Begini Respons KPAI Terkait Maraknya Isu Penculikan Anak
06 February 2023 |
14:43 WIB
Banyak orang tua yang waswas dengan si buah hati setelah hampir sepekan ini informasi tentang penculikan anak menyebar begitu masif. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta masyarakat berhati-hati sekaligus mengecek kebenaran informasi sebelum ikut menyebarkannya.
Pasalnya, beberapa informasi dan laporan yang masuk terindikasi hoaks. Namun, itu tidak menunjukkan bahwa kasus penculikan sudah tidak ada lagi di Indonesia. Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, menyambut baik sentimen positif dan langkah-langkah kewaspadaan yang dilakukan masyarakat. Namun, Maryati meminta masyarakat tidak panik berlebihan.
Maryati mengatakan bahwa pada awal tahun ini, setidaknya ada dua kasus penculikan yang cukup mendapat perhatian besar. Dua kasus yang menghebohkan ini kemudian memantik tingkat kewaspadaan terhadap isu penculikan.
Kasus pertama ialah tentang kasus penculikan remaja di Makassar dengan motif ingin menjual ginjal si korban. Kedua, ialah kasus penculikan Malika yang terjadi di Gunung Sahari, Jakarta Pusat.
“Berdasarkan data KPAI, sepanjang 2022 setidaknya ada 35 pengaduan kasus penculikan anak. Sebagian kasus penculikan anak dilakukan oleh orang yang dikenal,” ujar Maryati kepada Hypeabis.id.
Baca juga: 2 Kasus Baru Gagal Ginjal Akut, 1 Anak Meninggal Pasca Minum Obat Penurun Panas
Mayoritas kasus penculikan anak memang terindikasi sebagai modus domestik. Misalnya, menculik anak untuk mencuri perhatian mantan istri atau suaminya, kasus penculikan oleh asisten rumah tangga, hingga teman baru yang dikenal melalui media sosial.
Angka kasus penculikan anak oleh orang asing masih tidak terlalu besar. Namun, orang tua mesti waspada karena modus dan motifnya lebih beragam. Motif yang kerap mendasari penculikan ialah keuntungan finansial, eksploitasi anak, eksploitasi seksual, hingga adopsi ilegal.
Sementara itu, modus yang dipakai kini juga makin beragam. Dari menyamar sebagai orang tua, menawarkan hadiah, menawarkan bantuan, kekerasan, hingga menggunakan pendekatan internet.
Meski sebagian informasi tentang penculikan saat ini terindikasi hoaks. Maryati meminta kewaspadaan orang tua terhadap isu ini tidak lantas turun. Menurutnya, kewaspadaan yang muncul belakangan ini merupakan wujud dari peningkatan kualitas perlindungan pada anak.
Namun, basis kewaspadaan mesti bijak dan tidak mengedepankan rasa panik. Momen ini justru bisa dipakai oleh orang tua untuk lebih memperkuat pengasuhannya. Maryati juga meminta masyarakat lebih memonitor kegiatan anak.
Selain itu, orang tua juga sebaiknya meningkatkan quality time bersama anak. Sebab, hal ini membuat anak lebih dekat dengan orang tua dan mau terbuka dengannya.
Harapannya, setiap kali anak merasa terancam atau ada hal-hal mencurigakan, mereka bisa segera bercerita dengan orang tua tanpa rasa takut. Dari hal sederhana ini, orang tua bisa melakukan proteksi agar kekhawatiran anak tidak terjadi.
Maryati meminta masyarakat untuk segera melapor ke pihak berwenang, seperti polisi atau KPAI, jika mengalami kasus penculikan. KPAI menjamin pihaknya akan memonitor setiap pengaduan yang masuk hingga kasus tersebut terselesaikan.
Setelah kasus selesai dan korban kembali ke orang tua, pendampingan psikologis tetap harus dilakukan. Sebab, anak sering kali dalam keadaan trauma setelah kembali ke orang tua. Hal ini mesti juga mendapat perhatian dan menjadi fokus utama setelah kasus penculikan selesai.
Baca juga: Tetap Sabar Mom, Begini Kiat Melatih Emosi Anak yang Meledak-ledak
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Pasalnya, beberapa informasi dan laporan yang masuk terindikasi hoaks. Namun, itu tidak menunjukkan bahwa kasus penculikan sudah tidak ada lagi di Indonesia. Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, menyambut baik sentimen positif dan langkah-langkah kewaspadaan yang dilakukan masyarakat. Namun, Maryati meminta masyarakat tidak panik berlebihan.
Maryati mengatakan bahwa pada awal tahun ini, setidaknya ada dua kasus penculikan yang cukup mendapat perhatian besar. Dua kasus yang menghebohkan ini kemudian memantik tingkat kewaspadaan terhadap isu penculikan.
Kasus pertama ialah tentang kasus penculikan remaja di Makassar dengan motif ingin menjual ginjal si korban. Kedua, ialah kasus penculikan Malika yang terjadi di Gunung Sahari, Jakarta Pusat.
“Berdasarkan data KPAI, sepanjang 2022 setidaknya ada 35 pengaduan kasus penculikan anak. Sebagian kasus penculikan anak dilakukan oleh orang yang dikenal,” ujar Maryati kepada Hypeabis.id.
Baca juga: 2 Kasus Baru Gagal Ginjal Akut, 1 Anak Meninggal Pasca Minum Obat Penurun Panas
Mayoritas kasus penculikan anak memang terindikasi sebagai modus domestik. Misalnya, menculik anak untuk mencuri perhatian mantan istri atau suaminya, kasus penculikan oleh asisten rumah tangga, hingga teman baru yang dikenal melalui media sosial.
Angka kasus penculikan anak oleh orang asing masih tidak terlalu besar. Namun, orang tua mesti waspada karena modus dan motifnya lebih beragam. Motif yang kerap mendasari penculikan ialah keuntungan finansial, eksploitasi anak, eksploitasi seksual, hingga adopsi ilegal.
Sementara itu, modus yang dipakai kini juga makin beragam. Dari menyamar sebagai orang tua, menawarkan hadiah, menawarkan bantuan, kekerasan, hingga menggunakan pendekatan internet.
Ilustrasi anak (Sumber gambar: Freepik)
Namun, basis kewaspadaan mesti bijak dan tidak mengedepankan rasa panik. Momen ini justru bisa dipakai oleh orang tua untuk lebih memperkuat pengasuhannya. Maryati juga meminta masyarakat lebih memonitor kegiatan anak.
Selain itu, orang tua juga sebaiknya meningkatkan quality time bersama anak. Sebab, hal ini membuat anak lebih dekat dengan orang tua dan mau terbuka dengannya.
Harapannya, setiap kali anak merasa terancam atau ada hal-hal mencurigakan, mereka bisa segera bercerita dengan orang tua tanpa rasa takut. Dari hal sederhana ini, orang tua bisa melakukan proteksi agar kekhawatiran anak tidak terjadi.
Maryati meminta masyarakat untuk segera melapor ke pihak berwenang, seperti polisi atau KPAI, jika mengalami kasus penculikan. KPAI menjamin pihaknya akan memonitor setiap pengaduan yang masuk hingga kasus tersebut terselesaikan.
Setelah kasus selesai dan korban kembali ke orang tua, pendampingan psikologis tetap harus dilakukan. Sebab, anak sering kali dalam keadaan trauma setelah kembali ke orang tua. Hal ini mesti juga mendapat perhatian dan menjadi fokus utama setelah kasus penculikan selesai.
Baca juga: Tetap Sabar Mom, Begini Kiat Melatih Emosi Anak yang Meledak-ledak
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.