Jeff Bezos (Sumber gambar: Flickr/Daniel Oberhaus, 2019)

Menelusuri Jejak Miliarder Jeff Bezos di Pasar Seni Dunia

15 January 2023   |   07:37 WIB
Image
Dika Irawan Asisten Konten Manajer Hypeabis.id

Like
Masuk dalam daftar orang terkaya di muka bumi, sudah sering. Pelesiran ke luar angkasa juga sudah. Memiliki bisnis, pun sudah. Bahkan, dia telah mendirikan perusahaan e-commerce terbesar di dunia. Jadi kolektor seni?  Inilah yang tampaknya mulai dilirik oleh miliarder Jeff Bezos.

Belakangan, pemilik nama lengkap Jeffrey Preston Bezos tersebut masuk dalam daftar top 200 collectors versi majalah Artnews asal Amerika Serikat. Dalam daftar yang diperbaharui pada tahun lalu itu, Bezos dikenal sebagai kolektor seni kontemporer. 

Informasi ini cukup mengejutkan karena Bezos selama ini jarang dikaitkan dengan dunia seni rupa. Sebenarnya, dengan kekayaan US$121,3 miliar setara Rp1.833,4 triliun bukan hal sulit bagi Bezos untuk membeli karya sekaliber Andy Warhol, Shot Sage Blue Marilyn.

Baca juga: Profil Andy Warhol, Seniman Legenda Pop Kultur Dunia

Lukisan yang menyajikan potret Marilyn Monroe itu berhasil mencetak rekor sebagai karya termahal pada tahun lalu, senilai US$195 juta atau setara Rp2,9 triliun.

Mengenai sisi kekolektoran Bezos mulai terungkap sejak 2019. Kala itu, dia dilaporkan telah membeli dua karya seni,  Hurting the Word Radio #2 (1964) dan Vignette 19 (2014) di dua balai lelang berbeda. 

Lukisan Hurting the Word Radio #2 (1964) karya seniman Ed Ruscha tersebut terjual seharga US$52,5 juta (setara Rp793 miliar) kepada penawar telepon anonim di lelang Christie’s New York. 

Penjualan itu telah memecahkan rekor untuk karya seniman. Sebelumnya harga tertinggi karya Ruscha terdapat pada Smash (1963). Karya itu terjual dengan harga US$30,4 juta (setara Rp459 juta) di Christie’s New York pada 2014. 

Adapun, Vignette 19, lukisan karya seniman Kerry James Marshall sold out di Sotheby’s seharga US$18,5 juta (setara Rp279 miliar). pembelinya dilaporkan anonim. Lukisan ini menjadi karya termahal kedua sang seniman. Karya dengan harga tertinggi Marshall ada pada Past Times senilai US$21 juta setara Rp317 miliar. 
 

(Sumber gambar: Sotheby's)

Vignette 19 (Sumber gambar: Sotheby's)

Pembeli dua anonim itu tak lain adalah Bezos. Art dealer Josh Baer lewat nawalanya (newsletter) Baer Faxt mengungkapkan hal itu. Namun, dalam laporan Artnet News, Baer enggan memberikan komentar lebih lanjut tentang hal tersebut. 

Dia pun tidak memberikan petunjuk apa pun tentang dari mana dia mendapatkan informasi tentang pembelian Bezos tersebut. Meski begitu, dia tidak meragukan apa yang sudah ditulisnya tentang kabar tersebut.

Di sisi lain, balai lelang Christie dan Sotheby juga tidak memberikan komentar lebih jauh tentang informasi itu. Termasuk Amazon, perusahaan di mana Bezos bernaung, juga urung membuat klarifikasi.

Bezos sempat terlihat di Sotheby's pada November. Art Net dalam laporannya menuliskan, berdasarkan keterangan sumber mereka, antusiasme Bezos terhadap karya seni ini dipengaruhi oleh pacarnya Lauren Sanchez. 

Setelah bercerai dengan MacKenzie Scott pada 2019, Bezos memang menjalin hubungan dengan news anchor asal Amerika Serikat tersebut. 

Para dealer seni dan spesialis lelang memperkirakan jika benar Bezos membeli karya tersebut, maka dia menjadi pemain baru di pasar seni rupa dunia. Ketertarikan Bezos terhadap lukisan, menurut Bloomberg, juga akan memiliki pengaruh signifikan terhadap pasar seni. Di mana hal tersebut ditandai dengan kenaikan harga karya-karya seni. 

Melihat dua karya yang koleksi Bezos itu membawa kita pada dua seniman kontemporer berpengaruh di dunia. Mereka adalah Ed Ruscha dan Kerry James Marshal. 


Pelopor Seni Kontemporer

Ed Ruscha adalah seniman Amerika paling inovatif. Karya-karyanya lekat dengan gerakan seni pop (pop art).  Dalam laman pribadinya, tercatat karya-karya awal dia menjadi bagian dari gerakan seni Pop era 1960-an. 

Ruscha dan Andy Warhol berada pada satu masa. Hanya, mereka berasal dari tempat berbeda. Namun, bergerak di jalan yang sama, pop art. Warhol berkembang dengan seni pop-nya di New York, sedangkan Ruscha berkarya dari Los Angeles. 

Menurut Britannica.com, karya-karya Ruscha memberikan cara baru dalam memandang dan berpikir tentang situasi Amerika, serta menghubungkan verbal dengan visual. Dalam perjalanan keseniannya, dia terkenal dengan lukisan-lukisan yang mengeksplorasi kata-kata. 
 

(Sumber gambar: Christies)

 Hurting the Word Radio #2 (Sumber gambar: Christies)

Dari catatan katalog Christies, saat menciptakan Hurting the Word Radio #2 (1964), tampaknya seniman terinspirasi dengan papan reklame di jalan. Lewat lukisan ini Ruscha seolah membawa audiens untuk merasakan suasana salah satu jalan raya Los Angeles. Di mana di sisi jalan tersebut terdapat papan reklame besar.

Dari lukisan ini, Ruscha berbicara tentang dampak pembangunan jalan raya di Amerika Serikat pada 1960-an, yang membawa perubahan pada hidup orang Amerika. 

Sementara itu, Kerry James Marshal adalah seniman, sekaligus juga akademisi, yang terkenal dengan figur-figur kulit hitam. The New Yorker melaporkan, selama tiga puluh tahun pertama kariernya, Kerry James Marshall dianggap sebagai seniman sukses tetapi tidak begitu dikenal. 

Karya-karyanya yang berupa lukisan figuratif, gambar, patung, foto, dan videonya hadir di berbagai pameran galeri di Amerika Serikat dan negara lain. Namun, karya-karya Marshall pun terbilang laris di pasaran. 

Menurut laman Sothebys, karya-karya Marshal dikenal karena visualnya mencolok, dieksekusi dengan terampil mengeksplorasi ide dan konsep seputar pengalaman Afrika-Amerika modern. 

Soal Vignette 19, dalam catatan katalog lelang Sothebys, karya ini menggali dan merayakan romansa dari tiga pasangan kulit hitam. Lukisan ini seakan menunjukkan ketidakhadiran sosok kulit hitam yang terasa dari sejarah lukisan Barat. Dieksekusi pada 2014, Vignette 19 termasuk dalam rangkaian lukisan Vignette yang dibuat pada 2003. 

Baca juga: Museum MACAN Debut di ART SG 2023 Singapura, Tampilkan Tiga Karya Seniman Indonesia

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: GIta Carla

SEBELUMNYA

Simak Perbedaan Microsoft 365 & Office 2021

BERIKUTNYA

Kiat Mengotak-atik Portofolio Investasi Hadapi Tahun Resesi

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: