Kala Seniman Muda Guncang Pasar Seni Dunia
20 March 2023 |
11:35 WIB
Pasar seni rupa global kini diramaikan dengan kemunculan para seniman muda yang mencuri perhatian. Meski usia mereka masih terbilang muda, karya-karya mereka nyatanya mampu menarik perhatian para kolektor yang tak segan merogoh kocek besar untuk membawanya pulang ke rumah.
Seniman muda asal Kanada, Matthew Wong, misalnya, yang berhasil menjual karyanya berjudul The Night Watcher seharga US$5,8 juta. Ada pula karya berjudul Happening ciptaan seniman asal AS, Avery Singer, yang terjual seharga US$5,2 juta, hingga karya Warm Wet 'N' Wild ciptaan Flora Yukhnovich yang terjual seharga US$3,6 juta.
Baca juga: Museum MACAN Siapkan Pameran Eksklusif Seniman Populer Sepanjang 2023
Di Indonesia, sejumlah seniman muda juga telah menunjukkan kualitasnya bahkan di kancah lelang seni dunia. Seperti seniman Roby Dwi Antono yang pada akhir 2021 lalu berhasil menjual karyanya berjudul Lonesome Hero #3 mencapai US$30.000, serta Laksmana Ryo yang menjual karya berjudul Puar 1 eyes seharga US$16.000 tahun ini di balai lelang seni Artsy.
Kurator Kuss Indarto memprediksi pada tahun ini, secara global akan banyak seniman muda yang menggebrak lanskap seni rupa. Gagasan-gagasan estetika kekaryaan mereka juga tak menutup kemungkinan akan diserap atau menjadi inspirasi oleh para seniman muda di Indonesia. "Seniman muda akan lebih punya banyak tempat [pada tahun ini]," katanya kepada Hypeabis.id.
Pendapat itu mengacu pada istilah yang mulai dikenal secara global, yakni success no longer awaits maturity. Jika masa lalu tingkat harga seorang seniman diukur dari proses perkembangan mereka dari waktu ke waktu, saat ini seniman muda dengan karya tertentu dapat mencapai harga yang fantastis di awal karier mereka.
"Mungkin karyanya belum sama secara teknis seperti seniman pendahulunya. Tapi konsepnya menarik, eye catching secara visual dan unik, itu akan banyak diserap oleh pasar. Karena ada kebaruan disitu," tambah Kuss.
Hal itu sejalan dengan laporan The 2022 Ultra Contemporary Art Market Report dari Artprice yang menyebutkan bahwa jumlah seniman muda (di bawah 40 tahun) pada 2002 sebanyak 543 orang, dan naik hampir 5 kali lipat pada 2022 menjadi 2.670 orang.
Dari segi jumlah karya, ada sebanyak 691 karya seniman muda yang terjual pada 2002, lalu naik 7 kali lipat menjadi 4.847 karya pada 2022. Begitupun dari sisi nilai omzet penjualan karya seni yang mencatatkan sebesar US$7,7 juta pada 2002, lalu melesat naik 26 kali lipat menjadi US$200,9 juta pada 2022.
Kuss menilai karya-karya seniman muda bisa menjadi alternatif manakala karya seni oldmasters yang kerap menjadi buruan jumlahnya kini semakin terbatas. Sebab, kebanyakan kolektor yang mengoleksi karya seni oldmasters cenderung enggan 'melempar' koleksinya kembali ke pasar.
Selain itu, karya-karya seniman muda juga cenderung memiliki harga yang lebih terjangkau sehingga memperbesar kemungkinan karya mereka dibeli oleh para kolektor. "Mencari karya-karya seniman muda menjadi pilihan yang realistis tapi juga punya nilai yang futuristik. Karya-karya mereka dianggap nantinya punya nilai jual yang kompetitif pada masa mendatang," imbuhnya.
Seniman muda juga tak jarang menarik perhatian kolektor lantaran dinilai menawarkan konsep artistik karya yang menarik. Arsitek Cosmas Damianus Gozali merupakan salah satu kolektor seni yang konsisten untuk mendukung dan mengoleksi karya-karya seniman muda.
Menurutnya, secara konseptual, karya-karya ciptaan perupa muda cenderung menawarkan gagasan artistik yang murni lantaran kebanyakan dari mereka dinilai masih dalam proses pencarian jati diri sebagai seniman. "Jadi mereka itu istilahnya belum terkontaminasi dengan pasar, sehingga konsep karya-karyanya itu lebih dalam," katanya
Bagi Cosmas, ada kepuasan tersendiri ketika dia bisa menjadi bagian yang mendukung para perupa muda hingga akhirnya mereka bisa menjadi seniman yang mapan pada masa mendatang. Menurutnya, dukungan ini sangat penting untuk kehadiran generasi baru perupa di Tanah Air.
Di samping itu, sejumlah galeri dan asosiasi kini juga kian gencar menampilkan karya-karya para seniman muda dalam berbagai pameran dan perhelatan seni. Seperti pameran The Big Picture yang dihelat oleh Asosiasi Galeri Seni Indonesia (AGSI) di Ashta District, Jakarta.
Diikuti oleh 9 galeri dari berbagai daerah di Indonesia, pameran ini menampilkan lebih dari 80 karya seni mulai dari lukisan, patung, dan video, yang didominasi oleh karya-karya seniman muda seperti Naufal Abshar, Yawara Oky Rahmawati, Puri Fidhini, Desy Febrianti, Ruth Marbun, dan Beatrix Hendriani.
Ketua AGSI, Maya Sudjatmiko, mengatakan pameran The Big Picture yang digelar di pusat perbelanjaan memiliki tujuan untuk semakin mendekatkan karya seni dengan publik. Mematahkan stigma yang selama ini seolah tercipta bahwa karya seni hanya bisa dinikmati oleh segelintir kalangan.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, dipilihlah karya-karya yang didominasi dari seniman muda yang secara bentuk dinilai lebih segar, penuh warna-warna menyala, dengan harga yang relatif terjangkau. Hal itu juga sejalan dengan tujuan para galeri yang memang lebih menyasar kolektor muda dari pameran tersebut.
"Seniman muda itu karyanya lebih friendly dari segi harga dan bentuknya. Jadi saya pikir memang ini sudah waktunya kami memberikan dukungan yang besar terhadap seniman muda," katanya.
Adapun, rata-rata harga dari karya seni yang dijual dalam pameran tersebut berkisar antara Rp10 juta-Rp50 juta, meskipun beberapa karya ada yang dibanderol sekitar Rp100 juta. Berada di lokasi mal yang dekat dengan kompleks residence dan apartemen, pameran ini dibuat untuk bisa menjangkau kolektor lebih luas lagi.
Sebab, menurut Maya, saat ini diperlukan kolaborasi antargaleri untuk mengadakan pameran di ruang-ruang publik, daripada hanya terfokus menunggu audiens atau kolektor untuk berkunjung ke galeri. "Saat ini kami memang harus lebih proaktif. Dengan begini, kami melihat banyak potensi dan kesempatan untuk menjangkau kolektor baru," imbuhnya.
Baca juga: Refleksi Memori Ruang Seniman Yim Yen Sum dalam Pameran The Shade of Translucency
Pada kesempatan yang sama, Owner ISA Art Gallery Deborah C. Iskandar, menilai bahwa seniman muda yang tengah meniti jalan kariernya perlu mendapatkan dukungan besar dari berbagai pihak. Pasalnya, Indonesia memiliki banyak seniman muda yang potensial dari sejumlah institusi pendidikan seni tiap tahunnya.
Seiring waktu, karya-karya yang mereka tawarkan juga mulai diminati para kolektor muda yang mulai banyak bermunculan di pasar seni rupa Tanah Air. Menurut Deborah, para seniman muda cenderung masih terus ingin bereksplorasi dalam menciptakan karya-karyanya, sehingga acapkali menawarkan bentuk dan visualisasi karya yang segar.
Editor: Fajar Sidik
Seniman muda asal Kanada, Matthew Wong, misalnya, yang berhasil menjual karyanya berjudul The Night Watcher seharga US$5,8 juta. Ada pula karya berjudul Happening ciptaan seniman asal AS, Avery Singer, yang terjual seharga US$5,2 juta, hingga karya Warm Wet 'N' Wild ciptaan Flora Yukhnovich yang terjual seharga US$3,6 juta.
Baca juga: Museum MACAN Siapkan Pameran Eksklusif Seniman Populer Sepanjang 2023
Di Indonesia, sejumlah seniman muda juga telah menunjukkan kualitasnya bahkan di kancah lelang seni dunia. Seperti seniman Roby Dwi Antono yang pada akhir 2021 lalu berhasil menjual karyanya berjudul Lonesome Hero #3 mencapai US$30.000, serta Laksmana Ryo yang menjual karya berjudul Puar 1 eyes seharga US$16.000 tahun ini di balai lelang seni Artsy.
Kurator Kuss Indarto memprediksi pada tahun ini, secara global akan banyak seniman muda yang menggebrak lanskap seni rupa. Gagasan-gagasan estetika kekaryaan mereka juga tak menutup kemungkinan akan diserap atau menjadi inspirasi oleh para seniman muda di Indonesia. "Seniman muda akan lebih punya banyak tempat [pada tahun ini]," katanya kepada Hypeabis.id.
Pendapat itu mengacu pada istilah yang mulai dikenal secara global, yakni success no longer awaits maturity. Jika masa lalu tingkat harga seorang seniman diukur dari proses perkembangan mereka dari waktu ke waktu, saat ini seniman muda dengan karya tertentu dapat mencapai harga yang fantastis di awal karier mereka.
"Mungkin karyanya belum sama secara teknis seperti seniman pendahulunya. Tapi konsepnya menarik, eye catching secara visual dan unik, itu akan banyak diserap oleh pasar. Karena ada kebaruan disitu," tambah Kuss.
Hal itu sejalan dengan laporan The 2022 Ultra Contemporary Art Market Report dari Artprice yang menyebutkan bahwa jumlah seniman muda (di bawah 40 tahun) pada 2002 sebanyak 543 orang, dan naik hampir 5 kali lipat pada 2022 menjadi 2.670 orang.
Dari segi jumlah karya, ada sebanyak 691 karya seniman muda yang terjual pada 2002, lalu naik 7 kali lipat menjadi 4.847 karya pada 2022. Begitupun dari sisi nilai omzet penjualan karya seni yang mencatatkan sebesar US$7,7 juta pada 2002, lalu melesat naik 26 kali lipat menjadi US$200,9 juta pada 2022.
Kuss menilai karya-karya seniman muda bisa menjadi alternatif manakala karya seni oldmasters yang kerap menjadi buruan jumlahnya kini semakin terbatas. Sebab, kebanyakan kolektor yang mengoleksi karya seni oldmasters cenderung enggan 'melempar' koleksinya kembali ke pasar.
Ilustrasi seseorang melihat karya seni (Sumber gambar: Pauline Loroy/Unsplash)
Konsep Artistik Menarik
Selain itu, karya-karya seniman muda juga cenderung memiliki harga yang lebih terjangkau sehingga memperbesar kemungkinan karya mereka dibeli oleh para kolektor. "Mencari karya-karya seniman muda menjadi pilihan yang realistis tapi juga punya nilai yang futuristik. Karya-karya mereka dianggap nantinya punya nilai jual yang kompetitif pada masa mendatang," imbuhnya.Seniman muda juga tak jarang menarik perhatian kolektor lantaran dinilai menawarkan konsep artistik karya yang menarik. Arsitek Cosmas Damianus Gozali merupakan salah satu kolektor seni yang konsisten untuk mendukung dan mengoleksi karya-karya seniman muda.
Menurutnya, secara konseptual, karya-karya ciptaan perupa muda cenderung menawarkan gagasan artistik yang murni lantaran kebanyakan dari mereka dinilai masih dalam proses pencarian jati diri sebagai seniman. "Jadi mereka itu istilahnya belum terkontaminasi dengan pasar, sehingga konsep karya-karyanya itu lebih dalam," katanya
Bagi Cosmas, ada kepuasan tersendiri ketika dia bisa menjadi bagian yang mendukung para perupa muda hingga akhirnya mereka bisa menjadi seniman yang mapan pada masa mendatang. Menurutnya, dukungan ini sangat penting untuk kehadiran generasi baru perupa di Tanah Air.
Di samping itu, sejumlah galeri dan asosiasi kini juga kian gencar menampilkan karya-karya para seniman muda dalam berbagai pameran dan perhelatan seni. Seperti pameran The Big Picture yang dihelat oleh Asosiasi Galeri Seni Indonesia (AGSI) di Ashta District, Jakarta.
Diikuti oleh 9 galeri dari berbagai daerah di Indonesia, pameran ini menampilkan lebih dari 80 karya seni mulai dari lukisan, patung, dan video, yang didominasi oleh karya-karya seniman muda seperti Naufal Abshar, Yawara Oky Rahmawati, Puri Fidhini, Desy Febrianti, Ruth Marbun, dan Beatrix Hendriani.
Ketua AGSI, Maya Sudjatmiko, mengatakan pameran The Big Picture yang digelar di pusat perbelanjaan memiliki tujuan untuk semakin mendekatkan karya seni dengan publik. Mematahkan stigma yang selama ini seolah tercipta bahwa karya seni hanya bisa dinikmati oleh segelintir kalangan.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, dipilihlah karya-karya yang didominasi dari seniman muda yang secara bentuk dinilai lebih segar, penuh warna-warna menyala, dengan harga yang relatif terjangkau. Hal itu juga sejalan dengan tujuan para galeri yang memang lebih menyasar kolektor muda dari pameran tersebut.
"Seniman muda itu karyanya lebih friendly dari segi harga dan bentuknya. Jadi saya pikir memang ini sudah waktunya kami memberikan dukungan yang besar terhadap seniman muda," katanya.
Adapun, rata-rata harga dari karya seni yang dijual dalam pameran tersebut berkisar antara Rp10 juta-Rp50 juta, meskipun beberapa karya ada yang dibanderol sekitar Rp100 juta. Berada di lokasi mal yang dekat dengan kompleks residence dan apartemen, pameran ini dibuat untuk bisa menjangkau kolektor lebih luas lagi.
Sebab, menurut Maya, saat ini diperlukan kolaborasi antargaleri untuk mengadakan pameran di ruang-ruang publik, daripada hanya terfokus menunggu audiens atau kolektor untuk berkunjung ke galeri. "Saat ini kami memang harus lebih proaktif. Dengan begini, kami melihat banyak potensi dan kesempatan untuk menjangkau kolektor baru," imbuhnya.
Baca juga: Refleksi Memori Ruang Seniman Yim Yen Sum dalam Pameran The Shade of Translucency
Pada kesempatan yang sama, Owner ISA Art Gallery Deborah C. Iskandar, menilai bahwa seniman muda yang tengah meniti jalan kariernya perlu mendapatkan dukungan besar dari berbagai pihak. Pasalnya, Indonesia memiliki banyak seniman muda yang potensial dari sejumlah institusi pendidikan seni tiap tahunnya.
Seiring waktu, karya-karya yang mereka tawarkan juga mulai diminati para kolektor muda yang mulai banyak bermunculan di pasar seni rupa Tanah Air. Menurut Deborah, para seniman muda cenderung masih terus ingin bereksplorasi dalam menciptakan karya-karyanya, sehingga acapkali menawarkan bentuk dan visualisasi karya yang segar.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.