella, seni rupa modern mungkin berasal dari masa lalu yang telah terlupakan, tetapi esensinya masih tetap relevan.
"Melalui pameran ini, saya harap kita dapat lebih menghargai peran penting yang dimiliki oleh seni rupa modern terhadap perkembangan seni di Indonesia," ujarnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.