Hypereport: Pemaknaan Luas Generasi Muda tentang Janji Suci Pernikahan
21 February 2023 |
08:14 WIB
Dalam beberapa waktu terakhir, terjadi pergeseran nilai, tujuan, dan perspektif seputar pernikahan khususnya pada generasi yang lebih muda. Sejumlah riset menyebutkan bahwa generasi milenial dan z lebih mungkin untuk tidak menikah atau sampai ke jenjang itu dalam rentang usia yang lebih tua.
Studi Pew Research mencatat bahwa generasi muda tiga kali lebih mungkin untuk tidak menikah dibandingkan dengan generasi kakek dan nenek mereka. Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat tren pernikahan yang mengalami penurunan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Berdasarkan statistik tersebut, ada 1,74 juta pernikahan yang tercatat sepanjang 2021. Jumlah ini turun sekitar 2,8 persen dibandingkan dengan 2020 dengan 1,79 pernikahan. Jika ditarik selama 1 dekade, jumlah pernikahan di Indonesia juga terus mengalami penurunan. 2021 bahkan jadi tahun dengan pernikahan terendah, sementara 2012 merupakan yang tertinggi dengan 2,3 juta pernikahan.
Penurunan jumlah orang yang menikah atau menunda perkawinan disebabkan oleh beragam alasan. Selain terkait dengan isu finansial dan biaya hidup yang makin tinggi, generasi ini juga semakin banyak yang mengedepankan aktualisasi diri, mengejar pendidikan dan karier misalnya. Mereka juga lebih serius dan matang mempersiapkan diri secara finansial dan emosional.
Tak hanya itu, dalam konteks pernikahan saat ini, ada banyak isu yang juga mencuat dan jadi pembahasan menarik. Mulai dari topik pesta pernikahan yang lebih sederhana karena lebih intim, pernikahan bebas anak (childfree), dan tak lupa juga terkait dengan perceraian yang angkanya meningkat.
Dalam laporan khusus edisi terbaru, Hypeabis.id menggali lebih mendalam terkait isu-isu tersebut dan menyajikannya dalam tulisan seri. Berikut rangkumannya:
Hypereport: Mengulik Fenomena Menikah dengan Sederhana & Tanpa Tekanan
Fenomena menarik seputar pernikahan terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Banyak generasi milenial dan z memutuskan untuk menikah saat usia yang lewat dari batas ideal. Selain itu, gelombang baru proses mengikat janji suci lebih sederhana, misalnya dengan menikah di Kantor Urusan Agama, juga makin santer.
Konselor pernikahan menyatakan bahwa fenomena generasi yang memilih menikah di atas usia 30 tahun, salah satunya disebabkan oleh tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang sudah sangat baik. Banyak laki-laki dan perempuan yang menempuh pendidikan lebih tinggi, dan memilih untuk mempraktikkan ilmunya lewat jenjang karier terlebih dahulu.
Sementara itu, ramainya pasangan yang menikah di KUA menunjukkan bahwa generasi muda lebih suka kepraktisan alias tidak mau ribet. Hal ini juga menunjukkan kematangan pemikiran mereka, bahwa hal paling penting dari menikah adalah sah secara agama dan mempersiapkan hidup masa depan.
Hypereport: Saat Mereka Memutuskan Tidak Menikah, Trauma Masa Lalu & Realistis
Pernikahan jadi topik yang selalu ramai berseliweran di jagat media sosial. Dalam banyak perbincangan itu, selalu ada cerita dan pandangan dari mereka yang justru memilih untuk tidak menikah. Hal ini jadi kontra narasi yang menarik untuk didalami.
Nyatanya, ada banyak alasan seseorang memutuskan untuk tidak melanjutkan kehidupannya dalam jenjang pernikahan. Hal itu meliputi, pengalaman buruk pada masa lalu dalam menjalani hubungan. Dikecewakan atau disakiti bisa menyebabkan penurunan kepercayaan untuk memulai dan membina hubungan.
Alasan lainnya adalah ‘realistis’ tentang kondisi keuangan yang bisa jadi polemik pada masa depan. Ragam alasan semakin menghimpit kehidupan yang dijalani generasi muda saat ini, baik itu datang dari alasan masa lalu maupun perkiraan dan perhitungan pada masa mendatang.
Hypereport: Childfree, Kala Pasangan Suami Istri Memutuskan Tidak Memiliki Anak
Beberapa waktu lalu, lini masa dunia maya kembali ramai dengan pembahasan mengenai childfree, atau keputusan yang diambil pasangan menikah untuk tidak memiliki anak. Fenomena ini memang bukan hal yang baru, dan ada banyak alasan atau argumen yang mendasarinya. Menurut sosiolog, alasan itu umumnya terkait dengan karier dan gaya hidup.
Meski memutuskan untuk tidak memiliki anak, bukan berarti pasangan memiliki pandangan yang negatif mengenai buah hati. Hanya saja mereka tidak terlalu mengharapkannya. Sayangnya, childfree masih memiliki stigma yang cenderung buruk di kalangan masyarakat dalam negeri.
Hypereport: Mengurai Akar Persoalan dari Fenomena Perceraian Pasangan Muda
Angka perceraian di Indonesia selalu meningkat hampir setiap tahunnya. Pernikahan dini, alasan ekonomi, hingga perselingkuhan menjadi pemicu dari kasus putusnya hubungan pernikahan tersebut. Hal yang patut menjadi perhatian adalah fenomena keretakan rumah tangga itu nyatanya banyak terjadi pada usia pernikahan yang masih seumur jagung dari pasangan muda.
Perceraian meski pahit tapi bisa jadi jalan terakhir, dengan catatan segala upaya telah dilakukan oleh pasangan. Namun, jika belum ditentukan dan dilakukan, pasutri disarankan untuk memikirkan kembali tindakan yang akan diambil karena bakal berdampak pada mereka sendiri, keluarga, dan buah hati bisa telah diberi momongan.
Editor: Nirmala Aninda
Studi Pew Research mencatat bahwa generasi muda tiga kali lebih mungkin untuk tidak menikah dibandingkan dengan generasi kakek dan nenek mereka. Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat tren pernikahan yang mengalami penurunan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Berdasarkan statistik tersebut, ada 1,74 juta pernikahan yang tercatat sepanjang 2021. Jumlah ini turun sekitar 2,8 persen dibandingkan dengan 2020 dengan 1,79 pernikahan. Jika ditarik selama 1 dekade, jumlah pernikahan di Indonesia juga terus mengalami penurunan. 2021 bahkan jadi tahun dengan pernikahan terendah, sementara 2012 merupakan yang tertinggi dengan 2,3 juta pernikahan.
Penurunan jumlah orang yang menikah atau menunda perkawinan disebabkan oleh beragam alasan. Selain terkait dengan isu finansial dan biaya hidup yang makin tinggi, generasi ini juga semakin banyak yang mengedepankan aktualisasi diri, mengejar pendidikan dan karier misalnya. Mereka juga lebih serius dan matang mempersiapkan diri secara finansial dan emosional.
Tak hanya itu, dalam konteks pernikahan saat ini, ada banyak isu yang juga mencuat dan jadi pembahasan menarik. Mulai dari topik pesta pernikahan yang lebih sederhana karena lebih intim, pernikahan bebas anak (childfree), dan tak lupa juga terkait dengan perceraian yang angkanya meningkat.
Dalam laporan khusus edisi terbaru, Hypeabis.id menggali lebih mendalam terkait isu-isu tersebut dan menyajikannya dalam tulisan seri. Berikut rangkumannya:
Hypereport: Mengulik Fenomena Menikah dengan Sederhana & Tanpa Tekanan
Fenomena menarik seputar pernikahan terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Banyak generasi milenial dan z memutuskan untuk menikah saat usia yang lewat dari batas ideal. Selain itu, gelombang baru proses mengikat janji suci lebih sederhana, misalnya dengan menikah di Kantor Urusan Agama, juga makin santer.
Konselor pernikahan menyatakan bahwa fenomena generasi yang memilih menikah di atas usia 30 tahun, salah satunya disebabkan oleh tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang sudah sangat baik. Banyak laki-laki dan perempuan yang menempuh pendidikan lebih tinggi, dan memilih untuk mempraktikkan ilmunya lewat jenjang karier terlebih dahulu.
Sementara itu, ramainya pasangan yang menikah di KUA menunjukkan bahwa generasi muda lebih suka kepraktisan alias tidak mau ribet. Hal ini juga menunjukkan kematangan pemikiran mereka, bahwa hal paling penting dari menikah adalah sah secara agama dan mempersiapkan hidup masa depan.
Hypereport: Saat Mereka Memutuskan Tidak Menikah, Trauma Masa Lalu & Realistis
Pernikahan jadi topik yang selalu ramai berseliweran di jagat media sosial. Dalam banyak perbincangan itu, selalu ada cerita dan pandangan dari mereka yang justru memilih untuk tidak menikah. Hal ini jadi kontra narasi yang menarik untuk didalami.
Nyatanya, ada banyak alasan seseorang memutuskan untuk tidak melanjutkan kehidupannya dalam jenjang pernikahan. Hal itu meliputi, pengalaman buruk pada masa lalu dalam menjalani hubungan. Dikecewakan atau disakiti bisa menyebabkan penurunan kepercayaan untuk memulai dan membina hubungan.
Alasan lainnya adalah ‘realistis’ tentang kondisi keuangan yang bisa jadi polemik pada masa depan. Ragam alasan semakin menghimpit kehidupan yang dijalani generasi muda saat ini, baik itu datang dari alasan masa lalu maupun perkiraan dan perhitungan pada masa mendatang.
Hypereport: Childfree, Kala Pasangan Suami Istri Memutuskan Tidak Memiliki Anak
Beberapa waktu lalu, lini masa dunia maya kembali ramai dengan pembahasan mengenai childfree, atau keputusan yang diambil pasangan menikah untuk tidak memiliki anak. Fenomena ini memang bukan hal yang baru, dan ada banyak alasan atau argumen yang mendasarinya. Menurut sosiolog, alasan itu umumnya terkait dengan karier dan gaya hidup.
Meski memutuskan untuk tidak memiliki anak, bukan berarti pasangan memiliki pandangan yang negatif mengenai buah hati. Hanya saja mereka tidak terlalu mengharapkannya. Sayangnya, childfree masih memiliki stigma yang cenderung buruk di kalangan masyarakat dalam negeri.
Hypereport: Mengurai Akar Persoalan dari Fenomena Perceraian Pasangan Muda
Angka perceraian di Indonesia selalu meningkat hampir setiap tahunnya. Pernikahan dini, alasan ekonomi, hingga perselingkuhan menjadi pemicu dari kasus putusnya hubungan pernikahan tersebut. Hal yang patut menjadi perhatian adalah fenomena keretakan rumah tangga itu nyatanya banyak terjadi pada usia pernikahan yang masih seumur jagung dari pasangan muda.
Perceraian meski pahit tapi bisa jadi jalan terakhir, dengan catatan segala upaya telah dilakukan oleh pasangan. Namun, jika belum ditentukan dan dilakukan, pasutri disarankan untuk memikirkan kembali tindakan yang akan diambil karena bakal berdampak pada mereka sendiri, keluarga, dan buah hati bisa telah diberi momongan.
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.