Yuk Intip Novel Nyonya Bovary & Kerudung Merah Kirmizi yang Bakal Dibahas dalam Debat Sastra
25 March 2023 |
17:20 WIB
Komunitas Salihara akan mengadakan debat sastra tingkat SMA 2023 yang akan mengajak para peserta membandingkan novel berjudul Nyonya Bovary karya Gustave Flaubert dengan Kerudung Merah Kirmizi karya Remy Sylado. Kedua novel dipilih karena sama-sama mengangkat tokoh utama perempuan yang ditulis oleh pengarang dengan gender laki-laki.
Kedua penulis juga menghadapi sensor negara yang kuat dalam membuat karya tersebut meskipun jarak keduanya terpaut 150 tahun. “Serta hadir di tengah masyarakat dengan budaya patriarki yang kuat,” demikian tertulis dalam rilis yang diterima Hypeabis.id.
Baca juga: Grey Man Karya Mark Greaney Kembali Masuk Novel Terlaris Lewat Burner
Nyonya Bovary sempat mendapat perlawanan dari otoritas setempat saat diluncurkan di Prancis pada 1857. Penentangan yang terjadi karena isinya dianggap tidak sesuai dengan moral yang berlaku pada saat itu. Meskipun begitu, karya tersebut mendapatkan respons yang baik dari masyarakat.
Karya Gustave Flaubert ini juga menjadi karya paling laris pada masanya. Novel ini tercatat telah diadaptasi ke berbagai medium seperti film, televisi, layar lebar, dan opera pada era modern. “Bahkan disebut sebagai salah satu sastra Prancis yang penting dalam kesusastraan dunia,” tulis komunitas.
Sedangkan Kerudung Merah Kirmizi yang terbit pada awal 2000an membawa Remy Sylado meraih penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2002, yakni sebuah penghargaan bergengsi di bidang sastra. Sejumlah penulis seperti Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono, dan Seno Gumira Ajidarma pernah mendapatkannya.
Kerudung Merah Krimizi menceritakan kisah cinta dengan latar Orde Baru yang penuh kesewenang-wenangan dan pandangan budaya patriarki yang kuat di dalamnya. Pada masa itu, cerita dengan latar penguasa Orde Baru adalah sesuatu yang sensitif untuk dibahas.
Komunitas menulis, membaca karya novel berjudul Nyonya Bovary dan Kerudung Merah Kirmizi secara berdampingan akan memberi kesempatan pembaca memahami masalah yang mirip sekaligus berbeda dalam perspektif yang lebih luas dan kaya.
Adapun fokus perbandingan yang diminta dalam ajang ini adalah penggarapan atas tokoh utama perempuan dalam hubungan dengan tokoh-tokoh lainnya. “Bagaimana penggarapan itu merupakan kritik atau justru konfirmasi atas nilai-nilai masyarakat zamannya,” demikian tertulis.
Untuk mengikuti kompetisi ini, penyelenggara meminta calon peserta membentuk tim yang terdiri dari tiga orang dari sekolah yang sama. Setiap sekolah dapat mengirimkan lebih dari satu tim. Kemudian, peserta yang mendaftar harus merupakan siswa yang masih bersekolah di bangku SMA ketika final debat berlangsung pada 28 Oktober 2023.
Komunitas menuliskan, peserta yang mendaftar harus membuat karya telaah yang berupa berupa tulisan atau makalah dalam bahasa Indonesia setelah membaca dan membandingkan kedua karya. Karya tersebut dapat diunduh setelah proses pendaftaran.
Pendaftaran paling akhir sampai 17 Agustus 2023. Sementara itu, peserta dapat mengumpulkan makalah mulai 17 Agustus sampai 4 September 2023. “Perlu diingat, sekolah yang mendaftar namun tidak mengirimkan makalahnya akan didiskualifikasi pada tahun penyelenggaraan berikutnya,” tulis komunitas.
Panitia akan memilih pemenang dengan menilai kualitas argumen, pendalaman, penggalian masalah, dan ketertiban serta keindahan bahasa Indonesia yang digunakan. Pemenang kompetisi debat sastra akan mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp20 juta. Sementara juara kedua akan meraih Rp15 juta. Tiga makalah favorit juga akan mendapatkan masing-masing Rp3 juta.
