Wahai Kolektor Muda, Begini Tip Mengoleksi Karya Seni yang Harus Kalian Ketahui
30 April 2023 |
22:51 WIB
Kemunculan para kolektor muda semakin meramaikan pasar seni global, tak terkecuali di Indonesia. Laporan dari Art Basel & UBS pada 2021 menemukan bahwa kolektor utama di pasar seni global pada 2020 adalah kolektor muda. Laporan itu menyebut bahwa 30 persen kolektor dari generasi milenial (24-39 tahun), menghabiskan lebih dari US$1 juta untuk karya seni.
Bahkan, mereka memiliki pengeluaran rata-rata US$228.000 per tahunnya untuk koleksi karya seni. Namun, tak sedikit kalangan muda yang mungkin saja baru memulai untuk mengoleksi karya, sehingga perlu beberapa kiat khusus sebelum membeli karya.
Baca juga: Pasar Seni Rupa Mulai Bergairah, Kolektor Baru Serbu Pameran
Ketika seseorang memutuskan untuk membeli karya seni, umumnya berangkat dari rasa suka dan ketertarikan terhadap karya itu sendiri. Pemilihan jenis lukisan pun akan sangat bergantung dengan selera, referensi, dan pengalaman masing-masing orang. Namun, di samping rasa suka, penting juga untuk membekali diri dengan pemahaman akan seni sebelum mengoleksi karya.
Kurator Kuss Indarto mengatakan sebelum mengoleksi karya, setidaknya kolektor harus punya dua modal utama yakni rasa ketertarikan yang kuat dan sistem pengetahuan terhadap karya seni yang akan dibeli. Hal ini pun bergantung dengan latar belakang dan referensi masing-masing kolektor.
"Jadi latar belakang profesi, sosial, pendidikan, dan lingkungan itu sangat punya pengaruh pada keinginan kreatif dari koleksi karya seni para kolektor saat ini," katanya kepada Hypeabis.id.
Ketika membeli karya seni, seorang kolektor juga berhak untuk mendapatkan sertifikat keaslian yang menjadi penanda bahwa karya yang dibeli merupakan buah karya orisinal dari sang seniman. Dengan begitu, ketika nama sang seniman kian populer pada masa mendatang, kolektor sudah memiliki jaminan untuk memastikan bahwa karya yang dimilikinya original.
Jika dahulu penjualan karya berfokus pada ruang-ruang fisik dari galeri, pameran, atau balai lelang, kini para kolektor juga sudah mulai bisa membeli karya seni melalui berbagai platform daring. Terkait hal ini, Kuss menilai bahwa sebagian besar kolektor di Indonesia masih cenderung membeli karya seni secara tatap muka yang merupakan hasil dari pengamatan kolektor secara langsung di berbagai acara seni rupa.
"Sepengetahuanku kolektor-kolektor di Indonesia masih lebih percaya [transaksi] secara fisik karena bisa menjadi prestise. Misalnya membeli karya langsung di pameran di Hong Kong itu kan dinilai prestise," katanya.
Pada kesempatan terpisah, Maya Sujatmiko selaku Ketua Asosiasi Galeri Seni Rupa Indonesia (AGSI) menuturkan di samping memiliki rasa ketertarikan yang kuat, penting bagi kolektor untuk melakukan riset sehingga memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengoleksi karya seni terlebih untuk jangka waktu yang panjang. Pengetahuan yang dimaksud bisa meliputi mulai dari seni secara umum hingga profil seniman itu sendiri.
Menurutnya, hal itu bisa didapatkan ketika kolektor giat untuk mengikuti kegiatan-kegiatan seni rupa seperti datang ke galeri, pameran, atau balai lelang. "Riset itu nomor satu dimana kita membekali diri sendiri sebelum melihat atau bahkan lebih jauh lagi untuk mengoleksi karya, bukan hanya sekadar suka," katanya.
Sementara itu, kondisi pasar seni global pada tahun ini diprediksi terus membaik seiring semakin meredanya pandemi. Tahun 2022 menjadi pembuka kembali bergeraknya pasar yang sampai saat ini masih tampak semarak. Hal ini salah satunya dilatarbelakangi kembali masifnya gelaran pameran seni rupa tatap muka di berbagai belahan dunia.
Laporan bertajuk A Survey of Global Collecting in 2022 dari Art Basel dan UBS menyebutkan bahwa jumlah gelaran pameran seni tatap muka secara global pada 2022 mencapai 338 acara. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2021 yang mencatatkan 253 pameran seni rupa.
Dari segi penjualan, total pendapatan impor karya seni dan barang antik secara global pada 2022 juga mengalami kenaikan sebesar 19 persen dari tahun 2021, yang mencatatkan pendapatan sebesar US$32 miliar. Begitupun dengan pendapatan ekspor yang meningkat sebesar 47 persen dengan total pendapatan sebesar US$40 miliar.
Terlepas dari ketidakpastian pandemi, resesi, hingga konflik dunia, sebagian besar kolektor global masih menaruh minat yang besar untuk mengoleksi karya seni. Sebanyak 55 persen responden dalam survei yang sama mengaku berencana untuk membeli karya seni pada tahun ini.
Baca juga: Kehadiran Kolektor Muda Bawa Gairah Baru untuk Pasar Seni
Di sisi lain, kondisi pasar seni yang semarak juga tampak di Indonesia. Meski tidak ada laporan statistik yang spesifik, pasar seni di Tanah Air terus bergerak yang disulut dengan sejumlah pameran seni baik tingkat nasional maupun internasional.
Editor: Fajar Sidik
Bahkan, mereka memiliki pengeluaran rata-rata US$228.000 per tahunnya untuk koleksi karya seni. Namun, tak sedikit kalangan muda yang mungkin saja baru memulai untuk mengoleksi karya, sehingga perlu beberapa kiat khusus sebelum membeli karya.
Baca juga: Pasar Seni Rupa Mulai Bergairah, Kolektor Baru Serbu Pameran
Ketika seseorang memutuskan untuk membeli karya seni, umumnya berangkat dari rasa suka dan ketertarikan terhadap karya itu sendiri. Pemilihan jenis lukisan pun akan sangat bergantung dengan selera, referensi, dan pengalaman masing-masing orang. Namun, di samping rasa suka, penting juga untuk membekali diri dengan pemahaman akan seni sebelum mengoleksi karya.
Kurator Kuss Indarto mengatakan sebelum mengoleksi karya, setidaknya kolektor harus punya dua modal utama yakni rasa ketertarikan yang kuat dan sistem pengetahuan terhadap karya seni yang akan dibeli. Hal ini pun bergantung dengan latar belakang dan referensi masing-masing kolektor.
"Jadi latar belakang profesi, sosial, pendidikan, dan lingkungan itu sangat punya pengaruh pada keinginan kreatif dari koleksi karya seni para kolektor saat ini," katanya kepada Hypeabis.id.
Ketika membeli karya seni, seorang kolektor juga berhak untuk mendapatkan sertifikat keaslian yang menjadi penanda bahwa karya yang dibeli merupakan buah karya orisinal dari sang seniman. Dengan begitu, ketika nama sang seniman kian populer pada masa mendatang, kolektor sudah memiliki jaminan untuk memastikan bahwa karya yang dimilikinya original.
Jika dahulu penjualan karya berfokus pada ruang-ruang fisik dari galeri, pameran, atau balai lelang, kini para kolektor juga sudah mulai bisa membeli karya seni melalui berbagai platform daring. Terkait hal ini, Kuss menilai bahwa sebagian besar kolektor di Indonesia masih cenderung membeli karya seni secara tatap muka yang merupakan hasil dari pengamatan kolektor secara langsung di berbagai acara seni rupa.
"Sepengetahuanku kolektor-kolektor di Indonesia masih lebih percaya [transaksi] secara fisik karena bisa menjadi prestise. Misalnya membeli karya langsung di pameran di Hong Kong itu kan dinilai prestise," katanya.
Ilustrasi seseorang yang sedang menikmati karya seni (Sumber gambar: Tanya Pro/Unsplash)
Menurutnya, hal itu bisa didapatkan ketika kolektor giat untuk mengikuti kegiatan-kegiatan seni rupa seperti datang ke galeri, pameran, atau balai lelang. "Riset itu nomor satu dimana kita membekali diri sendiri sebelum melihat atau bahkan lebih jauh lagi untuk mengoleksi karya, bukan hanya sekadar suka," katanya.
Sementara itu, kondisi pasar seni global pada tahun ini diprediksi terus membaik seiring semakin meredanya pandemi. Tahun 2022 menjadi pembuka kembali bergeraknya pasar yang sampai saat ini masih tampak semarak. Hal ini salah satunya dilatarbelakangi kembali masifnya gelaran pameran seni rupa tatap muka di berbagai belahan dunia.
Laporan bertajuk A Survey of Global Collecting in 2022 dari Art Basel dan UBS menyebutkan bahwa jumlah gelaran pameran seni tatap muka secara global pada 2022 mencapai 338 acara. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2021 yang mencatatkan 253 pameran seni rupa.
Dari segi penjualan, total pendapatan impor karya seni dan barang antik secara global pada 2022 juga mengalami kenaikan sebesar 19 persen dari tahun 2021, yang mencatatkan pendapatan sebesar US$32 miliar. Begitupun dengan pendapatan ekspor yang meningkat sebesar 47 persen dengan total pendapatan sebesar US$40 miliar.
Terlepas dari ketidakpastian pandemi, resesi, hingga konflik dunia, sebagian besar kolektor global masih menaruh minat yang besar untuk mengoleksi karya seni. Sebanyak 55 persen responden dalam survei yang sama mengaku berencana untuk membeli karya seni pada tahun ini.
Baca juga: Kehadiran Kolektor Muda Bawa Gairah Baru untuk Pasar Seni
Di sisi lain, kondisi pasar seni yang semarak juga tampak di Indonesia. Meski tidak ada laporan statistik yang spesifik, pasar seni di Tanah Air terus bergerak yang disulut dengan sejumlah pameran seni baik tingkat nasional maupun internasional.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.