IIustrasi Remy Sylado (sumber gambar Perpustakaan Jakarta Cikini)

Momen Penting Kiprah Sastrawan Remy Sylado & Karyanya di Belantika Seni Indonesia

26 March 2023   |   22:28 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Nama Remy Sylado tidak bisa dilepaskan dari khazanah sastra Indonesia. Penyair ini telah mendobrak belantika seni di Indonesia dengan puisi mbeling dan album musiknya, Orexas sebagai bentuk pemberontakan terhadap tatanan masyarakat yang kaku pada dekade 1970-an.

Hal itu tercermin pada pameran Remy Sylado, 23761, di lantai 4 perpustakaan Jakarta Cikini dan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin. Berlangsung dari 17 Maret sampai 7 April 2023 pameran ini menampilkan memorabilia, manuskrip, lukisan, dan karya-karya seniman nyentrik itu.

Sebagai seniman serba bisa, Remy Sylado tidak hanya dikenal sebagai sastrawan. Sosok bernama lengkap Yusbal Anak Perang Imanuel Panda Abdiel Tambayong ini juga seorang jurnalis, ilustrator, penerjemah, sutradara teater, juga seorang munsyi atau ahli bahasa.

Dihimpun dari linimasa pameran Remy Sylado, 23761 berikut momen-momen penting perjalanan hidup Remy yang tutup usia saat berusia 77 tahun pada 12 Desember 2022, setelah dua tahun menderita strok. 

Baca juga: Menjaga Warisan Pelopor Puisi Mbeling Lewat Pameran Remy Sylado 23761
 

Remy Sylado lahir di Malino, Makassar Sulawesi Selatan dari pasangan Johannes Hendrik Tambajong dan Juliana Caterina Panda pada 12 Juli 1945. Dia menamatkan sekolah dasar di Makassar lalu melanjutkan pendidikannya di Semarang pada 1954. Di Ibu kota Jawa Tengah inilah Remy mulai menggeluti dunia seni.

Adapun, pentas pertama Remy sebagai seorang sutradara adalah lewat drama berjudul Midsummer Night's Dream karya Shakespeare pada 1959. Setelahnya Remy juga sempat belajar di Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI), Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), Solo, dan Akademi Bahasa Asing di Jakarta.

Setelah sukses menggelar berbagai pementasan, Remy tidak cepat berpuas diri. Pada dekade 1970-an dia kembali mendobrak jagat sastra Indonesia dengan puisi mbeling yang diproklamirkan lewat majalah Aktuil dan banyak memengaruhi penyair di Tanah Air, termasuk Yudhistira AN hingga sastrawan Seno Gumira Ajidarma.

"Saya memilih kata mbeling, sebab dalam bahasa Jawa memiliki makna nakal tapi sembodo. Ini beda dengan sikap pemberontakan Rendra terhadap kemapanan lewat kemah kaum urakan yang digelar di Yogyakarta," papar Remy dalam orasi sastra mengenang Rendra di Taman Ismail Marzuki.
 

lini masa pernikahan Remy Sylado (sumber gambar Hypeabis.id/ Prasetyo Agung)

lini masa pernikahan Remy Sylado (sumber gambar Hypeabis.id/ Prasetyo Agung)

Tak lama setelah itu, pada 1976, Remy menikah dengan Marie Louise. Momen pengikatan jiwa ini pun berlangsung dengan unik. Pasalnya, kedua pengantin saat upacara pernikahan mengenakan pakaian dengan tema hitam putih layaknya karya-karya lukis yang dibuat oleh Remy, yang identik dengan warna tersebut. 

Selain aktif menulis puisi, prosa, dan melukis, Remy juga dikenal sebagai aktor yang cempiang saat berakting di depan layar atau di atas panggung. Hal ini terbukti saat dia dinominasikan sebagai Aktor Pendukung Terbaik Festival Film Indonesia (FFI) lewat film Tinggal Sesaat Lagi pada 1986.

Setahun kemudian, di kembali dinominasikan sebagai Aktor Pendukung Terbaik dalam festival yang sama lewat film Akibat Kanker Payudara yang disutradarai oleh Frank Rorimpandey. Tak hanya itu, pada 1990 Remy kembali mendapat nominasi yang sama lewat film 2 dari 3 Laki-Laki karya Eduard Pesa Sirait. 
 

Karya Buku Remy Sylado

Selain aktif di dunia teater dan film lewat grup asuhannya di Akademi Sinematografi Bandung yang bernama Teater 23761 (notasi Re-Mi-Si-La-Do), Remy Sylado atau Japi Tambayong juga dikenal sebagai novelis dengan segudang karya-karya bermutu.

Sepanjang hidupnya sebagai novelis, Remy Sylado telah menulis lebih dari 50 novel, 20 di antaranya novel anak-anak, dan 30-an novel dengan tema keluarga. Beberapa di antaranya adalah Novel Ca Bau Kan: Hanya Sebuah Dosa (1999) yang sempat difilmkan oleh sutradara Nia Dinata.

Kemudian ada juga novel Kerudung Merah Kirmizi (2002) yang berhasil meraih penghargaan Khatulistiwa Award 2002. Lalu, Namaku Mata Hari (2010) yang mengambil tema sejarah sosok spionase dalam Perang Dunia I yang bernama Margaretha Zelle.
 

lini masa kehidupan dan momen penting Remy Sylado (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung)

lini masa kehidupan dan momen penting Remy Sylado (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung)

Tak hanya itu, kemampuan berbahasa Remy juga patut diacungi jempol. setidaknya dia bisa menguasai hampir 8 bahasa di dunia, dan layak menyandang julukan polyglot atau munsyi, seorang pakar dan ahli bahasa.

Adapun, beberapa bahasa yang dikuasai antara lain Mandarin, Jepang, Arab, Yunani, Inggris, Belanda, Indonesia, dan Jawa. Bahkan, tidak jarang dalam tulisan dan ceramah ilmiahnya Remy mengeksplorasi berbagai hal dari sudut pandang bahasa.

Nah, bagi Genhype yang penasaran, pameran Remy Sylado, 23761 masih bisa kalian nikmati dengan gratis dan terbuka untuk umum hingga 7 April 2023. Namun, agar untuk bisa mengunjungi pameran, kalian harus melakukan reservasi terlebih dulu di laman perpustakaan.jakarta.go.id dan melakukan kunjungan sesuai jam operasional perpustakaan.

Baca juga: Profil Remy Sylado, Sastrawan Serba Bisa Pelopor Puisi Mbeling Indonesia

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah

SEBELUMNYA

Cek 3 Peristiwa Bersejarah saat Bulan Ramadan: Momen Diturunkannya Al-Qur'an hingga Fathu Makkah

BERIKUTNYA

5 Fakta Unik Prekuel The Hunger Games: The Ballad of Songbirds and Snakes

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: