Suvi menerjemahkan teks menjadi karya visual (Sumber gambar: Hypeabis.id/ Yudi Supriyanto)

Membaca Aforisme Suvi Wahyudianto dalam Puisi dan Karya Visual Perekam Peristiwa

25 March 2023   |   15:15 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Hujan akan membasuh luka. Bau anyir, ia akan mengalir menuju sungai, muara, dan lautan. Tempat kita terasing dan sendiri. Di sana kita tidak mengenal apa pun, sebab nama-nama tumbuh di atas tanah. Kamu, dia, kami, mereka. Seutas bait itu adalah salah satu puisi yang dapat ditemui di pameran tunggal perupa Suvi Wahyudianto di CAN’S Gallery yang tengah berlangsung sampai 6 April 2023.

Puisi itu ditulis oleh Suvi di atas Sungai Kapuas, Kalimantan Barat. Saat menulis karya, seniman kelahiran Bangkalan, Madura itu memikirkan bahwa hasrat dan kepentingan lahir di atas tanah. Namun, tidak di udara dan air.

Baca juga: Melihat Hasil Eksplorasi Teknik Lipatan dalam Pameran Tunggal Gogor Purwoko

Para penikmat seni rupa juga dapat menemukan sejumlah puisi lainnya ketika mengunjungi pameran bertajuk Di Antara Tapal tersebut. Menurutnya, beragam karya sastra yang dipamerkan sebagai bagian agar orang memahami cara diri berkarya.

“Saya selalu menggunakan aforisme, teks pendek yang berupa puisi sebagai perekam peristiwa,” katanya saat ditemui di CAN’S Gallery.

Dari teks-teks itu, dia mentransformasikannya menjadi karya visual dengan medium kanvas, fotografi, atau instalasi. Penggunaan puisi dalam mencatat peristiwa sebelum menuangkannya dalam karya visual sudah dilakukannya sejak lama dan menjadi sebuah kebiasaan.
 

Sumber gambar: Hypeabis.id/ Yudi Supriyanto

Sumber gambar: Hypeabis.id/ Yudi Supriyanto



Puisi dan seni melukis adalah dua hal yang disukainya. Dia menuturkan, rasa suka terhadap puisi dan lukisan tidak dapat dilepaskan dari peran sang ayah yang kerap menyediakan buku puisi atau katalog gambar di dalam rumah.

Kurator Alia Swastika, dalam catata kuratorialnya, menuliskan pameran tunggal sang seni rupa bertajuk Di Antara Tapal merekam perjalanan panjang sang seniman yang memiliki kaitan dengan pergeseran dan kekayaan percobaan artistik.

Kekayaan itu berangkat dari metode putis menjadi visi estetis selain sejarah personal. Dalam karya-karyanya, puisi dan ingatan menjelma sebagai jiwa bagi karya yang memberikan ruang kepada penikmat seni untuk menghayati emosi yang muncul.

Kemudian, membayangkan narasi besar dalam konteks sosial yang barangkali bertaut dengan ingatan setiap orang. “Suvi menggunakan tema utopia dan tragedi untuk menggambarkan perjalanan artistiknya lebih dari satu dekade ini,” tulisnya.

Menurutnya, sang seniman memiliki kekuatan dalam menemukan metafora dan memutuskan medium yang tepat untuk berbicara tentang puisinya. Kemudian, mengajak penikmat seni memasuki melankolianya.

Sang seniman berpindah dengan leluasa di antara gambar, lukisan, foto, instalasi, teks atau video, atau menggabungkan seluruhnya menjadi satu ruangan piranti dan objek-objek pajangan.

Dia menilai, Suvi berbeda dengan generasi seniman sebayanya, “Saya kira punya kecenderungan romantis yang belakangan tidak lagi mudah kita temukan dalam praktik seni masa kini,” tulisnya.
 

Sumber gambar: Hypeabis.id/ Yudi Supriyanto

Sumber gambar: Hypeabis.id/ Yudi Supriyanto



Romantisisme ini bisa dirasakan dalam ekspresi-ekspresinya yang cenderung puitis sebagai caranya merespons peristiwa atau menggambarkan peristiwa tertentu. Romantisisme sang seniman dibentuk oleh sejarah seni yang unik dan berakar dari konteks-konteks lokal yang membentuk dirinya.

Menurutnya, pandangan dunia sang seniman merupakan hasil dari sejarah personal yang mempertemukan latar budaya maritim dan agraris; akar diri sebagai seorang Madura dengan beragam kompleksitasnya; dan juga pengaruh lanskap dan situasi keseharian yang membangun referensi-referensi estetika tertentu.

Dia menuturkan, pria seniman itu melihat unsur melankolia yang menandai romantisisme sebagai titik awal penulisan puisi dalam proses menerjemahkan pengalaman menjadi pembahasan dan artikulasi.

Ketika melakukan prosesi ziarah ke Kalimantan Barat, dia menuliskan Suvi menyebutnya sebagai perjalanan mengalami puisi. Puisi membantunya membangun pemahaman terhadap dunia.

Dia menilai, pameran karya seni rupa ini menjadi penanda penting bagi perjalanan penciptaan karya oleh sang seniman. Selama satu dekade terakhir, beragam peristwisa personal berkelindan dengan narasi sejarah dan lanskap antropologis yang lebih besar dalam kehidupan sosial.

Tidak hanya itu, menurutnya, pemenang salah satu kompetisi melukis di dalam negeri itu juga mencoba membahasakan kegelisahan dan kemarahan dalam puisi-puisi gambar dan instalasi. Kemudian, secara perlahan membayangkan utopia yang menjadi jalan yang melintas di tapal batas.

Kemanusiaan & Rekonsiliasi

Suvi menuturkan, karya – karya seni rupa di pameran ini berbicara mengenai tapal atau ruang batas yang memiliki dua pengertian secara teritorial dan filosofis. Makna itu lahir dari pertanyaan tentang posisi diri, yakni di dalam, di luar, atau di antaranya.

Pertanyaan itu juga berhubungan erat dengan pertanyaan diri, yakni “Apakah aku seorang Madura, di luar Madura, di dalamnya, atau di antara, atau aku siapa,” katanya.
 

Hypeabis.id/ Yudi Supriyanto

Hypeabis.id/ Yudi Supriyanto



Kemudian, ruang batas juga tentang masa lalu, hari ini, dan masa yang akan datang. Masa lalu adalah tentang sejarah, konflik, atau apa pun yang telah dilewati sampai pada suatu border yang menyadarkan bahwa diri pribadi masih memiliki masa depan dan harapan.

Dia menyimbolkan harapan atau masa depan itu salah satunya dengan objek burung-burung yang bebas melesat ke mana saja dalam karya berjudul Lanskap Border Burung Beterbangan dengan ukuran 57 x 220 cm, oil on canvas, galvanis, dan iron fence yang dibuat pada 2023.

Harapan dan masa depan itu juga membuat karya-karya dalam pameran di Antara Tapal memiliki gagasan rekonsiliasi atas konflik yang terjadi di Sambas, Kalimantan Barat. Menurutnya, alasan pemulihan itu yang membuatnya menampilkan seorang kawan dari suku Dayak dalam presentasi di Lecture Performance.

Sebagai generasi kedua, dia menuturkan memiliki pandangan yang sama dengan sang kawan, yakni tidak ingin pertikaian yang pernah terjadi pada masa lampau terulang kembali. Menurutnya, kesenian dan seni rupa adalah cara yang paling halus yang bisa digunakan untuk menyampaikan pandangan itu. “Aku pikir rekonsiliasi adalah titiknya,” katanya.

Baca juga: ROH Galeri Gelar Pameran Tunggal New Obsolescence: ADITYAVOVALI

Dia juga berharap, karya – karya yang lahir dari perenungan itu dapat membuat lebih banyak orang dapat merenungi kembali tetnang makna hidup, kemanusiaan, dan makna menjadi seorang manusia biasa. “Tentang hal-hal yang luput, tentang pagar yang setiap hari kita lihat. Namun, lupa menafsirkannya sebagai batas,” katanya.

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Lana Del Rey Resmi Merilis Album Terbarunya

BERIKUTNYA

Siap Nonton Konser Suga BTS? Cek Cara Beli Tiketnya

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: