Perubahan Tren Fesyen, H&M Gulung Tikar di Inggris
29 January 2023 |
14:29 WIB
Jenama fesyen asal Stockholm, Swedia, dikabarkan H&M memutuskan untuk menutup seluruh toko mereka di Inggris. Perubahan tren fesyen dan perilaku pelanggan, membuat brand yang telah berdiri selama hampir 66 tahun itu harus mengatur ulang rencana bisnis.
Salah seorang juru bicara H&M UK & Ireland mengatakan di tengah perubahan perilaku yang tidak diprediksi selama beberapa tahun terakhir, pihaknya perlu mengevaluasi kinerja. Pasalnya selama September-November, omset H&M di negara tersebut sangat tipis seiring dengan melonjaknya biaya produksi dan distribusi.
Baca juga: Unik! H&M Bikin Program Penyewaan Baju Pria untuk Wawancara Kerja
"[Dalam situasi] ini berarti bahwa terkadang kita perlu menutup toko,” ujar juru bicara yang enggan disebutkan namanya itu, dikutip dari Birminghammail.co.uk, Minggu (29/1/2023).
Chief Executive Officer (CEO) H&M Helena Helmersson mengatakan daripada meneruskan biaya penuh kepada pelanggan, pihaknya memilih untuk memperkuat posisi pasar terlebih dahulu. Untuk mengantisipasi kerugian akibat biaya produksi dan distribusi yang melonjak, merek fesyen ini akan terus menaikkan harga dalam beberapa kategori pada tingkat bervariasi.
"[Cara] ini adalah strategi penetapan harga yang sangat dinamis," jelasnya.
Tentu kuartal pertama tahun ini akan sangat menantang. Walaupun harga beberapa produk dinaikkan, Helmersson sadar ini tidak menutupi keseluruhan kerugian yang diterima.
Selaras dengan hal itu, beberapa strategi pun telah dijalani terutama dalam menghadapi ancaman resesi dan konflik geopolitik seperti antara Rusia dan Ukraina. Manajemen H&M katanya, dengan cepat memutuskan untuk menghentikan penjualan di negara-negara yang terkena dampak dan kemudian menghentikan bisnis di Rusia dan Belarusia, untuk mengantisipasi kerugian yang lebih besar.
“Keputusan kami untuk menghentikan bisnis di Rusia, yang merupakan pasar penting dan menguntungkan, memiliki dampak negatif yang signifikan pada hasil kami,” tuturnya.
Baca juga: H&M Targetkan 100 Persen Fesyen Ramah Lingkungan Tahun 2030
Di sisi lain, Fashion Business Program Coordinator ESMOD Jakarta, Nathalia Gunarian, beberapa waktu lalu menyebut, saat ini sustainable fashion menjadi tren di tengah masyarakat.
Didukung dengan reset Brandwatch pada 22 Desember 2022, sepanjang tahun kemarin, ditemukan hampir 53 juta orang mencari kata keberlanjutan dan mode di internet. Oleh karena itu, fashion yang berkelanjutan dan etis, trennya akan meningkat pada 2023.
Riset ini juga menujukan masyarakat kini lebih mengarah pada slow fashion yang masih di bawah payung sustainable fashion. Slow fashion mewakili pendekatan sadar di mana konsumen dapat membeli lebih sedikit item dengan kualitas lebih tinggi, yang juga memenuhi standar etika tertentu, seperti tekstil yang ditanam secara organik, tanpa pengujian hewan, manufaktur etis, dan kondisi kerja yang adil.
Banyak konsumen membahas bagaimana penghematan dan keberlanjutan dalam mode menjadi topik hangat saat ini. Namun demikian, tidak sedikit berpendapat harga produk fesyen berkelanjutan jauh lebih mahal.
Nathalia menyebut sustainable fashion biasanya dibuat dari bahan bekas, atau Upcycle yang tidak sekadar membuat pakaian dari kain bekas, tetapi juga dibuat semakin berdaya guna dengan desain yang unik. Ada juga zero waste, konsep yang memastikan bahwa tak ada bahan yang tertinggal saat membuat busana.
“Setidaknya satu saja dari metode-metode ini digunakan, kami sudah sedikit banyak menggaungkan sustainable fashion. Jadi dalam bisnis atau desain, diajarkan bagaimana mereka bertanggung jawab dengan apa yang dibuatnya,” sebutnya.
Baca juga: 7 Brand Indonesia yang Menerapkan Sustainable Fashion, Yuk Pakai Produk Ramah Lingkungan!
Editor: Dika Irawan
Salah seorang juru bicara H&M UK & Ireland mengatakan di tengah perubahan perilaku yang tidak diprediksi selama beberapa tahun terakhir, pihaknya perlu mengevaluasi kinerja. Pasalnya selama September-November, omset H&M di negara tersebut sangat tipis seiring dengan melonjaknya biaya produksi dan distribusi.
Baca juga: Unik! H&M Bikin Program Penyewaan Baju Pria untuk Wawancara Kerja
"[Dalam situasi] ini berarti bahwa terkadang kita perlu menutup toko,” ujar juru bicara yang enggan disebutkan namanya itu, dikutip dari Birminghammail.co.uk, Minggu (29/1/2023).
Chief Executive Officer (CEO) H&M Helena Helmersson mengatakan daripada meneruskan biaya penuh kepada pelanggan, pihaknya memilih untuk memperkuat posisi pasar terlebih dahulu. Untuk mengantisipasi kerugian akibat biaya produksi dan distribusi yang melonjak, merek fesyen ini akan terus menaikkan harga dalam beberapa kategori pada tingkat bervariasi.
"[Cara] ini adalah strategi penetapan harga yang sangat dinamis," jelasnya.
Tentu kuartal pertama tahun ini akan sangat menantang. Walaupun harga beberapa produk dinaikkan, Helmersson sadar ini tidak menutupi keseluruhan kerugian yang diterima.
Selaras dengan hal itu, beberapa strategi pun telah dijalani terutama dalam menghadapi ancaman resesi dan konflik geopolitik seperti antara Rusia dan Ukraina. Manajemen H&M katanya, dengan cepat memutuskan untuk menghentikan penjualan di negara-negara yang terkena dampak dan kemudian menghentikan bisnis di Rusia dan Belarusia, untuk mengantisipasi kerugian yang lebih besar.
“Keputusan kami untuk menghentikan bisnis di Rusia, yang merupakan pasar penting dan menguntungkan, memiliki dampak negatif yang signifikan pada hasil kami,” tuturnya.
Baca juga: H&M Targetkan 100 Persen Fesyen Ramah Lingkungan Tahun 2030
Di sisi lain, Fashion Business Program Coordinator ESMOD Jakarta, Nathalia Gunarian, beberapa waktu lalu menyebut, saat ini sustainable fashion menjadi tren di tengah masyarakat.
Didukung dengan reset Brandwatch pada 22 Desember 2022, sepanjang tahun kemarin, ditemukan hampir 53 juta orang mencari kata keberlanjutan dan mode di internet. Oleh karena itu, fashion yang berkelanjutan dan etis, trennya akan meningkat pada 2023.
Riset ini juga menujukan masyarakat kini lebih mengarah pada slow fashion yang masih di bawah payung sustainable fashion. Slow fashion mewakili pendekatan sadar di mana konsumen dapat membeli lebih sedikit item dengan kualitas lebih tinggi, yang juga memenuhi standar etika tertentu, seperti tekstil yang ditanam secara organik, tanpa pengujian hewan, manufaktur etis, dan kondisi kerja yang adil.
Banyak konsumen membahas bagaimana penghematan dan keberlanjutan dalam mode menjadi topik hangat saat ini. Namun demikian, tidak sedikit berpendapat harga produk fesyen berkelanjutan jauh lebih mahal.
Nathalia menyebut sustainable fashion biasanya dibuat dari bahan bekas, atau Upcycle yang tidak sekadar membuat pakaian dari kain bekas, tetapi juga dibuat semakin berdaya guna dengan desain yang unik. Ada juga zero waste, konsep yang memastikan bahwa tak ada bahan yang tertinggal saat membuat busana.
“Setidaknya satu saja dari metode-metode ini digunakan, kami sudah sedikit banyak menggaungkan sustainable fashion. Jadi dalam bisnis atau desain, diajarkan bagaimana mereka bertanggung jawab dengan apa yang dibuatnya,” sebutnya.
Baca juga: 7 Brand Indonesia yang Menerapkan Sustainable Fashion, Yuk Pakai Produk Ramah Lingkungan!
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.