Ilustrasi mesin pencari (Sumber: Freepik/DilokaStudio)

Potensi Masalah yang Bisa Muncul dari Pemanfaatan Mesin Pencari Berbasis AI 

15 February 2023   |   18:30 WIB
Image
Syaiful Millah Asisten Manajer Konten Hypeabis.id

Mesin pencari berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) lagi viral. Microsoft dengan ChatGPT jadi pelopor. Tak mau kalah, Google juga belum lama ini mengumumkan fitur atau teknologi serupa bernama Bard. Bahkan, mesin pencari China Baidu juga tengah mengembangkan chatbot berbasis AI. 

Integrasi kecerdasan artifisial digadang-gadang bakal merubah konsep dan pemanfaatan layanan mesin pencari pada masa mendatang. Dalam pengumuman di situs resminya, CEO Microsoft Satya Nadella menggambarkan perubahan tersebut sebagai paradigma baru. Pergeseran yang bakal memunculkan potensi untuk menata ulang lanskap teknologi modern. 

CEO Google dan Alfabet Sundar Pichai menambahkan bahwa pemanfaatan AI itu juga dapat memperdalam pemahaman tentang informasi dan mengubahnya jadi pengetahuan yang berguna. Untuk itu, perusahaan mengembangkan Bard yang didukung oleh LaMDA, model percakapan yang pertama kali diungkap pada ajang Google I/O 2021. 

Baca juga: Google Luncurkan Bard, Siap Bersaing dengan ChatGPT dari Open AI

Namun demikian, setiap perkembangan teknologi yang terjadi tak bisa dilepaskan dari tantangan dan masalah yang baru. Layaknya dua sisi mata uang, ada manfaat yang bisa diambil dan problem atau tantangan yang muncul. 

Salah satunya sudah langsung tercermin ketika perkenalan Bard. Layanan milik Google itu salah menjawab pertanyaan tentang NASA James Webb Space Telescope di salah satu iklan pertamanya. Hal tersebut telah menyebabkan saham perusahaan induk mereka turun lebih dari 9 persen, dan banyak orang merasa skeptis.

Dirangkum Hypeabis.id, berikut ini adalah beberapa tantangan yang perlu diperhatikan terkait pemanfaatan mesin pencari berbasis AI seperti ChatGPT, Bard, dan layanan serupa lainnya. 
 

1. Informasi Tidak Akurat & Bias 

Tak lama setelah layanan ChatGPT dirilis, para peneliti melakukan uji coba untuk mencari tahu keakuratan informasi yang dihasilkan oleh platform dari OpenAI tersebut. Hasilnya, yang berbentuk artikel, esai, atau skrip tertentu, dinilai sangat meresahkan karena banyak yang tidak benar atau sesuai konteks. 

Gordon Crovitz, Co-CEO NewsGuard - perusahaan yang melacak misinformasi daring - bahkan menyatakan bahwa platform tersebut akan jadi alat paling ampuh untuk menyebarkan misinformasi yang pernah ada di internet.

“Membuat narasi palsu baru sekarang dapat dilakukan dalam skala dramatis dan lebih sering. Ini seperti memiliki agen AI yang berkontribusi pada disinformasi,” katanya seperti dikutip New York Times

Selain itu, algoritma mesin pencari atau chatbot berbasis AI juga dapat terpengaruh oleh bias data dan informasi yang digunakan dalam proses pelatihan. Hal ini berimplikasi pada jawaban yang bisa jadi bias juga, tidak objektif atau diskriminatif terhadap isu tertentu. 
 

2. Jabawan Tunggal 

Salah satu pembeda mesin pencari berbasis AI dengan mesin pencari konvensional adalah kemampuannya merangkum pencarian atau pertanyaan pengguna hanya dengan satu jawaban. Berbeda dengan search engine umum yang menyediakan berbagai tautan ke berbagai situs yang bisa dipilih pemakainya. 

Dalam sebuah makalah bertajuk Situating Search, Chirag Shah dan Emily M. Bender dari University of Washington menyoroti isu tersebut. Menurut mereka, pengenalan antarmuka chatbot yang demikian memperburuk masalah karena isinya masih banyak mengandung informasi yang salah dan keliru. 

Mengelaborasi makalah itu, The Verge menyebut bahwa chatbot tidak hanya cenderung menawarkan jawaban tunggal, tapi jawabannya disusun dari berbagai sumber dan seringkali tidak merujuk pada atribusi yang tepat. 
 

3. Kecurangan & Kriminalitas 

Kecanggihan mesin pencari berbasis kecerdasan buatan memang tak bisa disangkal. Kemampuannya tak terbatas pada pengumpulan informasi, tapi juga membuat kode bahasa pemrograman. Terkait dengan hal ini, banyak pakar teknologi yang memperingatkan bahwa layanan itu bisa dipakai oleh penjahat siber. 

Studi yang dirilis BlackBerry pada awal tahun ini menemukan bahwa 51 persen dari 1.5000 profesional di bidang teknologi percaya bahwa serangan siber yang berhasil dikaitkan dengan ChatGPT, dan hal tersebut akan terus tumbuh. 

Dilansir dari Today Online, Stas Protassov, Co-founder Acronis, menyebut ada laporan bahwa ChatGPT digunakan untuk menghasilkan email phishing. Selain itu, ada juga informasi yang menyatakan beberapa penyerang siber membuat alat pencuri kata sandi menggunakan Python yang dihasilkan dari ChatGPT. 

Meskipun disebutkan bahwa layanan berbasis kecerdasan buatan itu masih dalam tahapan awal, tapi ada potensi nyata pemanfaatannya untuk hal-hal curang bahkan mengarah pada tindakan kriminalitas. 


4. Propaganda & Berita Palsu 

Penulis mencoba menanyakan hal ini kepada platform ChatGPT langsung dengan isian prompt ‘masalah yang bisa ditimbulkan akibat penggunaan search engine berbasis AI’ dan salah satu poin jawaban yang diberikan adalah propaganda serta berita palsu. Begini elaborasinya. 

Mesin pencari berbasis kecerdasan buatan bisa menjadi alat yang efektif untuk mempeluas propaganda dan berita palsu, karena mereka bisa menampilkan hasil pencarian yang dipilih dan disortir untuk memenuhi preferensi para pengguna. Pemakai platform ini bisa meminta informasi tentang isi tertentu, dan menjadi dasar penyebarannya dalam rangka memengaruhi atau bahkan menyesatkan pandangan orang lain. 
 

5. Privasi 

Poin lain yang perlu menjadi perhatian terkait perkembangan mesin pencari dengan AI adalah isu privasi. Pasalnya chatbot dan search engine sering kali mengumpulkan informasi pribadi pengguna. Ini mencakup lokasi, riwayat pencarian, dan preferensi guna proses personalisasi pengalaman. 

Hal yang harus lebih diperhatikan adalah informasi tersebut bisa jadi tahun ke tangan pihak ketiga tanpa adanya persetujuan para penggunanya. Sebagai sebuah platform digital, layanan seperti itu tak lepas dari ancaman siber yang kian gencar. 
 

6. Ketergantungan 

Pemanfaatan teknologi berbasis AI yang terlalu besar dan sering dapat menyebabkan ketergantungan atau dependensi pada teknologi, yang bisa berimbas pada penurunan kemampuan untuk berpikir secara independen dan kritis. Hal itu terjadi karena sering kali orang mempercayai jawaban yang diberikan oleh mesin tanpa melakukan verifikasi atau analisis ulang.

Baca juga: Kenalan dengan ChatGPT, Chat Bot Cerdas dari OpenAI

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Dika Irawan 

SEBELUMNYA

Pameran Cafe & Brasserie Expo Siap Digelar Mei 2023 di JCC, Pebisnis Kafe & Resto Merapat

BERIKUTNYA

Heri Dono Bawa Pesan Damai Lewat The Foiled War of Bharatayudha di Sharjah Biennale

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: