Heri Dono Bawa Pesan Damai Lewat The Foiled War of Bharatayudha di Sharjah Biennale
15 February 2023 |
16:59 WIB
Kiprah seniman Indonesia di luar negeri kembali moncer. Terbaru, perupa Heri Dono ikut memeriahkan gelaran Sharjah Biennale ke-15 di Uni Emirat Arab (UEA) dengan membawa lakon The Foiled War of Bharatayudha. Tak hanya itu, Heri pun turut memamerkan karya instalasi bertajuk Fermentation of the Brain (2015) di Kalba Kindergarten UEA.
Sharjah Biennale merupakan pameran berskala internasional yang menyatukan lebih dari 150 seniman dan kolektif dari 70 negara di dunia. Tahun ini, gelaran akbar tersebut mengusung tajuk Thinking Historically in the Present yang berlangsung di dari 7 Februari sampai 11 Juni 2023.
Baca juga: Perjalanan Kesenian Heri Dono, Awal Animasi dan Animisme
Heri Dono mengatakan, biennale yang digagas mendiang kurator Okwui Enwezor itu secara kritis ingin memusatkan sejarah masa lalu dalam momen kontemporer. Adapun, kali ini, Sharjah Biennale dikurasi oleh Direktur Yayasan oleh Hoor Al Qasimi dengan mengambil tema konstelasi dunia pascakolonial.
"Memang Sharjah ini baru merdeka sekitar 51 tahun. Jadi, tema biennale ini juga tentang dekolonisasi yang jika diterjemahkan sampai hari ini masih aktual. Di mana negara adikuasa itu masih mendiktekan dirinya, hukum-hukum kehidupan, kebudayaan dan yang lain," papar Heri Dono saat dihubungi Hypeabis.id.
Lewat pementasan lakon The Foiled War of Bharatayudha, Heri ingin memberi perspektif baru pada publik di dunia internasional lewat cerita-cerita kepahlawanan di masa lalu. Salah satunya dengan membawa epos Mahabharata yang di dalamnya terdapat kisah perang suci Bharatayuddha antara kubu Kurawa dan pandawa.
Perupa asal Yogyakarta itu mengatakan, setiap epos selalu memiliki latar belakangnya historis. Misalnya, epos Ramayana yang ada di India memiliki versi yang berbeda dengan yang ada di Srilanka. Yaitu di Srilanka karakter Rahwana dianggap sebagai pahlawan, sementara di India yang menjadi pahlawan adalah Rama.
Menurutnya, pengertian sosok Shinta yang diperebutkan oleh Rahwana dan Rama jika dalam bahasa Kawi disebut Siti atau Tanah. Sehingga okupasi, penjajahan, dan perang baik di masa lalu dan sekarang bisa direpresentasikan terhadap sosok wanita atau simbol feminin dari Ibu Pertiwi.
"Jika ditarik dalam konteks sekarang, adanya perang antara Rusia dan Ukraina, atau PD II di masa lalu, semuanya itu disebabkan karena ada faktor-faktor di luar kelompok-kelompok yang sedang bertikai dan ingin mencari keuntungan dari perang tersebut," ungkap Heri.
Adapun, dalam karya performance yang berlangsung pada Minggu, (12/2/23) waktu setempat itu menceritakan mengenai adanya sebuah pesawat UFO yang turun ke bumi. Sesudah itu muncul kelompok Pandawa, Kurawa, dan Punakawan, serta karakter baru di luar epos bernama kelompok Proxy yang dibuat mirip Donald Trump.
"Ada juga karakter superhero yang mungkin itu diciptakan setelah PD II, seperti Batman, dan lain lain yang seolah ingin memberikan imajinasi ke negara dunia ketiga bahwa superhero dunia itu adalah mereka, jadi orang-orang lokal melupakan superheronya sendiri," papar Heri.
Syahdan, perang pun mulai berkobar di antara mereka, yang mana keadaan tersebut sudah bisa diramalkan. Namun, sebelum semua itu terjadi muncullah tokoh Ismaya alias Semar yang menasehati kedua kubu untuk tidak saling adu senjata, tapi intelektualitas lewat permainan catur.
"Dari sinilah saya pun menghadirkan simbol-simbol senjata tersebut dengan membakarnya yang bermakna bahwa kita tidak memerlukan senjata untuk saling membunuh, yang kita perlukan adalah kegiatan untuk saling mengerti tanpa harus ada kekerasan secara fisik," jelas Heri.
Selain Heri Dono, seniman Indonesia yang karyanya turut dipamerkan di Sharjah Biennale ke-15 ada juga karya dari mendiang pelukis senior Semsar Siahaan, Maharani Mancanegara dari Bandung, dan seniman Elia Nurvista.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Sharjah Biennale merupakan pameran berskala internasional yang menyatukan lebih dari 150 seniman dan kolektif dari 70 negara di dunia. Tahun ini, gelaran akbar tersebut mengusung tajuk Thinking Historically in the Present yang berlangsung di dari 7 Februari sampai 11 Juni 2023.
Baca juga: Perjalanan Kesenian Heri Dono, Awal Animasi dan Animisme
Heri Dono mengatakan, biennale yang digagas mendiang kurator Okwui Enwezor itu secara kritis ingin memusatkan sejarah masa lalu dalam momen kontemporer. Adapun, kali ini, Sharjah Biennale dikurasi oleh Direktur Yayasan oleh Hoor Al Qasimi dengan mengambil tema konstelasi dunia pascakolonial.
"Memang Sharjah ini baru merdeka sekitar 51 tahun. Jadi, tema biennale ini juga tentang dekolonisasi yang jika diterjemahkan sampai hari ini masih aktual. Di mana negara adikuasa itu masih mendiktekan dirinya, hukum-hukum kehidupan, kebudayaan dan yang lain," papar Heri Dono saat dihubungi Hypeabis.id.
Lewat pementasan lakon The Foiled War of Bharatayudha, Heri ingin memberi perspektif baru pada publik di dunia internasional lewat cerita-cerita kepahlawanan di masa lalu. Salah satunya dengan membawa epos Mahabharata yang di dalamnya terdapat kisah perang suci Bharatayuddha antara kubu Kurawa dan pandawa.
Perupa asal Yogyakarta itu mengatakan, setiap epos selalu memiliki latar belakangnya historis. Misalnya, epos Ramayana yang ada di India memiliki versi yang berbeda dengan yang ada di Srilanka. Yaitu di Srilanka karakter Rahwana dianggap sebagai pahlawan, sementara di India yang menjadi pahlawan adalah Rama.
Menurutnya, pengertian sosok Shinta yang diperebutkan oleh Rahwana dan Rama jika dalam bahasa Kawi disebut Siti atau Tanah. Sehingga okupasi, penjajahan, dan perang baik di masa lalu dan sekarang bisa direpresentasikan terhadap sosok wanita atau simbol feminin dari Ibu Pertiwi.
"Jika ditarik dalam konteks sekarang, adanya perang antara Rusia dan Ukraina, atau PD II di masa lalu, semuanya itu disebabkan karena ada faktor-faktor di luar kelompok-kelompok yang sedang bertikai dan ingin mencari keuntungan dari perang tersebut," ungkap Heri.
Adapun, dalam karya performance yang berlangsung pada Minggu, (12/2/23) waktu setempat itu menceritakan mengenai adanya sebuah pesawat UFO yang turun ke bumi. Sesudah itu muncul kelompok Pandawa, Kurawa, dan Punakawan, serta karakter baru di luar epos bernama kelompok Proxy yang dibuat mirip Donald Trump.
"Ada juga karakter superhero yang mungkin itu diciptakan setelah PD II, seperti Batman, dan lain lain yang seolah ingin memberikan imajinasi ke negara dunia ketiga bahwa superhero dunia itu adalah mereka, jadi orang-orang lokal melupakan superheronya sendiri," papar Heri.
Karya instalasi Heri Dono bertajuk Fermentation of the Brain (2015) di Kalba Kindergarten UEA. (sumber gambar Studio Kalahan)
Syahdan, perang pun mulai berkobar di antara mereka, yang mana keadaan tersebut sudah bisa diramalkan. Namun, sebelum semua itu terjadi muncullah tokoh Ismaya alias Semar yang menasehati kedua kubu untuk tidak saling adu senjata, tapi intelektualitas lewat permainan catur.
"Dari sinilah saya pun menghadirkan simbol-simbol senjata tersebut dengan membakarnya yang bermakna bahwa kita tidak memerlukan senjata untuk saling membunuh, yang kita perlukan adalah kegiatan untuk saling mengerti tanpa harus ada kekerasan secara fisik," jelas Heri.
Selain Heri Dono, seniman Indonesia yang karyanya turut dipamerkan di Sharjah Biennale ke-15 ada juga karya dari mendiang pelukis senior Semsar Siahaan, Maharani Mancanegara dari Bandung, dan seniman Elia Nurvista.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.