Festival Reba, Antusiasme Generasi Muda Ngada Lestarikan Budaya
18 February 2023 |
21:11 WIB
Antusiasme warga Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), merayakan Festival Reba sudah terlihat sejak sore, Sabtu 18 Februari 2023. Di berbagai sudut Taman Mini Indonesia (TMII), terlihat banyak warga Ngada mengenakan pakaian adat berjalan kaki dan menaiki shuttle bus.
Semua mengarah ke anjungan Nusa Tenggara Timur, tempat ritual adat dilaksanakan. Dalam perjalanan menuju ke anjungan Nusa Tenggara Timur, Hypeabis.id berjumpa dengan Carlos Ghowi (25). Diaspora dari Bajawa itu begitu antusias menyambut Festival Reba tahun ini. Maklum, festival tahun ini digelar saat pemerintah telah mencabut status PPKM.
Baca juga: Festival Reba & Harmonisasi Kehidupan Masyarakat Ngada
"Pastinya akan ramai sekali karena PPKM sudah dicabut. Antusiasme masyarakat untuk datang cukup tinggi," kata Carlos.
Carlos tak sendiri, dia bersama keluarga datang ke acara yang penting bagi warga Ngada ini. Di tengah kesibukannya bekerja di ibu kota, Carlos masih menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama warga Ngada lain yang ada di Jakarta dan sekitarnya.
Bagi warga Ngada, pesta adat Reba memang punya peran spesial dalam membangun relasi kepada Tuhan, manusia, maupun alam semesta. Oleh karena itu, festival Reba Ngada ini sukar untuk dilewatkan.
Pada sore hari yang cukup mendung itu, kami memilih berjalan dari lokasi parkir kendaraan pribadi menuju ke anjungan NTT. Sebenarnya ada opsi menggunakan shuttle bus, tetapi kami memilih berjalan kaki agar lebih sehat, selain juga karena bus datang cukup lama.
Di tengah perjalanan, Carlos banyak bercerita tentang suasana ramai saat pesta adat Reba digelar di kampung halamannya. Sesekali nada bicaranya sangat antusias. Ada makna mendalam yang diperolehnya saat mengikuti Reba Ngada.
Biasanya, kata Carlos, Ritual Reba digelar dengan durasi yang berbeda-beda. Tiap kampung halaman punya keunikan masing-masing, baik waktu penyelenggaraan maupun prosesinya. Namun, semua punya tujuan yang sama.
Baginya, Festival Reba yang digelar di TMII ini bisa jadi pengobat rindu karena dirinya tak bisa merayakannya di kampung halaman. Oleh karena itu, dirinya begitu antusias saat datang ke TMII.
Satu hal yang paling dirindukan saat ritual Reba adalah pertemuan. Ritual Reba merupakan salah satu momen warga Ngada berkumpul, bersyukur, dan bersuka cita bersama. "Ada kebahagiaan tersendiri saat berkumpul dengan orang satu keturunan, makan bersama, dan saling berbagi kabar atau cerita," imbuhnya.
Pada saat momen tersebut, dirinya bahagia karena merasa memiliki keterhubungan dengan leluhur. Dia juga merasa batinnya penuh, ada kebahagiaan berbeda yang dirasakannya.
Bagi Carlos, anak muda adalah generasi yang harus terus melestarikan budaya. Hari ini generasi muda datang sebagai warga yang ikut merayakan. Namun, pada masa depan, generasi muda yang melaksanakan ritual adat dan melestarikannya.
"Ritual Reba sudah berjalan turun-temurun dari leluhur. Kami hanya harus melanjutkan itu," ucap Carlos.
Sementara itu, Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur Josef Nae Doi mengatakan bahwa generasi muda harus terus terlibat dalam setiap perayaan adat. Dengan cara ini, regenerasi pelaku adat akan terjadi. Secara jangka panjang, jika pelaku adat ada, maka budaya itu dengan sendirinya akan lestari.
Pihaknya juga menjelaskan saat ini di setiap kabupaten di NTT diwajibkan memiliki setidaknya satu festival budaya. Festival Reba hanya satu dari sekian banyak ekspresi budaya lain yang ada di NTT.
"Hal ini dilakukan karena kami mau menurunkan nilai-nilai budaya ini kepada generasi muda. Tentu saja tidak dengan cara tradisional lagi," katanya.
Dia meyakini waktu yang terus berjalan dan berubah juga membuat segala sesuatunya berubah. Oleh karena itu, perlu ada penyesuaian agar budaya bisa lebih dekat kepada anak muda. Meskipun demikian, perubahan tertentu tidak boleh menghilangkan nilai-nilai hakiki dalam budaya tersebut.
Nilai-nilai hakiki tersebut ialah hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, alam, dan menghormati arwah yang sudah berpulang. Menurutnya, adat bisa dimodernisasi, tetapi bukan menghilangkan eksistensi dari adat tersebut.
Editor: Dika Irawan
Semua mengarah ke anjungan Nusa Tenggara Timur, tempat ritual adat dilaksanakan. Dalam perjalanan menuju ke anjungan Nusa Tenggara Timur, Hypeabis.id berjumpa dengan Carlos Ghowi (25). Diaspora dari Bajawa itu begitu antusias menyambut Festival Reba tahun ini. Maklum, festival tahun ini digelar saat pemerintah telah mencabut status PPKM.
Baca juga: Festival Reba & Harmonisasi Kehidupan Masyarakat Ngada
"Pastinya akan ramai sekali karena PPKM sudah dicabut. Antusiasme masyarakat untuk datang cukup tinggi," kata Carlos.
Carlos tak sendiri, dia bersama keluarga datang ke acara yang penting bagi warga Ngada ini. Di tengah kesibukannya bekerja di ibu kota, Carlos masih menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama warga Ngada lain yang ada di Jakarta dan sekitarnya.
Bagi warga Ngada, pesta adat Reba memang punya peran spesial dalam membangun relasi kepada Tuhan, manusia, maupun alam semesta. Oleh karena itu, festival Reba Ngada ini sukar untuk dilewatkan.
Pada sore hari yang cukup mendung itu, kami memilih berjalan dari lokasi parkir kendaraan pribadi menuju ke anjungan NTT. Sebenarnya ada opsi menggunakan shuttle bus, tetapi kami memilih berjalan kaki agar lebih sehat, selain juga karena bus datang cukup lama.
Di tengah perjalanan, Carlos banyak bercerita tentang suasana ramai saat pesta adat Reba digelar di kampung halamannya. Sesekali nada bicaranya sangat antusias. Ada makna mendalam yang diperolehnya saat mengikuti Reba Ngada.
Biasanya, kata Carlos, Ritual Reba digelar dengan durasi yang berbeda-beda. Tiap kampung halaman punya keunikan masing-masing, baik waktu penyelenggaraan maupun prosesinya. Namun, semua punya tujuan yang sama.
(Sumber foto: Abdurachman/Bisnis Indonesia)
Satu hal yang paling dirindukan saat ritual Reba adalah pertemuan. Ritual Reba merupakan salah satu momen warga Ngada berkumpul, bersyukur, dan bersuka cita bersama. "Ada kebahagiaan tersendiri saat berkumpul dengan orang satu keturunan, makan bersama, dan saling berbagi kabar atau cerita," imbuhnya.
Pada saat momen tersebut, dirinya bahagia karena merasa memiliki keterhubungan dengan leluhur. Dia juga merasa batinnya penuh, ada kebahagiaan berbeda yang dirasakannya.
Yang Muda yang Melestarikan
Bagi Carlos, anak muda adalah generasi yang harus terus melestarikan budaya. Hari ini generasi muda datang sebagai warga yang ikut merayakan. Namun, pada masa depan, generasi muda yang melaksanakan ritual adat dan melestarikannya."Ritual Reba sudah berjalan turun-temurun dari leluhur. Kami hanya harus melanjutkan itu," ucap Carlos.
Sementara itu, Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur Josef Nae Doi mengatakan bahwa generasi muda harus terus terlibat dalam setiap perayaan adat. Dengan cara ini, regenerasi pelaku adat akan terjadi. Secara jangka panjang, jika pelaku adat ada, maka budaya itu dengan sendirinya akan lestari.
Pihaknya juga menjelaskan saat ini di setiap kabupaten di NTT diwajibkan memiliki setidaknya satu festival budaya. Festival Reba hanya satu dari sekian banyak ekspresi budaya lain yang ada di NTT.
"Hal ini dilakukan karena kami mau menurunkan nilai-nilai budaya ini kepada generasi muda. Tentu saja tidak dengan cara tradisional lagi," katanya.
Dia meyakini waktu yang terus berjalan dan berubah juga membuat segala sesuatunya berubah. Oleh karena itu, perlu ada penyesuaian agar budaya bisa lebih dekat kepada anak muda. Meskipun demikian, perubahan tertentu tidak boleh menghilangkan nilai-nilai hakiki dalam budaya tersebut.
Nilai-nilai hakiki tersebut ialah hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, alam, dan menghormati arwah yang sudah berpulang. Menurutnya, adat bisa dimodernisasi, tetapi bukan menghilangkan eksistensi dari adat tersebut.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.