Cara Mengurus Sertifikat Halal MUI Online untuk Badan Usaha, Simak Persyaratannya
18 February 2023 |
15:53 WIB
Sertifikasi halal menjadi sangat penting untuk dipenuhi para pelaku usaha yang memasarkan produknya di Indonesia. Hal ini lantaran penduduk Indonesia meruoakan populasi muslim terbesar di Dunia, yakni sebanyak 87,18 persen dari jumlah penduduk keseluruhan.
Di samping itu, kewajiban Sertifikasi Halal Produk yang beredar di Indonesia diatur dalam UU No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. Beberapa produk dan badan usaha yang wajib memiliki sertifikasi halal diantaranya makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, flavor, fragrance, produk biologi, termasuk vaksin, barang gunaan, restoran, katering, dan dapur, jasa, serta rumah potong hewan.
Baca juga: Sah! MUI Tetapkan Es Krim Mixue Halal: Bahan & Produknya Terjamin Suci
Mengutip dari Halal MUI, prosedur sertifikasi halal untuk produk yang beredak di Indonesia harus melibatkan tiga pihak, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Lembaga Pengkajian Pangat Obat Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) sebagai lembaga pemeriksa halal (LPH), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). BPJPH melaksanakan penyelenggaraan jaminan produk halal.
Sementara LPPOM MUI memeriksa kecukupan dokumen, penjadwalan audit, pelaksanaan audit, pelaksanaan rapat auditor, penerbitan audit memorandum, penyampaian berita acara hasil audit pada rapat Komisi Fatwa MUI. Adapun, MUI melalui Komisi Fatwa menetapkan kehalalan produk berdasarkan hasil audit dan menerbitkan Ketetapan Halal MUI.
Sebelum melakukan pendaftaran sertifikasi halal, perusahaan harus sudah menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang sesuai dengan regulasi pemerintah dan HAS 23000. Selain itu, perusahaan juga dapat mengikuti pelatihan SJH yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan SJH yang kompeten.
Pendaftaran sertifikasi halal diawali dengan pengajuan permohonan Surat Tanda Terima Dokumen (STTD) ke BPJPH. Selanjutnya, perusahaan memilih LPPOM MUI untuk pemeriksaan kehalalan produk. Pendaftaran ke LPPOM MUI dilakukan secara online menggunakan sistem CEROL-SS23000.
Perusahaan perlu mengisi data registrasi, data fasilitas, data produk, data bahan, data matriks bahan vs produk, dan mengunggah sejumlah dokumen yang dipersyaratkan. Berikut dokumen yang perlu disiapkan perusahaan untuk proses sertifikasi halal.
1. Ketetapan Halal sebelumnya untuk kelompok produk yang sama (khusus registrasi pengembangan atau perpanjangan).
2. Manual SJH / SJPH (khusus registrasi baru, pengembangan dengan status SJH B, atau perpanjangan).
3. Status/Sertifikat SJH terakhir (khusus registrasi pengembangan dan perpanjangan).
4. Diagram alir proses produksi untuk produk yang didaftarkan (untuk setiap jenis produk).
5. Pernyataan dari pemilik fasilitas produksi bahwa fasilitas produksi yang kontak langsung dengan bahan dan produk (termasuk peralatan pembantu) tidak digunakan secara bergantian untuk menghasilkan produk halal dan produk yang mengandung babi/turunannya.
Jika pernah digunakan untuk memproduksi produk yang mengandung babi dan turunannya maka telah dilakukan pencucian tujuh kali menggunakan air, salah satunya dengan tanah, sabun, deterjen atau bahan kimia yang dapat menghilangkan bau dan warna najis.
6. Daftar alamat seluruh fasilitas produksi, termasuk pabrik maklon dan gudang bahan/produk intermediet. Khusus untuk restoran, fasilitas yang diinformasikan perlu mencakup kantor pusat, dapur eksternal, gudang eksternal, dan tempat makan/minum.
Khusus untuk produk gelatin, jika bahan baku (kulit, tulang, kerongkongan, bone chips, dan/atau ossein) tidak bersertifikat halal, maka alamat seluruh pemasok bahan baku, juga harus dicantumkan.
7. Bukti diseminasi kebijakan halal.
8. Bukti kompetensi tim manajemen halal, seperti sertifikat penyelia halal, sertifikat pelatihan eksternal dan/atau bukti pelatihan internal (daftar kehadiran, materi pelatihan dan evaluasi pelatihan). Khusus registrasi pengembangan fasilitas, diperlukan bukti pelatihan internal di fasilitas baru tersebut.
9. Bukti pelaksanaan audit internal SJH.
10. Bukti ijin perusahaan seperti: NIB, Surat Izin Usaha Industri, Surat Izin Usaha Mikro dan Kecil, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), atau Surat Keterangan Keberadaan Sarana Produksi yang diterbitkan oleh perangkat daerah setempat (untuk perusahaan yang berlokasi di Indonesia).
