Indonesia Jadi Target Dumping Barang Bekas yang Mengubah Esensi Thrifting dan Mengusik UKM
14 March 2023 |
19:00 WIB
Sampah bagi satu orang bisa jadi harta bagi orang lain, terutama dalam hal festen. Meski konsep ini dapat diterima dalam kondisi tertentu, menjadi tempat pembuangan sampah fesyen mancanegara bukanlah pilihan yang baik untuk pasar secara luas khususnya di Indonesia.
Banyak impor pakaian bekas yang dilakukan oleh sejumlah pihak disayangkan oleh salah satu pendiri platform jual beli Tinkerlust. Bukan tanpa sebab, mendatangkan preloved (barang bekas) dari luar negeri membuat Indonesia menjadi tempat bagi limbah fesyen dari negara lain.
Co-founder dan COO Tinkerlust Aliya Amitra, mengatakan tidak mendukung tindakan yang mendatangkan pakaian bekas dari sejumlah negara untuk dijual di Indonesia dan pada akhirnya masuk ke pasar thrifting.
“Itu sebenarnya aku tidak support karena itu sebenarnya buangan atau limbah dari luar negeri yang dikirim ke Indonesia. Di Indonesia malah dikonsumsi lagi,” katanya kepada Hypeabis.id di Jakarta pada Selasa, (14/3/2023).
Baca juga: Thrifting Pakaian Dilarang, Pemerintah Anggap Baju Bekas Impor Rugikan UMKM & Barang Ilegal
Aliya menilai, pelaku jual beli barang bekas seharusnya tidak perlu mendatangkan pakaian bekas dari luar negeri karena pasar tidak akan kehabisan pasokan hanya dengan menjual barang secondhand masyarakat Indonesia. Dia pun mendukung pemerintah agar masyarakat mengambil barang yang berasal dari dalam negeri saja.
Tinkerlust sebagai perusahaan yang mempertemukan antara penjual dan pembeli barang tangan kedua memfasilitasi sekitar 90 persen penjual untuk menjajakan barang pribadi. Sementara itu, sisanya adalah penjual kecil yang memiliki bisnis menampung barang-barang secondhand dari orang lainnya.
Manajemen mencatat, jumlah penjual yang ada di Tinkerlust mencapai 30.000 dengan pertumbuhan hingga 335 persen selama lima tahun terakhir. Adapun, jumlah pembeli di platform ini telah melampaui 100.000 konsumen.
Dalam kesempatan lain, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, menolak pakaian bekas dan sepatu masuk ke Indonesia untuk diperdagangkan lantaran ingin melindungi produk dalam negeri.
“Terutama di sektor tekstil dan produk tekstil yang sekarang sudah banyak diproduksi oleh pelaku UMKM di Tanah Air,” kata Teten melalui siaran pers.
Dia juga menilai, terdapat penyelundupan barang bekas tekstil dan produk tekstil di tengah gerakan untuk mencintai, membeli, dan mengonsumsi produk dalam negeri.
Menurutnya, aktivitas thritfting yang ada di dalam negeri tidak terlepas dari keberadaan pasokan dan permintaan terhadapnya. Jadi, untuk menghentikannya perlu ada pemutusan suplai. Kemudian, produk dari dalam negeri bisa menggantikannya.
Baca juga: Aksi Tukar Baju & Thrifting Ternyata Dapat Mengurangi Limbah Fesyen di Bumi
Sementara itu, Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba, mengatakan larangan thrifting pakaian impor sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
“Pada Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas,” katanya.
Hanung menuturkan, isu thrifting menjadi serius pada saat ini, terlebih ekonomi dunia sedang melambat. Kondisi ini membuat impor barang bekas menjadi tantangan tambahan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengan di dalam negeri.
Selain itu tindakan menjual pakaian impor bekas juga memiliki dampak yang merugikan, yakni menimbulkan masalah lingkungan yang serius karena banyak di antara baju bekas impor tersebut berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Kemudian, pakaian impor bekas merupakan barang selundupan atau ilegal yang tidak membayar bea dan cukai, sehingga menimbulkan kerugian negara.
“Thrifting pakaian impor ini juga akan merugikan produsen UKM tekstil. Menurut CIPS dan ApsyFI, 80 persen produsen pakaian di Indonesia didominasi oleh industri kecil dan mikro, sedangkan impor pakaian bekas selama ini memangkas pangsa pasar mereka sebesar 12-15 persen,” katanya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Banyak impor pakaian bekas yang dilakukan oleh sejumlah pihak disayangkan oleh salah satu pendiri platform jual beli Tinkerlust. Bukan tanpa sebab, mendatangkan preloved (barang bekas) dari luar negeri membuat Indonesia menjadi tempat bagi limbah fesyen dari negara lain.
Co-founder dan COO Tinkerlust Aliya Amitra, mengatakan tidak mendukung tindakan yang mendatangkan pakaian bekas dari sejumlah negara untuk dijual di Indonesia dan pada akhirnya masuk ke pasar thrifting.
“Itu sebenarnya aku tidak support karena itu sebenarnya buangan atau limbah dari luar negeri yang dikirim ke Indonesia. Di Indonesia malah dikonsumsi lagi,” katanya kepada Hypeabis.id di Jakarta pada Selasa, (14/3/2023).
Baca juga: Thrifting Pakaian Dilarang, Pemerintah Anggap Baju Bekas Impor Rugikan UMKM & Barang Ilegal
Aliya menilai, pelaku jual beli barang bekas seharusnya tidak perlu mendatangkan pakaian bekas dari luar negeri karena pasar tidak akan kehabisan pasokan hanya dengan menjual barang secondhand masyarakat Indonesia. Dia pun mendukung pemerintah agar masyarakat mengambil barang yang berasal dari dalam negeri saja.
Tinkerlust sebagai perusahaan yang mempertemukan antara penjual dan pembeli barang tangan kedua memfasilitasi sekitar 90 persen penjual untuk menjajakan barang pribadi. Sementara itu, sisanya adalah penjual kecil yang memiliki bisnis menampung barang-barang secondhand dari orang lainnya.
Manajemen mencatat, jumlah penjual yang ada di Tinkerlust mencapai 30.000 dengan pertumbuhan hingga 335 persen selama lima tahun terakhir. Adapun, jumlah pembeli di platform ini telah melampaui 100.000 konsumen.
Dalam kesempatan lain, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, menolak pakaian bekas dan sepatu masuk ke Indonesia untuk diperdagangkan lantaran ingin melindungi produk dalam negeri.
“Terutama di sektor tekstil dan produk tekstil yang sekarang sudah banyak diproduksi oleh pelaku UMKM di Tanah Air,” kata Teten melalui siaran pers.
Dia juga menilai, terdapat penyelundupan barang bekas tekstil dan produk tekstil di tengah gerakan untuk mencintai, membeli, dan mengonsumsi produk dalam negeri.
Menurutnya, aktivitas thritfting yang ada di dalam negeri tidak terlepas dari keberadaan pasokan dan permintaan terhadapnya. Jadi, untuk menghentikannya perlu ada pemutusan suplai. Kemudian, produk dari dalam negeri bisa menggantikannya.
Baca juga: Aksi Tukar Baju & Thrifting Ternyata Dapat Mengurangi Limbah Fesyen di Bumi
Sementara itu, Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba, mengatakan larangan thrifting pakaian impor sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
“Pada Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas,” katanya.
Hanung menuturkan, isu thrifting menjadi serius pada saat ini, terlebih ekonomi dunia sedang melambat. Kondisi ini membuat impor barang bekas menjadi tantangan tambahan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengan di dalam negeri.
Selain itu tindakan menjual pakaian impor bekas juga memiliki dampak yang merugikan, yakni menimbulkan masalah lingkungan yang serius karena banyak di antara baju bekas impor tersebut berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Kemudian, pakaian impor bekas merupakan barang selundupan atau ilegal yang tidak membayar bea dan cukai, sehingga menimbulkan kerugian negara.
“Thrifting pakaian impor ini juga akan merugikan produsen UKM tekstil. Menurut CIPS dan ApsyFI, 80 persen produsen pakaian di Indonesia didominasi oleh industri kecil dan mikro, sedangkan impor pakaian bekas selama ini memangkas pangsa pasar mereka sebesar 12-15 persen,” katanya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.