Mengenal Lebih Dekat Rosihan Anwar, Begawan Pers Berjiwa Seniman
10 May 2023 |
15:25 WIB
1
Like
Like
Like
Nama Rosihan Anwar sebagai tokoh pers tentu dikenal masyarakat Indonesia sebagai jurnalis cempiang. Pendekar pena yang selalu setia untuk menulis itu lahir pada 10 Mei 1922, tepat hari ini seratus satu tahun silam di Kubang Nan Dua, Sumatera Barat.
Semasa hidup, Rosihan adalah jurnalis yang ditunggu-tunggu pembaca surat kabar. Sebab, dengan ingatannya yang tajam serta kepiawaiannya merangkai kata selalu menghadirkan artikel yang membuat 'kenyang' khalayak luas.
Baca juga: Hari Pers Nasional, Simak Profil 5 Jurnalis Perempuan Berpengaruh pada Masa Kemerdekaan
Tak hanya itu, hampir tidak ada tokoh tersohor di Tanah Air dari generasi pendahulu yang tak pernah bersinggungan secara pribadi dengannya. Rosihan merupakan ensiklopedi berjalan sekaligus begawan pers yang tiada duanya di Tanah Air.
Rosihan merupakan anak keempat dari sepuluh bersaudara pasangan Anwar Maharaja Sutan dan Siti Safiah. Lahir di keluarga bangsawan tak urung membuat Rosihan mengenyam pendidikan tinggi. Termasuk sekolah rakyat (HIS) dan SMP (MULO) di Padang, hingga berlanjut di AMS Yogyakarta.
Rosihan memulai kariernya sebagai reporter di majalah Asia Raya pada masa pendudukan Jepang. Dia pun sempat menjadi pemimpin redaksi majalah Siasat (1947-1957) dan Pedoman (1948-1961), serta bekerja di sebagai redaktur di Harian Merdeka.
Namun, saat berusia 25 tahun Rosihan memilih untuk menerbitkan medianya sendiri yang diberi nama Siasat. Pada 1948 dia juga menerbitkan surat kabar bernama Pedoman meski akhirnya dibredel oleh Orde Lama pada 1961 karena kurang begitu disukai oleh Bung Karno.
Namun, pembredelan tersebut tak menyurutkan niat Rosihan untuk mengolah informasi menjadi artikel yang bernas. Imbas penutupan tersebut justru Rosihan menjadi kolumnis untuk sejumlah majalah, termasuk Kompas, KAMI, Business News, dan Asia Week.
Tujuh tahun kemudian, setelah melemahnya pengaruh Bung Besar dan menancapnya kekuasaan daripada Soeharto, Majalah Pedoman dihidupkan lagi oleh Rosihan. Dari sinilah lelaki yang hobi menghisap cerutu bermerek Schimmel Penning itu kembali menggebrak jurnalisme Indonesia.
Kiprah Rosihan Anwar tidak hanya berhenti di dunia jurnalistik. Persahabatannya dengan Usmar Ismail juga membuat Rosihan mencintai sinema. Bahkan, adik dari Bapak Perfilman Indonesia itu, yakni Siti Zuraida juga dipersunting Rosihan pada tahun 1947.
Hal inilah yang kemudian membuat Rosihan semakin akrab dengan Usmar Ismail hingga diajak main film Darah dan Doa sebagai cameo. Namun, tak hanya di film karya Usmar saja Rosihan memamerkan kepiawaiannya beradu akting, bahkan dia juga sempat memproduseri film Terimalah Laguku yang dibesut oleh D.Djajakusuma.
Menurut laman filmindonesia.or.id, Rosihan tercatat pernah menjadi figuran untuk film Tjoet Nja Dhien (1986) sebagai Habib Meulaboh, Big Village (1969) sebagai Hakim pengadilan negeri, dan Lagi-lagi Krisis (1955) sebagai calon atase kebudayaan.
Tak hanya itu, Rosihan juga sering menulis puisi dan mempublikasikannya di berbagai media massa. Seperti surat kabar Asia Raya, Merdeka, dan majalah mingguan Siasat. Beberapa puisinya lalu dimasukkan H.B. Jassin ke dalam buku bertajuk Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang (1948).
Rosihan juga menerjemahkan puisi-puisi asing, salah satunya karya pahlawan asal Filipina Yose Rizal, yang berjudul Mi Ultimo Adios. Dikutip dari Badan Bahasa, karya ini diterjemahkan menjadi buku puisi berjudul Selamat Tinggal, yang menurut beberapa kritikus dianggap sebagai puisi yang berhasil.
Semasa hidupnya, Rosihan dikenal sebagai sosok yang tak pernah berhenti berkarya. Pendiri Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ini pun dikenal sebagai penulis obituari yang handal lewat persinggungannya dengan banyak tokoh tersohor di Tanah Air. Rosihan meninggal pada 14 April 2019 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Baca juga: Begini Cikal Bakal Pers Indonesia & Peringatan HPN yang Diperingati Tiap 9 Februari
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Semasa hidup, Rosihan adalah jurnalis yang ditunggu-tunggu pembaca surat kabar. Sebab, dengan ingatannya yang tajam serta kepiawaiannya merangkai kata selalu menghadirkan artikel yang membuat 'kenyang' khalayak luas.
Baca juga: Hari Pers Nasional, Simak Profil 5 Jurnalis Perempuan Berpengaruh pada Masa Kemerdekaan
Tak hanya itu, hampir tidak ada tokoh tersohor di Tanah Air dari generasi pendahulu yang tak pernah bersinggungan secara pribadi dengannya. Rosihan merupakan ensiklopedi berjalan sekaligus begawan pers yang tiada duanya di Tanah Air.
Kiprah Rosihan Anwar
Rosihan merupakan anak keempat dari sepuluh bersaudara pasangan Anwar Maharaja Sutan dan Siti Safiah. Lahir di keluarga bangsawan tak urung membuat Rosihan mengenyam pendidikan tinggi. Termasuk sekolah rakyat (HIS) dan SMP (MULO) di Padang, hingga berlanjut di AMS Yogyakarta.Rosihan memulai kariernya sebagai reporter di majalah Asia Raya pada masa pendudukan Jepang. Dia pun sempat menjadi pemimpin redaksi majalah Siasat (1947-1957) dan Pedoman (1948-1961), serta bekerja di sebagai redaktur di Harian Merdeka.
Namun, saat berusia 25 tahun Rosihan memilih untuk menerbitkan medianya sendiri yang diberi nama Siasat. Pada 1948 dia juga menerbitkan surat kabar bernama Pedoman meski akhirnya dibredel oleh Orde Lama pada 1961 karena kurang begitu disukai oleh Bung Karno.
Namun, pembredelan tersebut tak menyurutkan niat Rosihan untuk mengolah informasi menjadi artikel yang bernas. Imbas penutupan tersebut justru Rosihan menjadi kolumnis untuk sejumlah majalah, termasuk Kompas, KAMI, Business News, dan Asia Week.
Tujuh tahun kemudian, setelah melemahnya pengaruh Bung Besar dan menancapnya kekuasaan daripada Soeharto, Majalah Pedoman dihidupkan lagi oleh Rosihan. Dari sinilah lelaki yang hobi menghisap cerutu bermerek Schimmel Penning itu kembali menggebrak jurnalisme Indonesia.
Jurnalis Berjiwa Seniman
Kiprah Rosihan Anwar tidak hanya berhenti di dunia jurnalistik. Persahabatannya dengan Usmar Ismail juga membuat Rosihan mencintai sinema. Bahkan, adik dari Bapak Perfilman Indonesia itu, yakni Siti Zuraida juga dipersunting Rosihan pada tahun 1947.Hal inilah yang kemudian membuat Rosihan semakin akrab dengan Usmar Ismail hingga diajak main film Darah dan Doa sebagai cameo. Namun, tak hanya di film karya Usmar saja Rosihan memamerkan kepiawaiannya beradu akting, bahkan dia juga sempat memproduseri film Terimalah Laguku yang dibesut oleh D.Djajakusuma.
Menurut laman filmindonesia.or.id, Rosihan tercatat pernah menjadi figuran untuk film Tjoet Nja Dhien (1986) sebagai Habib Meulaboh, Big Village (1969) sebagai Hakim pengadilan negeri, dan Lagi-lagi Krisis (1955) sebagai calon atase kebudayaan.
Tak hanya itu, Rosihan juga sering menulis puisi dan mempublikasikannya di berbagai media massa. Seperti surat kabar Asia Raya, Merdeka, dan majalah mingguan Siasat. Beberapa puisinya lalu dimasukkan H.B. Jassin ke dalam buku bertajuk Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang (1948).
Rosihan juga menerjemahkan puisi-puisi asing, salah satunya karya pahlawan asal Filipina Yose Rizal, yang berjudul Mi Ultimo Adios. Dikutip dari Badan Bahasa, karya ini diterjemahkan menjadi buku puisi berjudul Selamat Tinggal, yang menurut beberapa kritikus dianggap sebagai puisi yang berhasil.
Semasa hidupnya, Rosihan dikenal sebagai sosok yang tak pernah berhenti berkarya. Pendiri Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ini pun dikenal sebagai penulis obituari yang handal lewat persinggungannya dengan banyak tokoh tersohor di Tanah Air. Rosihan meninggal pada 14 April 2019 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Baca juga: Begini Cikal Bakal Pers Indonesia & Peringatan HPN yang Diperingati Tiap 9 Februari
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.