Semangat Happy Salma Memperkenalkan Sastra Lewat Media Teater
03 May 2023 |
16:06 WIB
Seni pertunjukkan teater saat ini makin bergairah seiring dengan terbukanya ruang-ruang kolaboratif dari berbagai kelompok sehingga ikut mendorong terbentuknya ekosistem teater di Indonesia. Terlebih para penonton kian antusiasme menikmati seni teater terlihat dari bangku penonton yang hampir selalu penuh.
Hal ini tidak lepas dari karya seni teater di Indonesia yang saat ini sudah sangat kaya akan berbagai genre sehingga penonton memiliki banyak pilihan tontonan sekaligus memperkaya pengetahuan.
Baca juga: Pergulatan Batin Perempuan dalam Pertunjukan Teater Boneka "Jalinan Kusam di Lemari Sosi"
Demikian diakui oleh produser teater dan pendiri Titimangsa Foundation, Happy Salma, yang melihat adanya kegairahan dalam seni pertunjukan teater dalam 10 tahun terakhir ini. Melihat kondisi tersebut, Happy berupaya untuk terus konsisten menghadirkan seni pertunjukkan teater lewat Titimangsa Foundation.
Happy mengaku senang mengadaptasi karya sastra ke dalam pertunjukkan teater. Hal ini tidak lepas dari kecintaannya terhadap dunia sastra. Bahkan terbentuknya Titimangsa Foundation sekaligus menjadi wadah untuk menghidupkan kembali serta menyebarkan semangat dan ideologi dari sebuah karya sastra secara lebih luas melalui seni pertunjukkan teater.
“Saya lebih memilih teater dibandingkan film atau serial televisi untuk mengalih wahanakan karya sastra karena teater itu lebih fleksibel,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Adapun karya sastra yang sering dipentaskan terutama yang berpusat pada kekuatan perempuan dimana perempuan memiliki suara yang sama dengan laki-laki. Selain itu juga yang mengangkat kisah sejarah masa lampau yang memiliki korelasi dengan zaman masa kini. Misalnya saja pertunjukan teater Bunga Penutup Abad yang diadaptasi dari roman Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer.
Saat mengadaptasi sebuah karya sastra, hal penting yang harus dilakukan adalah melakukan eksplorasi dan penafsiran untuk mencari intisari dari cerita tersebut. Sebab tidak mungkin langsung dilakukan proses alih wahana secara penuh dari buku ke dalam pertunjukkan selama 2 jam di atas panggung.
“Maka kita harus memeras intisari apa yang ingin disampaikan oleh penulis lalu dijadikan sebagai satu nafas yang menjadi pegangan untuk dibuatkan menjadi naskah dan dipentaskan di atas panggung teater,” jelasnya.
Namun, dalam proses adaptasi hal yang menantang justru bukan soal menarik intisari dari cerita dan teks sastra, tetapi bagaimana untuk dapat lebih menyesuaikan kisahnya dengan bahasa kekinian sehingga lebih relevan dan terasa lebih dekat dengan penonton.
Dalam 15 tahun perjalanannya, Titimangsa memang telah menjadi wadah yang berupaya menghidupkan dan menggelorakan karya-karya sastra, kepenulisan, dan seni pertunjukkan di Tanah Air. Terhitung sejak pertama kali didirikan pada 2007 hingga 2022, Titimangsa telah mementaskan 61 pertunjukkan teater yang sebagian besar merupakan hasil adaptasi atau alih wahana karya sastra Indonesia.
Adapun beberapa karya yang sudah diproduksi antara lain pementasan Monolog Inggit (2011 -- 2014), pentas teater Wayang Orang Rock Ekalaya (2014), pementasan Bunga Penutup Abad (2016, 2017, 2018), pementasan Perempuan Perempuan Chairil (2017), teater tari Citraresmi (2017), teater musikal Inggit Garnasih (2022), seri monolog Di Tepi Sejarah Musim Kedua (2022), dan lain sebagainya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Hal ini tidak lepas dari karya seni teater di Indonesia yang saat ini sudah sangat kaya akan berbagai genre sehingga penonton memiliki banyak pilihan tontonan sekaligus memperkaya pengetahuan.
Baca juga: Pergulatan Batin Perempuan dalam Pertunjukan Teater Boneka "Jalinan Kusam di Lemari Sosi"
Demikian diakui oleh produser teater dan pendiri Titimangsa Foundation, Happy Salma, yang melihat adanya kegairahan dalam seni pertunjukan teater dalam 10 tahun terakhir ini. Melihat kondisi tersebut, Happy berupaya untuk terus konsisten menghadirkan seni pertunjukkan teater lewat Titimangsa Foundation.
Happy mengaku senang mengadaptasi karya sastra ke dalam pertunjukkan teater. Hal ini tidak lepas dari kecintaannya terhadap dunia sastra. Bahkan terbentuknya Titimangsa Foundation sekaligus menjadi wadah untuk menghidupkan kembali serta menyebarkan semangat dan ideologi dari sebuah karya sastra secara lebih luas melalui seni pertunjukkan teater.
“Saya lebih memilih teater dibandingkan film atau serial televisi untuk mengalih wahanakan karya sastra karena teater itu lebih fleksibel,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Adapun karya sastra yang sering dipentaskan terutama yang berpusat pada kekuatan perempuan dimana perempuan memiliki suara yang sama dengan laki-laki. Selain itu juga yang mengangkat kisah sejarah masa lampau yang memiliki korelasi dengan zaman masa kini. Misalnya saja pertunjukan teater Bunga Penutup Abad yang diadaptasi dari roman Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer.
Saat mengadaptasi sebuah karya sastra, hal penting yang harus dilakukan adalah melakukan eksplorasi dan penafsiran untuk mencari intisari dari cerita tersebut. Sebab tidak mungkin langsung dilakukan proses alih wahana secara penuh dari buku ke dalam pertunjukkan selama 2 jam di atas panggung.
“Maka kita harus memeras intisari apa yang ingin disampaikan oleh penulis lalu dijadikan sebagai satu nafas yang menjadi pegangan untuk dibuatkan menjadi naskah dan dipentaskan di atas panggung teater,” jelasnya.
Namun, dalam proses adaptasi hal yang menantang justru bukan soal menarik intisari dari cerita dan teks sastra, tetapi bagaimana untuk dapat lebih menyesuaikan kisahnya dengan bahasa kekinian sehingga lebih relevan dan terasa lebih dekat dengan penonton.
Dalam 15 tahun perjalanannya, Titimangsa memang telah menjadi wadah yang berupaya menghidupkan dan menggelorakan karya-karya sastra, kepenulisan, dan seni pertunjukkan di Tanah Air. Terhitung sejak pertama kali didirikan pada 2007 hingga 2022, Titimangsa telah mementaskan 61 pertunjukkan teater yang sebagian besar merupakan hasil adaptasi atau alih wahana karya sastra Indonesia.
Adapun beberapa karya yang sudah diproduksi antara lain pementasan Monolog Inggit (2011 -- 2014), pentas teater Wayang Orang Rock Ekalaya (2014), pementasan Bunga Penutup Abad (2016, 2017, 2018), pementasan Perempuan Perempuan Chairil (2017), teater tari Citraresmi (2017), teater musikal Inggit Garnasih (2022), seri monolog Di Tepi Sejarah Musim Kedua (2022), dan lain sebagainya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.