Ritual Reba Ngada. (Sumber gambar: Abdurachman/Bisnis)

Mengenal Tahapan dan Filosofi Ritual Reba Ngada

19 February 2023   |   07:46 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Like
Ritual Reba punya makna penting bagi warga Ngada, Nusa Tenggara Timur. Reba merupakan perayaan ucapan syukur atas penyelenggaraan Dewa Zeta Nitu Zale, yaitu kepercayaan terhadap wujud tertinggi masyarakat Ngada yang sudah dilakukan ribuan tahun lamanya.

Umumnya, ritual Reba dilakukan di Ngada, Nusa Tenggara Timur. Akan tetapi, diaspora warga Ngada yang ada di Jabodetabek berinisiatif mengadakan ritual tersebut di Jakarta. Dengan menggunakan konsep festival dan atraksi, ritual Reba Ngada dilakukan di anjungan Nusa Tenggara Timur, Taman Mini Indonesia Indah pada Sabtu (18/2/2023).

Perayaan ini menjadi momentum untuk mengenang dan menghormati para leluhur secara istimewa. Perayaan ini juga menjadi kesempatan perenungan terhadap nilai-nilai luhur yang diwariskan pendahulu kepada generasi mendatang.

Baca juga: Festival Reba & Harmonisasi Kehidupan Masyarakat Ngada
 

(Abdurachman/Bisni)

(Abdurachman/Bisni)

Romo Eduard Ratu Dopo SJ mengatakan bahwa ritual Reba Ngada umumnya digelar pada Desember hingga Februari. Setidaknya, ada tiga tahapan penting yang terjadi pada ritual Reba Ngada ini.

Pertama adalah Kobe Dheke. Tahap pertama ini juga kerap disebut sebagai peristiwa warga Ngada kembali ke rumah induk. Semua warga anggota suku yang berada di mana saja diharapkan datang dan masuk ke rumah induk saat ritual Reba dimulai.

“Mirip seperti saat Lebaran. Orang akan kembali ke asalnya, kembali ke fitrinya, kembali ke jati dirinya. Oleh karena itu, ritual tahap pertama ini adalah prosesi warga Ngada kembali ke jati diri utamanya,” kata Romo Eduard.

Romo mengatakan bahwa ritual ini seolah mengingatkan semua warga Ngada tentang asal usulnya. Ada perjalanan panjang sebelum para leluhur mereka sampai ke Ngada. Para leluhur yang merupakan bangsa pelaut itu punya cerita panjang sebelum akhirnya menetap di tempat tujuan mereka, yakni Ngada, setelah sebelumnya berada di negeri antah berantah. Mereka bisa sampai ke tempat tujuan karena dituntun oleh cahaya.

Upaya mengingat sejarah ini merupakan bagian dari membangun kesadaran warga Ngada bahwa mereka selalu dalam perlindungan leluhurnya. Pada momen ini warga Ngada juga akan bersilaturahmi dan memberi makan leluhur pendahulunya.

Kemudian, tahap kedua adalah Kobe Dhoi. Tahap kedua ini ditandai dengan pengangkatan ubi atau uwi tinggi-tinggi. Bagi Warga Ngada, Ubi memang punya filosofi yang mendalam. Jika di Amerika Serikat thanksgiving dilakukan dengan memakan kalkun, warga Ngada melakukan itu dengan ubi.

Tahap ketiga adalah Kobe Sui yang memiliki arti perkawinan. Pada tahap ini, nilai-nilai kehidupan dan kebijaksanaan seolah sedang ditancapkan kepada seluruh warga Ngada sehingga bisa bersatu padu.

Dari peristiwa ini, diharapkan akan lahir tunas baru berupa transformasi budaya yang lebih baik menuju kehidupan yang lebih harmoni. “Upacara ini seolah ingin menyimbolkan harmoni masyarakat Ngada dengan Tuhan, alam, sesama, dan dengan para leluhur yang sudah tidak ada,” imbuhnya.


Pakaian Adat Ngada

Saat melakukan perayaan Reba, warga Ngada kerap menggunakan pakaian adat. Rupanya, pakaian adat tersebut punya makna yang mendalam dan melengkapi ritual Reba yang dilakukannya.

Ketua Paguyuban Keluarga besar Ngada Jabodetabek Damianus Bilo mengatakan bahwa orang Ngada yang menggunakan pakaian adat biasanya akan memakai boku. Ini adalah kain ikat penutup kepala yang dikenakan dengan cara dililit dan menyerupai kerucut sebagai pengganti topi.
 

(Abdurachman/Bisnis)

(Abdurachman/Bisnis)

Kemudian, boku juga dilengkapi dengan Mari Ngia. Mari Ngia merupakan secarik kain yang memiliki dekorasi khusus sebagai lambang mahkota dan berfungsi untuk menahan boku.

Umumnya, laki-laki yang mengenakan pakaian adat juga akan membawa parang kebesaran di sisi kanan. Meski memakai parang, Damianus mengatakan bahwa warga Ngada tidak akan asal dalam menggunakan senjata parang tersebut. Mereka hanya menggunakan parang untuk kehidupan, bukan untuk hal-hal yang bertentangan dengan adat.

“Kemudian, ada lue. Ini adalah ciri khas yang dipakai laki-laki. Bentuknya melingkar di badan yang seolah melambangkan batasan. Jadi, hidup itu ada rumusan yang menjadi hukum dan membatasi diri kita dalam menjalani kehidupan,” katanya.

Di bagian bawah, orang Ngada biasanya juga memakai kain yang bernama sapu. Kain ini memiliki makna bahwa aura setiap orang harus dilindungi dan mendapatkan khusus yang terhormat.

Baca juga: Festival Reba, Antusiasme Generasi Muda Ngada Lestarikan Budaya

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Gita Carla

SEBELUMNYA

Ajak Milenial Melek Investasi, Cak Investment Gelar Economic Research Competition

BERIKUTNYA

Hypereport: Childfree, Kala Pasangan Suami Istri Memutuskan Tidak Memiliki Anak

Komentar

freed roga

freed roga

08 Dec 2023 - 14:53

hallo apakah sy bisa gunakan informasi ini untuk website saya? untuk dukungan informasi pariwisata budaya..sumber artikelnya tetap saya cantumkan.


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: