Bisnis Game di Indonesia Mencapai Miliaran Dolar, Tapi 90 Persen Dikuasai Asing
28 February 2023 |
10:49 WIB
Gim menjadi salah satu subsektor ekonomi kreatif yang terus mengalami pertumbuhan di dalam negeri. Setelah pada tahun lalu mencapai nilai sekitar US$2 miliar, industri gim Indonesia diyakin mengalami peningkatan signifikan sepanjang tahun ini. Namun, sekitar 90 persen di antaranya dinikmati pengembang game asing.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan ada beberapa penyebab industri gim di dalam negeri akan tumbuh sepanjang tahun ini. Pertama adalah ekonomi Indonesia yang sudah membaik setelah pandemi Covid-19.
Baca juga: 5 Fakta Seru Sons of The Forest, Game Horor Survival yang Viral Dimainkan YouTube Gamers
Kedua, terdapat pertumbuhan generasi Z dan dan terdapat peningkatan generasi Z dan milenial. Ketiga, makin banyak adpoters yang menggunakan gim sebagai sarana untuk sosialisasi, edukasi, terapi, dan sebagainya. "Gim Indonesia dapat menjadi tuan rumah dan pemain di dalam negeri, sehingga tidak hanya menjadi penonton," katanya
Deputi Bidang Ekonomi Digital Dan Produk Kreatif Kemenparekraf Neil El Himam menambahkan pada saat ini seluruh pihak di dalam negeri memiliki sejumlah pekerjaan rumah untuk menjadikan gim sebagai tuan rumah di negeri sendiri.
Salah satunya adalah budaya gim yang ada di masyarakat. Dia menilai banyak masyarakat belum memiliki budaya gaming di dalam negeri. Mereka belum bisa mengapresiasi karya – karya dari pengembang gim lokal.
Banyak pemain gim di dalam negeri yang ingin memainkan gim berkualitas. Namun, memiliki harga yang murah atau gratis. “Ini yang coba kita kembangkan, kita dorong, memiliki budaya mengapresiasi,” katanya.
Dia meyakini gim dari pengembang Indonesia yang sukses di luar negeri lantaran para pemain gim di negara lain lebih mengapresiasi karya yang dibuat oleh developer dari dalam negeri.
Dia mengingatkan pada saat ini pengembang dan penerbit gim asing masih mendominasi pasar dalam negeri. Dari nilai industri gim sekitar US$2 miliar, sekitar 90 persen di antaranya adalah dari pelaku asing yang menerbitkan produknya di Indonesia.
CEO dan Founder Toge Production Kris Antoni Hadiputro Nurwono mengatakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi pengembang gim Indonesia adalah tidak memiliki modal sebesar perusahaan asing yang menerbitkan produknya di dalam negeri.
“Di mana mereka satu gim saja bisa memiliki bujet sampai ratusan juta dolar. Sedangkan kami memiliki bujet Rp100 juta rupiah saja sudah sangat bersyukur,” katanya.
Kondisi ini membuat banyak pengembang lokal menciptakan gim single player experience sebagai bentuk memaksimalkan dana terbatas yang dimiliki. Salah satu contohnya adalah permainan A Space for the Unbound yang diterbitkan oleh Toge Productions.
Kemudian, pengembang gim lokal juga tidak bisa menggratiskan karya yang telah dihasilkan karena memiliki bujet yang terbatas. Lagi-lagi, kondisi ini berbeda dengan pengembang dari luar negeri. Mereka dapat membuat para pemain bisa memperoleh karya mereka secara cuma-cuma, bahkan dengan kualitas 3 dimensi.
“Jadi, ada semacam gap [antara pengembang di dalam negeri dengan pengembang dari luar negeri],” katanya.
Baca juga: Review Game The Bad Kids, Remaja & Mimpi Buruk Realitas Dewasa
Dia menambahkan banyak masyarakat menilai harga gim yang dijual oleh pengembang lokal berkisar Rp100.000 – Rp200.000 sangat mahal lantaran mereka bisa memiliki gim secara gratis dengan kualitas yang sangat bagus.
Editor: Fajar Sidik
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan ada beberapa penyebab industri gim di dalam negeri akan tumbuh sepanjang tahun ini. Pertama adalah ekonomi Indonesia yang sudah membaik setelah pandemi Covid-19.
Baca juga: 5 Fakta Seru Sons of The Forest, Game Horor Survival yang Viral Dimainkan YouTube Gamers
Kedua, terdapat pertumbuhan generasi Z dan dan terdapat peningkatan generasi Z dan milenial. Ketiga, makin banyak adpoters yang menggunakan gim sebagai sarana untuk sosialisasi, edukasi, terapi, dan sebagainya. "Gim Indonesia dapat menjadi tuan rumah dan pemain di dalam negeri, sehingga tidak hanya menjadi penonton," katanya
Deputi Bidang Ekonomi Digital Dan Produk Kreatif Kemenparekraf Neil El Himam menambahkan pada saat ini seluruh pihak di dalam negeri memiliki sejumlah pekerjaan rumah untuk menjadikan gim sebagai tuan rumah di negeri sendiri.
Salah satunya adalah budaya gim yang ada di masyarakat. Dia menilai banyak masyarakat belum memiliki budaya gaming di dalam negeri. Mereka belum bisa mengapresiasi karya – karya dari pengembang gim lokal.
Banyak pemain gim di dalam negeri yang ingin memainkan gim berkualitas. Namun, memiliki harga yang murah atau gratis. “Ini yang coba kita kembangkan, kita dorong, memiliki budaya mengapresiasi,” katanya.
Dia meyakini gim dari pengembang Indonesia yang sukses di luar negeri lantaran para pemain gim di negara lain lebih mengapresiasi karya yang dibuat oleh developer dari dalam negeri.
Dia mengingatkan pada saat ini pengembang dan penerbit gim asing masih mendominasi pasar dalam negeri. Dari nilai industri gim sekitar US$2 miliar, sekitar 90 persen di antaranya adalah dari pelaku asing yang menerbitkan produknya di Indonesia.
CEO dan Founder Toge Production Kris Antoni Hadiputro Nurwono mengatakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi pengembang gim Indonesia adalah tidak memiliki modal sebesar perusahaan asing yang menerbitkan produknya di dalam negeri.
“Di mana mereka satu gim saja bisa memiliki bujet sampai ratusan juta dolar. Sedangkan kami memiliki bujet Rp100 juta rupiah saja sudah sangat bersyukur,” katanya.
Kondisi ini membuat banyak pengembang lokal menciptakan gim single player experience sebagai bentuk memaksimalkan dana terbatas yang dimiliki. Salah satu contohnya adalah permainan A Space for the Unbound yang diterbitkan oleh Toge Productions.
Kemudian, pengembang gim lokal juga tidak bisa menggratiskan karya yang telah dihasilkan karena memiliki bujet yang terbatas. Lagi-lagi, kondisi ini berbeda dengan pengembang dari luar negeri. Mereka dapat membuat para pemain bisa memperoleh karya mereka secara cuma-cuma, bahkan dengan kualitas 3 dimensi.
“Jadi, ada semacam gap [antara pengembang di dalam negeri dengan pengembang dari luar negeri],” katanya.
Baca juga: Review Game The Bad Kids, Remaja & Mimpi Buruk Realitas Dewasa
Dia menambahkan banyak masyarakat menilai harga gim yang dijual oleh pengembang lokal berkisar Rp100.000 – Rp200.000 sangat mahal lantaran mereka bisa memiliki gim secara gratis dengan kualitas yang sangat bagus.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.