Komunitas Sakatoya juga menghadirkan boneka berukuran manusia yang juga turut merepresentasikan sosok Amongraga yang dimasukkan ke sebuah bronjong (sumber gambar: Komunitas Salihara)

Pertunjukan Teater Amongraga Mendapatkan Apresiasi Positif Penikmat Seni

04 September 2022   |   09:39 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Like
Pertunjukan Amongraga mendapatkan apresiasi positif dari para penikmat seni pertunjukan. Tercatat, sekitar 200 orang menyaksikan pertunjukan yang dilakukan kelompok teater asal Yogyakarta itu, Komunitas Sakatoya yang berkolaborasi dengan seniman Ugo Untoro.

Dilansir dari rilis yang diterima oleh Hypeabis.id, Komunitas Sakatoya menuliskan bahwa kolaborasi dengan perupa Ugo Untoro dan berhadapan dengan marionette – boneka karya Ugo Untoro – adalah yang pertama kali bagi komunitas.

“Rasanya sungguh luar biasa, karena ada banyak tantangan yang muncul dan harus kami selesaikan seiring berjalannya proses. Kolaborasi ini terjadi karena dikawinkan oleh Salihara yang membaca marionette mas Ugo sebagai potensi pertunjukan,” tulis komunitas.

Komunitas Sakatoya menuliskan boneka marionette yang dihadapi adalah sebuah barang jadi yang hadir dalam berbagai varian anatomi dan gaya, seperti marionette bergaya barat dan timur. Perbedaan itu pun mempengaruhi cara memainkannya.

Baca jugaFitri Setyaningsih Sukses Gelar Pertunjukan Tari Sleep Paralysis di Musim Seni Salihara 2022

Pentas Amongraga ini terbagi ke dalam 5 babak yang terjadi di dua lokasi yang berbeda yakni, Serambi Salihara dan Teater Salihara.

Pada babak pertama, pengunjung akan dibagi ke dalam tiga kelompok di ruang Serambi. Di tempat ini, para penikmat pertunjukan mendapatkan sambutan dari 3 orang dalang yang memperkenalkan sosok Amongraga melalui 3 buah boneka yang berbeda rupa.

Setelah babak pertama usai, penikmat pertunjukan berpindah ke dalam Teater Salihara. Di tempat ini, mereka menikmati alur pertunjukan sesuai dengan kelompok yang berbeda-beda. Setiap kelompok memiliki warna yang berbeda, dan setiap warna akan mengikuti urutan cerita yang berbeda-beda.

Menjelang akhir pertunjukan, Komunitas Sakatoya juga menghadirkan boneka berukuran manusia yang juga turut merepresentasikan sosok Amongraga yang dimasukkan ke sebuah bronjong, yakni keranjang dari anyaman bambu, sebagai bentuk hukuman dari Raja Mataram karena telah meninggalkan sifat-sifat kemanusiaannya.

Amongraga merupakan pementasan yang diambil dari kisah dalam Serat Centhini. Kisah ini adalah kisah tentang pelarian salah satu putra raja dari Kerajaan Giri yang kalah dalam perang melawan Mataram.

Amongraga melakukan semedi dan tirakat di goa dalam pelariannya. Dalam kisah ini, sang putra raja ditemani oleh 2 orang pengikut, yakni Jamal dan Jamil yang membangun sebuah perguruan selama Amongraga melakukan semedi.

Ketenaran sang putra raja meluas, dan terdengar oleh Raja Mataram yang pada akhirnya mengutus pasukan untuk mencari Amongraga, dan mengakhiri kisah pelarian sang putra Raja Kerajaan Kediri tersebut.

Perlu diketahui, Komunitas Sakatoya adalah kolektif seni yang bergerak di wilayah manajemen produksi kesenian dan produksi karya teater. Sejak 2018, karya-karya teater Sakatoya fokus pada isu ekologi dengan berpijak pada dramaturgi keterlibatan penonton.

Karya teater yang sudah pentas antara lain: Octagon Syndrome (2018, Hibah Seni PKKH UGM), Karnaval Terakhir (2018/2019), Cosmicpollutant (2018, Pesta Boneka #6/2019, ARTJOG MMXIX), Egg of Damselflies (2020, PUPA Puppet Lab), dan The Happy Family (2018, FKY #30/2019; FTRN, ISI Yogyakarta/2021, Helateater, Komunitas Salihara).

Karya lainnya adalah MEMINDAI (Instalasi interaktif) & Pura-Pura Radio #1 yang ditampilkan pada Pameran Asana Bina Seni: “Your Connection Was Interrupted”, Yayasan Biennale Yogyakarta (2020).

Pada tahun lalu atau 2021, Sakatoya berkolaborasi secara virtual bersama kelompok teater dari Inggris, Zoo Co dalam pentas Care Krisis, yang merupakan salah satu proyek terpilih program Connecting through Culture Grant 20/21 British Council.

Sakatoya juga terlibat menjadi Pengarah Artistik dan Program Publik untuk Pameran Arsip Game of The Archive di Biennale Jogja XVI – Equator #6 2021 pada 2021.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor : Gita Carla

SEBELUMNYA

6 Ciri Etika Baik saat Berkencan, Bisa Jadi Lampu Hijau untuk Cari Pasangan

BERIKUTNYA

4 Ide Desain Kamar Anak Kos, dari Konsep Warna sampai Interior

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: