The Whale (2022), Midsommar (2019), Everything Everywhere All At Once (2022). (Sumber foto: A24 Films)

Mengenal A24 Films, Rumah Produksi Indie di Balik The Whale & Everything Everywhere All At Once

15 March 2023   |   19:30 WIB
Image
Nirmala Aninda Asisten Manajer Konten Hypeabis.id

Setelah merilis sejumlah judul populer, stempel produksi A24 dianggap menjadi pertanda baik untuk sebuah film indie dalam fitur apa pun. Tidak terkecuali karya eksentrik terbaru mereka Everything Everywhere All at Once yang melampaui US$100 juta penjualan tiket global, bahkan memenangkan tujuh piala Oscar.

Dengan rangkaian film kultus (cult film) yang mengesankan dan reputasi rumah produksi indie yang makin memuncak, meningkatkan rasa penasaran penonton untuk mengulik dan menantikan karya sinematik tak terduga apalagi yang mereka sajikan.

Baca juga: Keren, Everything Everywhere All at Once Jadi Film Terbanyak Raih Piala Oscar 2023

A24 tidak seperti rumah produksi lainnya. Mereka tampaknya suka mengambil tantangan yang justru sering kali dihindari oleh produser pada umumnya. Hal ini pula yang mungkin menjadikan judul-judul film dengan pendekatan plot nyentrik seperti Hereditary (2018), Uncut Gems (2019), Midsommar (2019), hingga serial kontroversial, Euphoria (2019), berada di 'rumah' yang cocok. 

Rilisan terbarunya, Everything Everywhere All At Once (2022) mencetak rekor pendapatan terbaik untuk penayangan di bioskop setelah Spider-Man: No Way Home di box office pada akhir pekan pembukaannya, sebesar US$510.000 hanya dari 10 bioskop. EEAAO juga menjadi film dengan rating tertinggi dari situs jejaring sosial Letterboxd, mengalahkan Parasite hanya dalam tiga minggu rilis terbatas.


Berawal dari New York

Logo A24. (Sumber foto: A24 Films)

Logo A24. (Sumber foto: A24 Films)

Kota New York menjadi awal dari usaha patungan ini, yang diluncurkan sebagai perusahaan distribusi film pada 2013. Daniel Katz, David Fenkel, dan John Hodges masing-masing membawa kecerdasan senimatik mereka ke rumah produksi yang tengah naik daun ini.

A24, awalnya hanya perusahaan distributor film independen kecil, yang dengan cepat berubah menjadi salah satu nama yang paling dihormati dan sukses dalam industri perfilman global. 

Gaya penceritaannya yang unik dan kebebasan artistiknya berkontribusi pada reputasi A24 terhadap orang-orang di dalam dan luar Hollywood. Seperti yang tercermin dari logo pembuka yang sederhana, A24 memiliki pendekatan yang sederhana terhadap industri film sebelum akhirnya menjadi perusahaan bernilai miliaran dolar di balik film klasik kultus, film box office sukses, dan bahkan film pemenang Academy Award.

Pada 2013, A24 merilis film pertamanya, A Glimpse Inside the Mind of Charles Swan III. Pada tahun yang sama, mereka juga merilis Spring Breakers, film yang dibintang Selena Gomez, Vanessa Hudgens, dan James Franco tentang anak-anak kuliah dalam perjalanan liburan musim semi yang tidak terkendali. 

Film ini mencapai kesuksesan yang lumayan di box office, membuka jalan bagi proyek yang lebih kreatif. A24 juga terus mendistribusikan film independen beranggaran rendah oleh sineas yang sedang naik daun. 

Sementara film indie tidak memiliki daya tarik pers dari bintang film atau sutradara terkenal, mereka menampilkan keragaman gaya yang segar. Proyek-proyek ini berbeda dari standar formula blockbuster Hollywood yang membuat beberapa penggemar film bosan. 

Jika Genhype pernah menonton salah satu produksi mereka, film A24 dapat digambarkan sebagai film yang aneh. Semua film mereka menawarkan pendekatan unik dan mungkin tidak selalu cocok dengan standar blockbuster. Namun, justru langkah berani ini yang membuat mereka berbeda dan berhasil mencuri perhatian.

A24 memungkinkan sutradara seperti Barry Jenkins, Robert Eggers, dan Greta Gerwig untuk memiliki kebebasan artistik penuh, menggunakan suara kreatif mereka yang unik untuk membuat film persis seperti yang mereka bayangkan.
 

Mia Goth di film Pearl. (Sumber foto: A24 Films)

Mia Goth di film Pearl. (Sumber foto: A24 Films)

Hasilnya adalah film dengan plot yang aneh, sinematografi inventif, dan cerita mengharukan yang tidak bisa diceritakan dengan cara lain. Salah satu aspek yang paling diunggulkan A24 adalah film-film horor indie seperti The Witch, X, Pearl, Lamb, Hereditary, dan Midsommar. Film-film ini tidak menawarkan konten slasher dengan plot yang mudah diprediksi, tetapi justru menakutkan dengan keanehannya.

A24 perlahan-lahan mendefinisikan kembali film yang dapat diterima untuk bioskop. Sebelum kesuksesan film A24 awal, film indie beranggaran rendah hampir tidak ditampilkan di layar lebar. Sekarang, hampir setiap film A24 dirilis di bioskop, meski tanpa mengubah standar ekspektasi anggaran. 

Strategi pemasaran mereka juga inovatif, bukan sesuatu yang baru tetapi masih jarang dilakukan. Berangkat dari kebutuhan, mereka beralih ke platform digital berbiaya lebih rendah dan taktik pemasaran gerilya yang kreatif untuk membangun desas-desus soal film mereka. 

Meski cara ini relatif murah, penggunaan sosial media terlihat sangat efektif di passar modern, terutama di antara demografi usia di bawah 40 tahun. Tak heran jika A24 banyak dielukan oleh penggemar film generasi milenial dan gen z yang mendukung gaya artistik serta kebebasan kreatif rumah produksi tersebut.

A24 menampilkan banyak tema kontemporer dalam film-filmnya, menunjukkan keberanian dan kemauan untuk mendobrak batasan. 

Baca juga: Sejarah Piala Oscars, Penghargaan Paling Bergengsi Industri Film Amerika Serikat

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah

SEBELUMNYA

Minat Belanja Berubah, Intip Strategi Dekoruma Jelang Bulan Ramadan

BERIKUTNYA

Kejutan Pekan Kedua FFML Season 7: SES Alfaink Tergusur hingga Rumor Bursa Transfer Pemain

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: