Jadi Oase Buat Penulis, Ini Keuntungan Menerbitkan Buku di Penerbit Independen
18 March 2023 |
09:49 WIB
Kehadiran penerbit independen atau indi menjadi oase baru bagi para penulis di Indonesia untuk membukukan karya mereka. Persoalannya, antusiasme dan kreativitas penulis untuk mempublikasikan karyanya selama ini kerap terbentur dengan masalah klasik di dunia penerbitan.
Mulai dari mahalnya ongkos cetak buku, seleksi ketat dan standar editorial oleh penerbit besar hingga kecilnya royalti bagi penulis. Penerbit indi juga dipilih oleh sejumlah penulis lantaran menawarkan ruang kerja penerbitan yang lebih cair dan kolaboratif, tidak semata mengejar keuntungan seperti penerbit besar.
Baca juga: Peran Label Independen di Balik Kesuksesan Musisi Indie
Setidaknya hal tersebut diakui oleh Raisa Kamila, sejarawan sekaligus penulis yang belum lama ini meluncurkan buku kumpulan cerpen berjudul Bagaimana Cara Mengatakan "Tidak"? bersama penerbit Buku Mojok. Menurutnya, penerbit indi cenderung terbuka dengan segala wacana buku yang ditawarkan, sehingga ada kelonggaran ruang kreativitas bagi penulis.
"Kalau di penerbit indi aku merasa posisi penerbit dengan penulis itu bisa sama-sama membantu. Semuanya didiskusikan bersama mulai dari editorialnya hingga sampulnya, jadi kerja bareng," katanya kepada Hypeabis.id.
Proses penerbitan bukunya juga terbilang cepat hanya membutuhkan waktu sekitar dua bulan untuk satu judul buku. Selain itu, penulis juga tidak perlu membayarkan sejumlah uang untuk keperluan ongkos penerbitan.
Sebaliknya, Raisa mengatakan bahwa selaku penulis, dirinya mendapatkan royalti yang dibayarkan oleh penerbit terlebih dahulu sebelum proses pencetakan buku. Besarnya royalti itu dibayarkan untuk satu periode cetak buku dalam jumlah tertentu.
Jika buku yang terjual melebihi jumlah dari periode satu cetakan buku, maka penulis akan mendapatkan royalti tambahan dari penerbit. "Jadi royaltinya di bayar di muka, laku enggak laku bukunya," kata perempuan yang sedang menempuh studi doktoral di Universitas SOAS London itu.
Sementara itu, dari sisi distribusi, dia menuturkan penerbit indie sudah bisa menjangkau pembaca yang cukup luas setidaknya di Pulau Jawa melalui penjualan daring. Terlebih, pihak penerbit juga akan gencar melakukan promosi kepada publik melalui media sosial sebelum buku dari penulis akan diterbitkan.
Namun, diakuinya bahwa persoalan utama distribusi buku adalah masih terbatasnya akses buku bagi masyarakat di Indonesia bagian Timur karena mahalnya ongkos kirim, dan minimnya reseller yang menjual buku di daerah-daerah tersebut.
Mulai dari editing naskah, tata letak, desain sampul, international standard book number (ISBN), hingga biaya jasa promosi yang dibanderol dengan harga Rp500.000 hingga Rp2 juta. Harga tersebut belum termasuk jasa cetak buku yang dibayarkan terpisah, dimana tarifnya menyesuaikan dengan tipis-tebalnya buku.
Menurut penulis Riki Noviana, fasilitas tersebut cukup memudahkannya dalam menerbitkan buku karena dia bisa mengatur proses penerbitannya sesuai dengan keinginan dan bujetnya. Dengan begitu, dia mengaku bisa menerbitkan buku hanya dalam waktu sekitar 1 bulan tanpa perlu mengantre.
Sebaliknya, dia masih enggan menerbitkan buku di penerbit mayor karena prosedurnya yang cenderung menyulitkan penulis. "Dengan kemudahan di penerbit indie, saya bisa menargetkan dalam satu tahun untuk menerbitkan 3 sampai 4 buku," kata pria yang juga berprofesi sebagai jurnalis itu.
Dalam prosesnya, dia juga bebas berkoordinasi dengan pihak penerbit terkait penyajian buku yang diinginkan mulai dari editing hingga pemilihan desain sampul. Selain itu, penulis juga memiliki kebebasan untuk menentukan harga buku, sekaligus menentukan margin keuntungan yang didapatkan. Penulis hanya membayarkan ongkos cetak kepada penerbit.
"Nantinya akan ada laporan penjualan setiap bulannya dan keuntungan atau royaltinya berapa," imbuhnya.
Baca juga: Melirik Peluang Bisnis Penerbit Indie
Editor: Dika Irawan
Mulai dari mahalnya ongkos cetak buku, seleksi ketat dan standar editorial oleh penerbit besar hingga kecilnya royalti bagi penulis. Penerbit indi juga dipilih oleh sejumlah penulis lantaran menawarkan ruang kerja penerbitan yang lebih cair dan kolaboratif, tidak semata mengejar keuntungan seperti penerbit besar.
Baca juga: Peran Label Independen di Balik Kesuksesan Musisi Indie
Setidaknya hal tersebut diakui oleh Raisa Kamila, sejarawan sekaligus penulis yang belum lama ini meluncurkan buku kumpulan cerpen berjudul Bagaimana Cara Mengatakan "Tidak"? bersama penerbit Buku Mojok. Menurutnya, penerbit indi cenderung terbuka dengan segala wacana buku yang ditawarkan, sehingga ada kelonggaran ruang kreativitas bagi penulis.
"Kalau di penerbit indi aku merasa posisi penerbit dengan penulis itu bisa sama-sama membantu. Semuanya didiskusikan bersama mulai dari editorialnya hingga sampulnya, jadi kerja bareng," katanya kepada Hypeabis.id.
Proses penerbitan bukunya juga terbilang cepat hanya membutuhkan waktu sekitar dua bulan untuk satu judul buku. Selain itu, penulis juga tidak perlu membayarkan sejumlah uang untuk keperluan ongkos penerbitan.
Sebaliknya, Raisa mengatakan bahwa selaku penulis, dirinya mendapatkan royalti yang dibayarkan oleh penerbit terlebih dahulu sebelum proses pencetakan buku. Besarnya royalti itu dibayarkan untuk satu periode cetak buku dalam jumlah tertentu.
Jika buku yang terjual melebihi jumlah dari periode satu cetakan buku, maka penulis akan mendapatkan royalti tambahan dari penerbit. "Jadi royaltinya di bayar di muka, laku enggak laku bukunya," kata perempuan yang sedang menempuh studi doktoral di Universitas SOAS London itu.
Sementara itu, dari sisi distribusi, dia menuturkan penerbit indie sudah bisa menjangkau pembaca yang cukup luas setidaknya di Pulau Jawa melalui penjualan daring. Terlebih, pihak penerbit juga akan gencar melakukan promosi kepada publik melalui media sosial sebelum buku dari penulis akan diterbitkan.
Namun, diakuinya bahwa persoalan utama distribusi buku adalah masih terbatasnya akses buku bagi masyarakat di Indonesia bagian Timur karena mahalnya ongkos kirim, dan minimnya reseller yang menjual buku di daerah-daerah tersebut.
Ilustrasi penulis (Sumber gambar: Vlada Karpovich/Pexels)
Paket Penerbitan
Di samping itu, sejumlah penerbit indie kini juga membuat beberapa paket penerbitan untuk memfasilitasi penulis dalam menerbitkan buku sesuai keinginan mereka. Paket yang ditawarkan pun beragam baik dari sisi fasilitasnya hingga harganya.Mulai dari editing naskah, tata letak, desain sampul, international standard book number (ISBN), hingga biaya jasa promosi yang dibanderol dengan harga Rp500.000 hingga Rp2 juta. Harga tersebut belum termasuk jasa cetak buku yang dibayarkan terpisah, dimana tarifnya menyesuaikan dengan tipis-tebalnya buku.
Menurut penulis Riki Noviana, fasilitas tersebut cukup memudahkannya dalam menerbitkan buku karena dia bisa mengatur proses penerbitannya sesuai dengan keinginan dan bujetnya. Dengan begitu, dia mengaku bisa menerbitkan buku hanya dalam waktu sekitar 1 bulan tanpa perlu mengantre.
Sebaliknya, dia masih enggan menerbitkan buku di penerbit mayor karena prosedurnya yang cenderung menyulitkan penulis. "Dengan kemudahan di penerbit indie, saya bisa menargetkan dalam satu tahun untuk menerbitkan 3 sampai 4 buku," kata pria yang juga berprofesi sebagai jurnalis itu.
Dalam prosesnya, dia juga bebas berkoordinasi dengan pihak penerbit terkait penyajian buku yang diinginkan mulai dari editing hingga pemilihan desain sampul. Selain itu, penulis juga memiliki kebebasan untuk menentukan harga buku, sekaligus menentukan margin keuntungan yang didapatkan. Penulis hanya membayarkan ongkos cetak kepada penerbit.
"Nantinya akan ada laporan penjualan setiap bulannya dan keuntungan atau royaltinya berapa," imbuhnya.
Baca juga: Melirik Peluang Bisnis Penerbit Indie
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.