11. Sertifikat atau bukti penerapan sistem mutu atau keamanan produk (bila ada), seperti sertifikat HACCP, GMP, FSSC 22000 untuk pangan, sertifikat laik hygiene sanitasi untuk restoran dan jasa boga, Cara Pembuatan Pangan yang Baik (CPPB), Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik, dan sebagainya.
12. STTD dari BPJPH
Di samping itu, kewajiban Sertifikasi Halal Produk yang beredar di Indonesia diatur dalam UU No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. Beberapa produk dan badan usaha yang wajib memiliki sertifikasi halal diantaranya makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, flavor, fragrance, produk biologi, termasuk vaksin, barang gunaan, restoran, katering, dan dapur, jasa, serta rumah potong hewan.
Baca juga: Sah! MUI Tetapkan Es Krim Mixue Halal: Bahan & Produknya Terjamin Suci
Mengutip dari Halal MUI, prosedur sertifikasi halal untuk produk yang beredak di Indonesia harus melibatkan tiga pihak, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Lembaga Pengkajian Pangat Obat Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) sebagai lembaga pemeriksa halal (LPH), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). BPJPH melaksanakan penyelenggaraan jaminan produk halal.
Sementara LPPOM MUI memeriksa kecukupan dokumen, penjadwalan audit, pelaksanaan audit, pelaksanaan rapat auditor, penerbitan audit memorandum, penyampaian berita acara hasil audit pada rapat Komisi Fatwa MUI. Adapun, MUI melalui Komisi Fatwa menetapkan kehalalan produk berdasarkan hasil audit dan menerbitkan Ketetapan Halal MUI.
Sebelum melakukan pendaftaran sertifikasi halal, perusahaan harus sudah menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang sesuai dengan regulasi pemerintah dan HAS 23000. Selain itu, perusahaan juga dapat mengikuti pelatihan SJH yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan SJH yang kompeten.
Pendaftaran sertifikasi halal diawali dengan pengajuan permohonan Surat Tanda Terima Dokumen (STTD) ke BPJPH. Selanjutnya, perusahaan memilih LPPOM MUI untuk pemeriksaan kehalalan produk. Pendaftaran ke LPPOM MUI dilakukan secara online menggunakan sistem CEROL-SS23000.
Persyaratan Dokumen
Perusahaan perlu mengisi data registrasi, data fasilitas, data produk, data bahan, data matriks bahan vs produk, dan mengunggah sejumlah dokumen yang dipersyaratkan. Berikut dokumen yang perlu disiapkan perusahaan untuk proses sertifikasi halal.1. Ketetapan Halal sebelumnya untuk kelompok produk yang sama (khusus registrasi pengembangan atau perpanjangan).
2. Manual SJH / SJPH (khusus registrasi baru, pengembangan dengan status SJH B, atau perpanjangan).
3. Status/Sertifikat SJH terakhir (khusus registrasi pengembangan dan perpanjangan).
4. Diagram alir proses produksi untuk produk yang didaftarkan (untuk setiap jenis produk).
5. Pernyataan dari pemilik fasilitas produksi bahwa fasilitas produksi yang kontak langsung dengan bahan dan produk (termasuk peralatan pembantu) tidak digunakan secara bergantian untuk menghasilkan produk halal dan produk yang mengandung babi/turunannya.
Jika pernah digunakan untuk memproduksi produk yang mengandung babi dan turunannya maka telah dilakukan pencucian tujuh kali menggunakan air, salah satunya dengan tanah, sabun, deterjen atau bahan kimia yang dapat menghilangkan bau dan warna najis.
6. Daftar alamat seluruh fasilitas produksi, termasuk pabrik maklon dan gudang bahan/produk intermediet. Khusus untuk restoran, fasilitas yang diinformasikan perlu mencakup kantor pusat, dapur eksternal, gudang eksternal, dan tempat makan/minum.
Khusus untuk produk gelatin, jika bahan baku (kulit, tulang, kerongkongan, bone chips, dan/atau ossein) tidak bersertifikat halal, maka alamat seluruh pemasok bahan baku, juga harus dicantumkan.
7. Bukti diseminasi kebijakan halal.
8. Bukti kompetensi tim manajemen halal, seperti sertifikat penyelia halal, sertifikat pelatihan eksternal dan/atau bukti pelatihan internal (daftar kehadiran, materi pelatihan dan evaluasi pelatihan). Khusus registrasi pengembangan fasilitas, diperlukan bukti pelatihan internal di fasilitas baru tersebut.
9. Bukti pelaksanaan audit internal SJH.
10. Bukti ijin perusahaan seperti: NIB, Surat Izin Usaha Industri, Surat Izin Usaha Mikro dan Kecil, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), atau Surat Keterangan Keberadaan Sarana Produksi yang diterbitkan oleh perangkat daerah setempat (untuk perusahaan yang berlokasi di Indonesia).
11. Sertifikat atau bukti penerapan sistem mutu atau keamanan produk (bila ada), seperti sertifikat HACCP, GMP, FSSC 22000 untuk pangan, sertifikat laik hygiene sanitasi untuk restoran dan jasa boga, Cara Pembuatan Pangan yang Baik (CPPB), Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik, dan sebagainya.
12. STTD dari BPJPH
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.