Ini Tanggapan Pakar Marketing Soal Bisnis Mixue yang Makin Menjamur
27 December 2022 |
16:00 WIB
1
Like
Like
Like
Waralaba asal China, Mixue belakangan ini mulai ramai diperbincangkan netizen. Pasalnya ekspansi kuliner es krim yang digemari anak muda itu kian menjamur. Bahkan tak sedikit yang menyebut gerai Mixue saat ini bisa ditemui masyarakat di setiap tikungan.
Jenama franchise dari Negeri Tirai bambu ini pertama kali berdiri pada 2017. Lalu, pada 2020 Mixue mulai masuk ke Indonesia dengan cabang pertama di Bandung hingga melebar ke Jakarta. Kini, waralaba itu juga terus melebarkan sayapnya ke sejumlah kota besar dengan total mencapai lebih 300 gerai di tanah air.
Pakar Marketing Inventure Consulting Yuswohady pun turut menanggapi viralnya waralaba es krim Mixue. Dia menuturkan menjamurnya gerai tersebut salah satunya dipengaruhi harganya yang relatif murah bila dibandingkan dengan brand es krim lainnya di Tanah Air.
Baca juga: Mixue Ice Cream & Tea yang Lagi Viral, Apakah Sudah Halal?
"Jadi Mixue ini bisa low cost ya, sehingga harganya relatif lebih murah [dibandingkan produk lain]. Inilah ciri khas produk dari China, harganya murah tapi produknya bagus karena memang [dibuat] massal," papar Yuswohady kepada Hypeabis.id, Selasa (27/12/22).
Kendati begitu, viral dan masifnya pembukaan gerai Mixue di sejumlah daerah kemungkinan akan mengalami stagnasi. Alasannya menurut Yuswohady karena es krim adalah jenis makanan yang memiliki sifat occasional dan dipengaruhi oleh tren yang sedang berlangsung di beberapa daerah.
Dia pun membandingkan popularitas Mixue dengan beberapa brand yang sudah sukses membangun ekspansinya di berbagai negara, termasuk KFC dan McDonalds. Yuswohady mengungkap brand tersebut dapat bertahan karena menu yang ayam yang disajikan telah menjadi makanan sehari-hari di Indonesia.
"Tapi kalo es krim saya kira sifatnya orang makan itu nggak mungkin tiap hari, mungkin seminggu sekali karena memang faktor tren. Jadi saya kok melihatnya tidak akan sustainable. Kemungkinan ada titik di mana nanti [trennya] akan surut," imbuh Yuswohady.
Hal itulah yang kemudian menimbulkan ketakutan kehilangan momen atau fear of missing out (FOMO) di masyarakat. Sehingga orang beramai-ramai mencoba produk tersebut yang tak ayal membuat popularitas Mixue semakin ngetren.
Viralnya Mixue menurut Yuswohady juga hampir mirip dengan tren Mie Gacoan yang dalam beberapa bulan terakhir banyak diminati masyarakat. Akan tetapi karena Mixue termasuk jenis makananan tidak berkala kemungkinan akan mengalami titik jenuh.
"Kalo saya lihat sekarang pembukaan gerainya demikian masif, tapi tidak akan long run. Bukannya mati tapi nggak akan semasif seperti sekarang. karena sifat kebutuhan makanannya itu occasional bukan habitual," jelas Yuswohady.
Baca juga: Harga Mixue Ice Cream Dibanderol Mulai Rp8.000, Kok Bisa Murah Banget?
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Jenama franchise dari Negeri Tirai bambu ini pertama kali berdiri pada 2017. Lalu, pada 2020 Mixue mulai masuk ke Indonesia dengan cabang pertama di Bandung hingga melebar ke Jakarta. Kini, waralaba itu juga terus melebarkan sayapnya ke sejumlah kota besar dengan total mencapai lebih 300 gerai di tanah air.
Pakar Marketing Inventure Consulting Yuswohady pun turut menanggapi viralnya waralaba es krim Mixue. Dia menuturkan menjamurnya gerai tersebut salah satunya dipengaruhi harganya yang relatif murah bila dibandingkan dengan brand es krim lainnya di Tanah Air.
Baca juga: Mixue Ice Cream & Tea yang Lagi Viral, Apakah Sudah Halal?
"Jadi Mixue ini bisa low cost ya, sehingga harganya relatif lebih murah [dibandingkan produk lain]. Inilah ciri khas produk dari China, harganya murah tapi produknya bagus karena memang [dibuat] massal," papar Yuswohady kepada Hypeabis.id, Selasa (27/12/22).
Kendati begitu, viral dan masifnya pembukaan gerai Mixue di sejumlah daerah kemungkinan akan mengalami stagnasi. Alasannya menurut Yuswohady karena es krim adalah jenis makanan yang memiliki sifat occasional dan dipengaruhi oleh tren yang sedang berlangsung di beberapa daerah.
Dia pun membandingkan popularitas Mixue dengan beberapa brand yang sudah sukses membangun ekspansinya di berbagai negara, termasuk KFC dan McDonalds. Yuswohady mengungkap brand tersebut dapat bertahan karena menu yang ayam yang disajikan telah menjadi makanan sehari-hari di Indonesia.
"Tapi kalo es krim saya kira sifatnya orang makan itu nggak mungkin tiap hari, mungkin seminggu sekali karena memang faktor tren. Jadi saya kok melihatnya tidak akan sustainable. Kemungkinan ada titik di mana nanti [trennya] akan surut," imbuh Yuswohady.
Peran Medsos dan FOMO
Popularitas Mixue menurut Yuswohady juga dipengaruhi oleh adanya media sosial. Kondisi itu terjadi saat pengguna media sosial terlebih para pemengaruh (influencer) membeli produk es krim tersebut lalu mengulasnya di laman media sosial mereka.Hal itulah yang kemudian menimbulkan ketakutan kehilangan momen atau fear of missing out (FOMO) di masyarakat. Sehingga orang beramai-ramai mencoba produk tersebut yang tak ayal membuat popularitas Mixue semakin ngetren.
"Tren ini ibarat FOMO. Jadinya orang makan dan beli Mixue bukan karena butuh tapi social approve atau ikut-ikutan. Dan sekarang ini kenapa FOMO bisa demikian masif, karena ide seseorang itu begitu mudah tersebar melalui medsos mereka," kata Yuswohady.
Viralnya Mixue menurut Yuswohady juga hampir mirip dengan tren Mie Gacoan yang dalam beberapa bulan terakhir banyak diminati masyarakat. Akan tetapi karena Mixue termasuk jenis makananan tidak berkala kemungkinan akan mengalami titik jenuh.
"Kalo saya lihat sekarang pembukaan gerainya demikian masif, tapi tidak akan long run. Bukannya mati tapi nggak akan semasif seperti sekarang. karena sifat kebutuhan makanannya itu occasional bukan habitual," jelas Yuswohady.
Baca juga: Harga Mixue Ice Cream Dibanderol Mulai Rp8.000, Kok Bisa Murah Banget?
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.