Cuplikan film Before, Now & Then (Nana)-Sumber gambar: Fourcolours Films

Banyak Film Lokal Go Internasional, Ternyata Ini 'Bumbu' Rahasianya

20 December 2022   |   16:13 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Film Indonesia kian mendapatkan tempat di ajang festival film internasional. Selama pandemi Covid-19 atau tepatnya dua tahun terakhir, tercatat ada beberapa film yang melenggang di berbagai ajang festival film bergengsi dunia.

Untuk tahun ini saja, tercatat ada empat film yang mengikuti ajang festival film internasional yakni Before, Now, and Then (Nana) di Berlin International Film Festival, Inang di Bucheon International Film Festival, Dancing Color di Locarno Film Festival, serta Autobiography di Venice International Film Festival dan Toronto International Film Festival.

Baca juga: Film Autobiography Sabet Penghargaan Golden Hanoman, Cek Daftar Lengkap Pemenang JAFF 2022

Tak hanya tayang perdana, beberapa film Indonesia juga turut mengikuti kompetisi dan bersaing dengan film-film dari berbagai dunia, hingga berhasil menyabet berbagai penghargaan.

Sebut saja film Yuni garapan sutradara Kamila Andini yang berhasil meraih Platform Prize di Toronto International Film Festival 2021. Selain itu, ada film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas garapan sutradara Edwin yang berhasil memenangkan Golden Leopard, penghargaan tertinggi pada ajang Locarno Film Festival 2021.

Dari pencapaian ini, tentu ada banyak 'racikan' yang diolah oleh sang filmmaker agar film yang dibuatnya bisa dinikmati oleh kalangan penonton global.

Sutradara Joko Anwar mengatakan film yang bisa dinikmati oleh penonton global adalah film yang memiliki tema universal tetapi dituturkan lewat sudut pandang spesifik dari tempat film tersebut dibuat.

Dia mencontohkan film Parasite yang mengangkat tema tentang kemiskinan. Meski mengangkat tema yang umum, film yang memenangkan penghargaan Palme d'Or di Festival Film Cannes itu disajikan lewat sudut pandang seorang filmmaker dari Korea Selatan.

"Bagaimana dinamika antar karakter yang ada di film tersebut, tinggal di tempat tersebut, dan isu yang timbul karena dia tinggal di tempat tersebut, tapi isunya umum," katanya dalam satu acara diskusi di Jakarta, belum lama ini.

Baca juga: Produser Interstellar dan Parasite Garap Film tentang Dunia K-pop

Menurut Joko, film-film yang memiliki tema universal, tetapi diceritakan lewat sudut pandang spesifik dari sebuah tempat memiliki kegunaan bagi para penontonnya. Bagi penonton yang tinggal di tempat yang sama dalam film, itu bisa menjadi satu medium sebagai refleksi atas persoalan yang terjadi di masyarakat.

Sementara bagi penonton global, film tersebut bisa memberikan perspektif yang berbeda akan satu isu yang universal, sehingga bisa menjadi bahan pemikiran baru bagi mereka.
 

Cuplikan film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (Sumber gambar: Palari Films)

Cuplikan film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (Sumber gambar: Palari Films)


Keterampilan Tinggi

Selain dari sisi tema cerita, Joko mengatakan dalam membuat film yang dapat diterima oleh audiens global, penting juga untuk seorang filmmaker memiliki keterampilan dalam membuat film dengan standar global.

Hal tersebut, sambungnya, terbentuk salah satunya lantaran kehadiran platform streaming OTT yang membuat banyak orang bisa menonton film dari berbagai negara. Dengan begitu, pengalaman menonton audiens pun kini secara tidak langsung sudah mengalami peningkatan.

"Mau enggak mau, craftmanship, teknikal, dan estetika film kita juga harus sejajar dengan film-film dari negara lain. Jadi kita enggak bisa bikin film yang secara tema dan sudut pandang mungkin menarik, tapi secara teknikal enggak bagus. Itu enggak bisa," tegas sutradara film Pengabdi Setan itu.

Hal itu juga diamini oleh sutradara Kamila Andini. Menurut perempuan yang akrab disapa Dini itu penting bagi seorang filmmaker untuk mengetahui pergerakan sinema dari berbagai negara yang terus berkembang.

Baca juga: Film Before, Now & Then (Nana) Karya Kamila Andini Tayang Perdana di Berlinale

"Kita sudah sampai mana, apa teknis baru yang dilakukan, apa kebaruan dan eksplorasi baru yang dilakukan oleh para filmmaker di dunia," katanya.

Pergerakan sinema tersebut, papar Dini, tak melulu harus merujuk pada Hollywood yang kerap menjadi benchmark banyak filmmaker. Sebab, menurutnya, sejumlah filmmaker di kawasan lain seperti Asia Tenggara juga gencar melakukan eksplorasi sinematik.

"Jadi kita memperhatikan sebenarnya pergerakan sinema, sehingga saat kita membuat [film] juga kita tahu eksplorasi apa yang cukup kontekstual dengan pergerakan ini," imbuh sutradara yang menggarap film Yuni itu.

Baca juga: Tayang di Disney+, Simak 5 Fakta Menarik Film Yuni yang Wajib Kalian Tahu

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

Tradisi Unik Perayaan Hari Ibu di Berbagai Negara di Dunia

BERIKUTNYA

7 Rekomendasi Film & Serial Netflix Januari 2023, Ada JUNG_E & The '90s Show

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: