Seni Bodor Sunda Ala Miss Tjitjih Pecah dalam Pentas Teater Kuntilanak Mangga Dua
04 June 2023 |
09:01 WIB
Galeri Indonesia Kaya dan Kelompok Sandiwara Mis Tjitjih yang berkolaborasi dengan penyanyi Ary Kirana mengadakan pertunjukan teater berbalut komedi dengan tajuk Kuntilanak Mangga Dua. Seni pertunjukan yang terselenggara pada 3 Juni 2023 itu sebagai bagian dalam upaya memperkenalkan dan melestarikan budaya Sunda.
Renitasari Adrian, Program Director Galeri Indonesia Kaya, berharap bahwa pementasan itu dapat menambah wawasan para penikmat seni pertunjukan yang ada di dalam negeri tentang keberagaman budaya Indonesia.
Baca juga: Pergulatan Batin Perempuan dalam Pertunjukan Teater Boneka "Jalinan Kusam di Lemari Sosi"
“Kolaborasi antara Ary Kirana dan Kelompok Sandiwara Miss Tjitjih ini merupakan salah satu upaya kami untuk mengenalkan serta mengingatkan kembali para penikmat seni dengan kebudayaan Sunda yang dibalut dengan sentuhan komedi,” katanya dalam rilis yang diterima Hypeabis.id.
Dia menuturkan, pementasan teater bertajuk Kuntilanak Mangga Dua berhasil menyampaikan pesan dan nilai kebudayaan kepada penontonnya dalam pertunjukan selama sekitar 60 menit di Auditorium Galeri Indonesia Kaya.
Tidak hanya itu, pertunjukan ini juga mampu menghibur para penikmat seni teater dengan reaksi mereka yang tertawa ketika menyaksikannya. Kuntilanak Mangga Dua bercerita tentang seorang pemuda pekerja keras dan jujur yang bernama Tisna.
Sang pemuda memiliki niat untuk membahagiakan sang kekasih bernama Acih. Setelah menikah, Tisna dan Acih pindah dari kampung halaman ke Jakarta. Di ibu kota negara ini, mereka berdua menempati sebuah rumah yang angker.
Dalam pertunjukan ini, Ary Kirana mendapatkan amanah untuk memainkan karakter Acih yang tinggal bersama dengan sang suami di rumah yang menyeramkan. Ary menuturkan, peran yang diperoleh sebagai Acih mengasah kemampuan yang dimiliki dalam berimprovisasi tanpa naskah dan menjadi sebuah pengalaman yang menyenangkan serta cukup menantang.
Untuk diketahui, Kelompok Sandiwara Miss Tjitjih berawal dari seorang gadis asli Sumedang, Jawa Barat, yang bernama Tjitjih. Sang perempuan bergabung dengan Opera Valencia yang dipimpin oleh Abu Bakar Bafagih pada 1926.
Tjitjih adalah seorang wanita seniman yang memiliki paras cantik, kreatif, dan penuh disiplin dalam berkesenian. Perubahan nama dari Opera Valencia menjadi Miss Tjitjih Toneel Geelschap pada 1928 silam merupakan bentuk penghargaan kelompok tersebut terhadap sang seniman.
Kelompok opera terseebut pada awal menggunakan bahasa pengantar Melayu dan lantas berubah memamakai bahasa Sunda sebagai pengantar pertunjukan.
Dalam laman ensiklopedia Kemdikbud, kelompok ini juga kerap menonjolkan seni Sunda selain bahasanya. Dengan begitu, maka dapat dikatakan bahwa grup sandiwara itu mengalami perubahan menjadi seni Sunda dan merupakan perkumpulan sandiwara Sunda pertama.
Perubahan tersebut memungkinkan sejumlah seniman masuk menjadi bagiannya sebagai pendukung pertunjukan, seperti Edah, Enah, Suhanda, Suheri, Surya, Kanta, Dudung, Igun (pelawak), Mini, dan Rokayah.
Mereka mengadakan pertunjukan dari satu tempat ke tempat lainnya atau berkeliling, seperti Serang, Jakarta, Purwakarta, Cirebon, Tegal, Pekalongan, dan sebagainya. Mereka mengadakan pertunjukan selama 1 – 6 bulan di setiap tempatnya.
Baca juga: Semangat Happy Salma Memperkenalkan Sastra Lewat Media Teater
Lakon-lakon yang biasa dibawakan oleh kelompok ini seperti Gelung Ciyoda (sanggul Ciyoda), Gelung Cianjur (gelung Cianjur), Gejed Milo, Karnadi Bandar Bangkong (Karnadi Saudagar Kodok), Eulis Acih, Gagak Solo, Srigawa, Bentang Jaarbeurs (Bintang Jaarbeurs), dan sebagainya. Kelompok sandiwara ini sebagian membawakan lakon dari karya sastra Sunda.
Mereka biasanya pentas di gedung bioskop, alun-alun, pasar, atau lapangan yang kosong. Kelompok sandiwara ini juga tercatat pernah diundang untuk mempertunjukan seni tari di Istana Bogor pada 1931 dan seni sandiwara di Keraton Kanoman pada 1933.
Editor: Fajar Sidik
Renitasari Adrian, Program Director Galeri Indonesia Kaya, berharap bahwa pementasan itu dapat menambah wawasan para penikmat seni pertunjukan yang ada di dalam negeri tentang keberagaman budaya Indonesia.
Baca juga: Pergulatan Batin Perempuan dalam Pertunjukan Teater Boneka "Jalinan Kusam di Lemari Sosi"
“Kolaborasi antara Ary Kirana dan Kelompok Sandiwara Miss Tjitjih ini merupakan salah satu upaya kami untuk mengenalkan serta mengingatkan kembali para penikmat seni dengan kebudayaan Sunda yang dibalut dengan sentuhan komedi,” katanya dalam rilis yang diterima Hypeabis.id.
Dia menuturkan, pementasan teater bertajuk Kuntilanak Mangga Dua berhasil menyampaikan pesan dan nilai kebudayaan kepada penontonnya dalam pertunjukan selama sekitar 60 menit di Auditorium Galeri Indonesia Kaya.
Salah satu adegan dalam pertunjukan Kuntilanak Mangga Dua (Sumber gambar: Indonesia Kaya)
Tidak hanya itu, pertunjukan ini juga mampu menghibur para penikmat seni teater dengan reaksi mereka yang tertawa ketika menyaksikannya. Kuntilanak Mangga Dua bercerita tentang seorang pemuda pekerja keras dan jujur yang bernama Tisna.
Sang pemuda memiliki niat untuk membahagiakan sang kekasih bernama Acih. Setelah menikah, Tisna dan Acih pindah dari kampung halaman ke Jakarta. Di ibu kota negara ini, mereka berdua menempati sebuah rumah yang angker.
Dalam pertunjukan ini, Ary Kirana mendapatkan amanah untuk memainkan karakter Acih yang tinggal bersama dengan sang suami di rumah yang menyeramkan. Ary menuturkan, peran yang diperoleh sebagai Acih mengasah kemampuan yang dimiliki dalam berimprovisasi tanpa naskah dan menjadi sebuah pengalaman yang menyenangkan serta cukup menantang.
“Semoga kolaborasi kami dapat menghibur dan diterima dengan baik oleh para penikmat seni,” ujarnya.
Untuk diketahui, Kelompok Sandiwara Miss Tjitjih berawal dari seorang gadis asli Sumedang, Jawa Barat, yang bernama Tjitjih. Sang perempuan bergabung dengan Opera Valencia yang dipimpin oleh Abu Bakar Bafagih pada 1926.
Tjitjih adalah seorang wanita seniman yang memiliki paras cantik, kreatif, dan penuh disiplin dalam berkesenian. Perubahan nama dari Opera Valencia menjadi Miss Tjitjih Toneel Geelschap pada 1928 silam merupakan bentuk penghargaan kelompok tersebut terhadap sang seniman.
Kelompok opera terseebut pada awal menggunakan bahasa pengantar Melayu dan lantas berubah memamakai bahasa Sunda sebagai pengantar pertunjukan.
Dalam laman ensiklopedia Kemdikbud, kelompok ini juga kerap menonjolkan seni Sunda selain bahasanya. Dengan begitu, maka dapat dikatakan bahwa grup sandiwara itu mengalami perubahan menjadi seni Sunda dan merupakan perkumpulan sandiwara Sunda pertama.
Salah satu adegan dalam pertunjukan Kuntilanak Mangga Dua (Sumber gambar: Indonesia Kaya)
Perubahan tersebut memungkinkan sejumlah seniman masuk menjadi bagiannya sebagai pendukung pertunjukan, seperti Edah, Enah, Suhanda, Suheri, Surya, Kanta, Dudung, Igun (pelawak), Mini, dan Rokayah.
Mereka mengadakan pertunjukan dari satu tempat ke tempat lainnya atau berkeliling, seperti Serang, Jakarta, Purwakarta, Cirebon, Tegal, Pekalongan, dan sebagainya. Mereka mengadakan pertunjukan selama 1 – 6 bulan di setiap tempatnya.
Baca juga: Semangat Happy Salma Memperkenalkan Sastra Lewat Media Teater
Lakon-lakon yang biasa dibawakan oleh kelompok ini seperti Gelung Ciyoda (sanggul Ciyoda), Gelung Cianjur (gelung Cianjur), Gejed Milo, Karnadi Bandar Bangkong (Karnadi Saudagar Kodok), Eulis Acih, Gagak Solo, Srigawa, Bentang Jaarbeurs (Bintang Jaarbeurs), dan sebagainya. Kelompok sandiwara ini sebagian membawakan lakon dari karya sastra Sunda.
Mereka biasanya pentas di gedung bioskop, alun-alun, pasar, atau lapangan yang kosong. Kelompok sandiwara ini juga tercatat pernah diundang untuk mempertunjukan seni tari di Istana Bogor pada 1931 dan seni sandiwara di Keraton Kanoman pada 1933.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.