Komunitas berharap debat sastra ini dapat mendukung minat baca dan mendorong peningkatan intelektualitas generasi muda. “Membaca karya sastra penting dilakukan sejak usia dini sebab sastra seperti novel, cerpen, atau puisi dapat memberikan kekayaan psikologis dan perspektif dalam memahami persoalan manusia atau dunia,” demikia tertulis.
Editor: Fajar Sidik
Kedua penulis juga menghadapi sensor negara yang kuat dalam membuat karya tersebut meskipun jarak keduanya terpaut 150 tahun. “Serta hadir di tengah masyarakat dengan budaya patriarki yang kuat,” demikian tertulis dalam rilis yang diterima Hypeabis.id.
Baca juga: Grey Man Karya Mark Greaney Kembali Masuk Novel Terlaris Lewat Burner
Nyonya Bovary sempat mendapat perlawanan dari otoritas setempat saat diluncurkan di Prancis pada 1857. Penentangan yang terjadi karena isinya dianggap tidak sesuai dengan moral yang berlaku pada saat itu. Meskipun begitu, karya tersebut mendapatkan respons yang baik dari masyarakat.
Karya Gustave Flaubert ini juga menjadi karya paling laris pada masanya. Novel ini tercatat telah diadaptasi ke berbagai medium seperti film, televisi, layar lebar, dan opera pada era modern. “Bahkan disebut sebagai salah satu sastra Prancis yang penting dalam kesusastraan dunia,” tulis komunitas.
Sedangkan Kerudung Merah Kirmizi yang terbit pada awal 2000an membawa Remy Sylado meraih penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2002, yakni sebuah penghargaan bergengsi di bidang sastra. Sejumlah penulis seperti Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono, dan Seno Gumira Ajidarma pernah mendapatkannya.
Kerudung Merah Krimizi menceritakan kisah cinta dengan latar Orde Baru yang penuh kesewenang-wenangan dan pandangan budaya patriarki yang kuat di dalamnya. Pada masa itu, cerita dengan latar penguasa Orde Baru adalah sesuatu yang sensitif untuk dibahas.
Komunitas menulis, membaca karya novel berjudul Nyonya Bovary dan Kerudung Merah Kirmizi secara berdampingan akan memberi kesempatan pembaca memahami masalah yang mirip sekaligus berbeda dalam perspektif yang lebih luas dan kaya.
Adapun fokus perbandingan yang diminta dalam ajang ini adalah penggarapan atas tokoh utama perempuan dalam hubungan dengan tokoh-tokoh lainnya. “Bagaimana penggarapan itu merupakan kritik atau justru konfirmasi atas nilai-nilai masyarakat zamannya,” demikian tertulis.
Untuk mengikuti kompetisi ini, penyelenggara meminta calon peserta membentuk tim yang terdiri dari tiga orang dari sekolah yang sama. Setiap sekolah dapat mengirimkan lebih dari satu tim. Kemudian, peserta yang mendaftar harus merupakan siswa yang masih bersekolah di bangku SMA ketika final debat berlangsung pada 28 Oktober 2023.
Komunitas menuliskan, peserta yang mendaftar harus membuat karya telaah yang berupa berupa tulisan atau makalah dalam bahasa Indonesia setelah membaca dan membandingkan kedua karya. Karya tersebut dapat diunduh setelah proses pendaftaran.
Pendaftaran paling akhir sampai 17 Agustus 2023. Sementara itu, peserta dapat mengumpulkan makalah mulai 17 Agustus sampai 4 September 2023. “Perlu diingat, sekolah yang mendaftar namun tidak mengirimkan makalahnya akan didiskualifikasi pada tahun penyelenggaraan berikutnya,” tulis komunitas.
Panitia akan memilih pemenang dengan menilai kualitas argumen, pendalaman, penggalian masalah, dan ketertiban serta keindahan bahasa Indonesia yang digunakan. Pemenang kompetisi debat sastra akan mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp20 juta. Sementara juara kedua akan meraih Rp15 juta. Tiga makalah favorit juga akan mendapatkan masing-masing Rp3 juta.
Komunitas berharap debat sastra ini dapat mendukung minat baca dan mendorong peningkatan intelektualitas generasi muda. “Membaca karya sastra penting dilakukan sejak usia dini sebab sastra seperti novel, cerpen, atau puisi dapat memberikan kekayaan psikologis dan perspektif dalam memahami persoalan manusia atau dunia,” demikia tertulis.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.