2 Kasus Baru Gagal Ginjal Akut, 1 Anak Meninggal Pasca Minum Obat Penurun Panas
06 February 2023 |
10:26 WIB
Kementerian Kesehatan kembali menemukan kasus baru Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA). Tercatat, sejak awal Desember 2021, laporan mengenai penyakit yang disebabkan obat sirup tersebut tidak lagi ditemukan setelah pemberian obat penawar (antidotum) fomepizole.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. M Syahril menerangkan ada dua kasus yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta dengan penambahan kasus tercatat pada tahun ini, satu kasus konfirmasi GGAPA dan satu kasus suspek.
Baca juga: Tetap Waspada, Ini Fase Anak Mengalami Gagal Ginjal Akut yang Harus Segera Ditangani Dokter
Secara terperinci Syahril menyampaikan satu kasus konfirmasi GGAPA merupakan anak berusia 1 tahun. Anak tersebut mengalami demam pada 25 Januari 2023 dan diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek dengan merk Praxion.
"Pada 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil (anuria),” ujarnya dalam siaran pers, Senin (6/2/2023).
Mengalami gejala tersebut, sang anak dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta, untuk mendapatkan pemeriksaan. Pada 31 Januari, dia mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa. Melihat ada gejala GGAPA, petugas medis merujuknya untuk ke RSCM, tetapi keluarga menolak dan meminta pulang paksa.
Berlanjut pada 1 Februari, orang tua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD. Pasien sudah mulai buang air kecil. Namun pada hari yang sama, pasien dirujuk kembali ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole. Sayangnya, 3 jam setelah mendapat perawatan di RSCM, pada pukul 23.00 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia.
Sementara itu, satu kasus lainnya dinyatakan masih dalam kategori suspek. Terjadi pada anak berusia 7 tahun yang mengalami demam pada 26 Januari. Orang tua anak tersebut kemudian memberikan obat penurun panas sirup yang dibeli secara mandiri.
Pada 30 Januari, sang anak mendapatkan pengobatan penurun demam tablet dari Puskesmas. Berlanjut ada 1 Februari, pasien berobat ke klinik dan diberikan obat racikan.
Kondisinya tidak kunjung membaik. Pada 2 Februari, anak berusia 7 tahun itu dirawat di RSUD Kembangan, kemudian dirujuk dan saat ini masih menjalani perawatan di RSCM.
“Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sampel obat dan darah pasien” jelas dr. Syahril.
Adanya dua kasus ini membuat Kemenkes meminta agar Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah lain untuk aktif memantau pasien dengan gejala GGAPA. Jika menunjukkan gejala, diimbau segera merujuk ke rumah sakit yang telah ditunjuk Kemenkes untuk menangani pasien tersebut.
Dalam kasus GGAPA, Kementerian Kesehatan katanya bekerja sama dengan berbagai pihak mulai dari IDAI, BPOM, Ahli Epidemiologi, Labkesda DKI, Farmakolog, para guru besar dan Puslabfor Polri. Mereka melakukan penelusuran epidemiologi untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko gangguan ginjal akut.
Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mengeluarkan perintah penghentian sementara produksi dan distribusi obat yang dikonsumsi pasien hingga investigasi selesai dilaksanakan. Terkait perintah penghentian sementara dari BPOM, industri farmasi pemegang izin edar obat tersebut telah melakukan voluntary recall (penarikan obat secara sukarela).
BPOM telah melakukan investigasi atas sampel produk obat dan bahan baku baik dari sisa obat pasien, sampel dari peredaran dan tempat produksi, serta telah diuji di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN).
“BPOM juga telah melakukan pemeriksaan ke sarana produksi terkait Cara Pembuatan Obat yang Baik [CPOB],” tulis pernyataan resmi badan pengawas obat itu.
Dengan dilaporkannya tambahan kasus baru GGAPA, hingga 5 Februari 2023 tercatat ada 326 kasus GGAPA dan satu suspek yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 116 kasus dinyatakan sembuh, sementara enam kasus masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. M Syahril menerangkan ada dua kasus yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta dengan penambahan kasus tercatat pada tahun ini, satu kasus konfirmasi GGAPA dan satu kasus suspek.
Baca juga: Tetap Waspada, Ini Fase Anak Mengalami Gagal Ginjal Akut yang Harus Segera Ditangani Dokter
Secara terperinci Syahril menyampaikan satu kasus konfirmasi GGAPA merupakan anak berusia 1 tahun. Anak tersebut mengalami demam pada 25 Januari 2023 dan diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek dengan merk Praxion.
"Pada 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil (anuria),” ujarnya dalam siaran pers, Senin (6/2/2023).
Mengalami gejala tersebut, sang anak dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta, untuk mendapatkan pemeriksaan. Pada 31 Januari, dia mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa. Melihat ada gejala GGAPA, petugas medis merujuknya untuk ke RSCM, tetapi keluarga menolak dan meminta pulang paksa.
Berlanjut pada 1 Februari, orang tua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD. Pasien sudah mulai buang air kecil. Namun pada hari yang sama, pasien dirujuk kembali ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole. Sayangnya, 3 jam setelah mendapat perawatan di RSCM, pada pukul 23.00 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia.
Sementara itu, satu kasus lainnya dinyatakan masih dalam kategori suspek. Terjadi pada anak berusia 7 tahun yang mengalami demam pada 26 Januari. Orang tua anak tersebut kemudian memberikan obat penurun panas sirup yang dibeli secara mandiri.
Pada 30 Januari, sang anak mendapatkan pengobatan penurun demam tablet dari Puskesmas. Berlanjut ada 1 Februari, pasien berobat ke klinik dan diberikan obat racikan.
Kondisinya tidak kunjung membaik. Pada 2 Februari, anak berusia 7 tahun itu dirawat di RSUD Kembangan, kemudian dirujuk dan saat ini masih menjalani perawatan di RSCM.
“Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sampel obat dan darah pasien” jelas dr. Syahril.
Adanya dua kasus ini membuat Kemenkes meminta agar Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah lain untuk aktif memantau pasien dengan gejala GGAPA. Jika menunjukkan gejala, diimbau segera merujuk ke rumah sakit yang telah ditunjuk Kemenkes untuk menangani pasien tersebut.
Dalam kasus GGAPA, Kementerian Kesehatan katanya bekerja sama dengan berbagai pihak mulai dari IDAI, BPOM, Ahli Epidemiologi, Labkesda DKI, Farmakolog, para guru besar dan Puslabfor Polri. Mereka melakukan penelusuran epidemiologi untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko gangguan ginjal akut.
Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mengeluarkan perintah penghentian sementara produksi dan distribusi obat yang dikonsumsi pasien hingga investigasi selesai dilaksanakan. Terkait perintah penghentian sementara dari BPOM, industri farmasi pemegang izin edar obat tersebut telah melakukan voluntary recall (penarikan obat secara sukarela).
BPOM telah melakukan investigasi atas sampel produk obat dan bahan baku baik dari sisa obat pasien, sampel dari peredaran dan tempat produksi, serta telah diuji di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN).
“BPOM juga telah melakukan pemeriksaan ke sarana produksi terkait Cara Pembuatan Obat yang Baik [CPOB],” tulis pernyataan resmi badan pengawas obat itu.
Dengan dilaporkannya tambahan kasus baru GGAPA, hingga 5 Februari 2023 tercatat ada 326 kasus GGAPA dan satu suspek yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 116 kasus dinyatakan sembuh, sementara enam kasus masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.