Skema KPR Masih Jadi Andalan Konsumen untuk Memiliki Hunian
03 March 2023 |
21:10 WIB
Ancaman resesi di depan mata. Awan gelap mulai menggelayut di langit-langit ekonomi dunia. Namun, Indonesia diperkirakan tidak termasuk salah satu dari sepertiga negara di dunia yang diperkirakan mengalami resesi oleh Dana Moneter Internasional (IMF).
Optimisme tersebut juga dihadirkan oleh Bank Indonesia yang memproyeksikan ekonomi RI bakal tumbuh hingga 5,3 persen pada 2023. Pertumbuhan tersebut didorong oleh kuatnya kinerja ekspor dan membaiknya konsumsi rumah tangga.
Baca juga: Minat Ambil KPR? Ini 5 Hal Penting yang Perlu Genhype Pertimbangkan
Sejalan dengan itu, Corporate Secretary Adhi Commuter Properti Bayu Purwana meyakini pertumbuhan pasar properti pada 2023 masih cukup baik. Terutama, kata Bayu, pada properti berbasis transit oriented development (TOD).
Properti berbasis TOD diyakini akan menjadi game changer pada industri properti 2023. Hal itu dapat terlihat dari kenaikan marketing sales lebih dari 40 persen pada 2022. Padahal, kondisi market properti saat itu masih menghadapi tantangan pasca Covid-19.
Kemudian, pada Juli 2023, LRT Jabodebek juga diproyeksikan akan mulai beroperasi. Adanya kemudahan transportasi tersebut akan membuat masyarakat makin melirik properti berbasis TOD yang mendukung gaya hidup dinamis.
Sederet alasan tersebut membuat dirinya meyakini hal itu akan memberikan dampak yang baik bagi pertumbuhan marketing sales ADCP pada 2023. “Sejauh ini, skema pembiayaan yang paling diminati konsumen ialah KPA dan KPR. Sebab, pilihan jangka waktunya yang panjang sehingga cicilan bisa menyesuaikan kemampuan bayar konsumen,” ujar Bayu kepada Hypeabis.id, beberapa waktu lalu.
Dua skema tersebut menjadi mayoritas pilihan pembeli. Porsinya sangat dominan, yakni di atas 60 persen. Meski cukup optimistis, Bayu mengatakan pihaknya tetap merencanakan mitigasi-mitigasi khusus untuk menghadapi berbagai risiko pada pembiayaan properti 2023. Sebab, potensi risiko kredit macet bisa saja terjadi tahun resesi.
Setidaknya, kata Bayu, ada dua tantangan besar pada pasar properti 2023. Pertama, ancaman resesi. Kedua, kenaikan suku bunga yang berdampak pada cost of fund.
“Beberapa strategi untuk menghadapi risiko tersebut di antaranya dengan menargetkan high quality customer profile untuk meminimalisir terjadinya gagal bayar, serta meraih pendanaan jangka panjang melalui penerbitan instrumen di pasar modal,” imbuhnya.
Namun, dengan melihat peta konsumen yang ada, pihaknya akan tetap memprioritaskan cara bayar KPR dan KPA dengan menjalin lebih banyak kerja sama dengan perbankan. Selain itu, konsumen yang membayar menggunakan KPA atau KPR juga berkesempatan mendapatkan promo atau program subsidi DP, rate bunga yang fix dalam kurun tertentu, hingga bonus furnish.
Sebab, kata Hera, pada 2022 trennya sudah sangat baik. Untuk mendorong kredit konsumer, pihaknya pada 2022 telah menyelenggarakan BCA Expoversary sebanyak dua kali. Hasilnya, BCA menerima total aplikasi KPR dan KKB senilai Rp30 triliun.
“Hal itu berkontribusi positif bagi bisnis perseroan. Salah satunya portofolio KPR dan KKB tumbuh 10,4 persen YoY menjadi Rp105,0 triliun per September 2022,” ujar Hera kepada Hypeabis.id, beberapa waktu lalu.
Selain itu, Hera mengatakan pembiayaan syariah BCA hingga kuartal III 2022 juga tumbuh 144 persen. Salah satunya ditopang oleh pembiayaan KPR iB BCA Syariah yang tumbuh hampir 300 persen dari periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Terkait dengan risiko kredit, pada sembilan bulan pertama 2022, non performing loan (NPL) BCA tercatat turun dari 2,4 persen menjadi 2,2 persen di periode yang sama pada tahun sebelumnya. Adapun outstanding restrukturisasi kredit BCA sebesar Rp68,8 triliun per September 2022 atau berkurang Rp13,7 triliun dibandingkan tahun lalu.
Penurunan portofolio restrukturisasi kredit ini telah mendorong penurunan loan at risk (LAR) secara keseluruhan. Rasio LAR turun ke 11,7 persen pada sembilan bulan pertama 2022 dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 17,1 persen.
“Kami berharap tren penurunan NPL dan LAR terus berlanjut pada 2022. Saat ini pencadangan NPL dan pencadangan LAR berada pada level yang solid, masing-masing sebesar 247,9 persen dan 49,9,” imbuhnya.
Biaya pencadangan tersebut, kata Hera, akan terus disesuaikan sejalan dengan perkembangan kualitas aset keuangan dan kondisi ekonomi.
Editor: Dika Irawan
Optimisme tersebut juga dihadirkan oleh Bank Indonesia yang memproyeksikan ekonomi RI bakal tumbuh hingga 5,3 persen pada 2023. Pertumbuhan tersebut didorong oleh kuatnya kinerja ekspor dan membaiknya konsumsi rumah tangga.
Baca juga: Minat Ambil KPR? Ini 5 Hal Penting yang Perlu Genhype Pertimbangkan
Sejalan dengan itu, Corporate Secretary Adhi Commuter Properti Bayu Purwana meyakini pertumbuhan pasar properti pada 2023 masih cukup baik. Terutama, kata Bayu, pada properti berbasis transit oriented development (TOD).
Properti berbasis TOD diyakini akan menjadi game changer pada industri properti 2023. Hal itu dapat terlihat dari kenaikan marketing sales lebih dari 40 persen pada 2022. Padahal, kondisi market properti saat itu masih menghadapi tantangan pasca Covid-19.
Kemudian, pada Juli 2023, LRT Jabodebek juga diproyeksikan akan mulai beroperasi. Adanya kemudahan transportasi tersebut akan membuat masyarakat makin melirik properti berbasis TOD yang mendukung gaya hidup dinamis.
Sederet alasan tersebut membuat dirinya meyakini hal itu akan memberikan dampak yang baik bagi pertumbuhan marketing sales ADCP pada 2023. “Sejauh ini, skema pembiayaan yang paling diminati konsumen ialah KPA dan KPR. Sebab, pilihan jangka waktunya yang panjang sehingga cicilan bisa menyesuaikan kemampuan bayar konsumen,” ujar Bayu kepada Hypeabis.id, beberapa waktu lalu.
Dua skema tersebut menjadi mayoritas pilihan pembeli. Porsinya sangat dominan, yakni di atas 60 persen. Meski cukup optimistis, Bayu mengatakan pihaknya tetap merencanakan mitigasi-mitigasi khusus untuk menghadapi berbagai risiko pada pembiayaan properti 2023. Sebab, potensi risiko kredit macet bisa saja terjadi tahun resesi.
Ilustrasi rumah (Sumber gambar: Freepik)
“Beberapa strategi untuk menghadapi risiko tersebut di antaranya dengan menargetkan high quality customer profile untuk meminimalisir terjadinya gagal bayar, serta meraih pendanaan jangka panjang melalui penerbitan instrumen di pasar modal,” imbuhnya.
Namun, dengan melihat peta konsumen yang ada, pihaknya akan tetap memprioritaskan cara bayar KPR dan KPA dengan menjalin lebih banyak kerja sama dengan perbankan. Selain itu, konsumen yang membayar menggunakan KPA atau KPR juga berkesempatan mendapatkan promo atau program subsidi DP, rate bunga yang fix dalam kurun tertentu, hingga bonus furnish.
Pemulihan Permintaan Segmen Milenial
Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F Haryn berharap tren peningkatan permintaan KPR masih berlanjut sejalan dengan pemulihan permintaan masyarakat, khususnya milenial.Sebab, kata Hera, pada 2022 trennya sudah sangat baik. Untuk mendorong kredit konsumer, pihaknya pada 2022 telah menyelenggarakan BCA Expoversary sebanyak dua kali. Hasilnya, BCA menerima total aplikasi KPR dan KKB senilai Rp30 triliun.
“Hal itu berkontribusi positif bagi bisnis perseroan. Salah satunya portofolio KPR dan KKB tumbuh 10,4 persen YoY menjadi Rp105,0 triliun per September 2022,” ujar Hera kepada Hypeabis.id, beberapa waktu lalu.
Selain itu, Hera mengatakan pembiayaan syariah BCA hingga kuartal III 2022 juga tumbuh 144 persen. Salah satunya ditopang oleh pembiayaan KPR iB BCA Syariah yang tumbuh hampir 300 persen dari periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Terkait dengan risiko kredit, pada sembilan bulan pertama 2022, non performing loan (NPL) BCA tercatat turun dari 2,4 persen menjadi 2,2 persen di periode yang sama pada tahun sebelumnya. Adapun outstanding restrukturisasi kredit BCA sebesar Rp68,8 triliun per September 2022 atau berkurang Rp13,7 triliun dibandingkan tahun lalu.
Penurunan portofolio restrukturisasi kredit ini telah mendorong penurunan loan at risk (LAR) secara keseluruhan. Rasio LAR turun ke 11,7 persen pada sembilan bulan pertama 2022 dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 17,1 persen.
“Kami berharap tren penurunan NPL dan LAR terus berlanjut pada 2022. Saat ini pencadangan NPL dan pencadangan LAR berada pada level yang solid, masing-masing sebesar 247,9 persen dan 49,9,” imbuhnya.
Biaya pencadangan tersebut, kata Hera, akan terus disesuaikan sejalan dengan perkembangan kualitas aset keuangan dan kondisi ekonomi.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.