Melawan Stigma, Kanker Payudara Bukan Sebuah Kutukan
12 December 2022 |
13:30 WIB
Upaya penanganan kanker payudara sejak dini masih menjadi tantangan besar bagi masyarakat Indonesia. Sebanyak 70 persen pasien kanker payudara yang datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan lanjut. Hal itu berefek pada keterlambatan pengobatan bagi pasien.
Minimnya deteksi dini telah membuat kanker payudara menempati urutan pertama dalam jumlah kasus penyakit kanker di Indonesia. Jumlah kasus baru kanker payudara kini mencapai 68,858 kasus, di mana sekitar 22.000 di antaranya berujung pada kematian, seperti dikutip dari data Globocan 2020.
Selain itu, penanganan kanker payudara di masyarakat juga kerap terhambat karena adanya stigma buruk terkait penyakit ini. Masih adanya stigma bahwa kanker payudara merupakan penyakit kutukan. Hal ini membuat wanita sering kali menutup-nutupi keadaannya.
Dibanding pergi ke dokter dan berobat, beberapa orang justru merasa malu dan tidak ingin masyarakat lain tahu soal kanker payudaranya yang dideritanya. Hal ini yang kemudian membuat kanker jenis tersebut jadi makin membesar dan sulit diobati.
Baca juga: Yuk Kenali Masalah yang Sering Dialami Pasien Kanker Payudara
Dokter Iskandar, spesialis bedah onkologi RS Dharmais, mengatakan deteksi dini adalah kunci untuk menangani kasus kanker payudara. Dia menjelaskan hal yang paling penting dalam program deteksi dini tidak lain ialah penyuluhan kepada masyarakat secara rutin.
“Kadang-kadang di masyarakat, pasien merasa malu dan menganggap itu sebagai kutukan. Hal itu membuat mereka minder dan tidak mau berobat. Bahkan, menyembunyikan penyakitnya ke keluarganya,” ujar Dokter Iskandar dalam diskusi daring Kemenkes Ayo Deteksi Dini Kanker, Sehatkan Perempuan Indonesia, beberapa waktu lalu.
Masyarakat perlu diedukasi bahwa mengetahui diri sendiri terkena kanker sejak dini sangat penting. Pasalnya, kanker payudara stadium awal lebih mudah diobati dan pasien juga masih memiliki angka harapan hidup yang tinggi. Namun, Jika datang dengan stadium lanjut, harapan hidupnya makin kecil. Hal itu yang terjadi di DKI Jakarta dan D.I.Yogyakarta. Mayoritas pasien yang datang di kota tersebut sudah dalam stadium 3 hingga stadium 4.
Selama ini program deteksi dini memiliki banyak hambatan. Misalnya, kata Iskandar, pengobatan alternatif kanker payudara. Umumnya, wanita yang terkena kanker stadium 1 tidak langsung ke dokter. Mereka justru mencari pengobatan ke ‘orang pintar’. Padahal, semestinya orang pergi ke dokter spesialis agar penanganan penyakit bisa ditangani secara lebih baik.
Faktor lainnya yang jadi penghambat ialah tingkat pendidikan. Menurut dokter Iskandar, masyarakat masih banyak yang belum mengetahui soal metode SADARI untuk pencegahan kanker payudara. “Kemudian, masalah lainnya ialah soal SDM tenaga kesehatan. Lalu, masih minimnya peralatan di beberapa rumah sakit,” imbuhnya.
Iskandar menyarankan agar kampanye SADARI lebih dimasifkan lagi. Misalnya, dengan menyelipkan cara-cara melakukan SADARI di setiap bungkus pembalut. Cara ini mirip dengan kampanye menjaga kesehatan yang tertera pada produk rokok.
Namun, jika didiagnosis terkena kanker payudara, wanita pun tak perlu takut. Sebab, pada stadium awal, umumnya dokter akan tetap mempertahankan payudara. Hal itu berbeda dengan beberapa dekade lalu di mana setiap terkena kanker payudara, maka akan langsung diradiasi dan dibuang payudaranya.
Dengan cara ini, psikologis pasien bisa tetap prima dan perawatan selanjutnya berjalan dengan baik. Kualitas hidup pasien pun bisa tetap terjaga. Cara lainnya ialah dengan rekonstruksi, jadi dokter akan membuang sebagian dan memperbaikinya.
Payudara yang hilang akibat kanker bisa ditangani dengan menambahkan silikon atau lemak perut. Hal ini bisa jadi win win solution karena lemak perut wanita bisa berkurang dan bentuk payudara mereka terjaga.
“Kanker payudara bisa dideteksi dengan dini dengan SADARI dan SADANIS, lalu bias menggunakan Mammografi, dan biopsi. Kombinasi ketiganya dapat mendeteksi hingga 99,5 persen,” jelasnya.
Baca juga: Buku Panduan Navigasi Bagi Pasien Kanker Payudara Diluncurkan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Minimnya deteksi dini telah membuat kanker payudara menempati urutan pertama dalam jumlah kasus penyakit kanker di Indonesia. Jumlah kasus baru kanker payudara kini mencapai 68,858 kasus, di mana sekitar 22.000 di antaranya berujung pada kematian, seperti dikutip dari data Globocan 2020.
Selain itu, penanganan kanker payudara di masyarakat juga kerap terhambat karena adanya stigma buruk terkait penyakit ini. Masih adanya stigma bahwa kanker payudara merupakan penyakit kutukan. Hal ini membuat wanita sering kali menutup-nutupi keadaannya.
Dibanding pergi ke dokter dan berobat, beberapa orang justru merasa malu dan tidak ingin masyarakat lain tahu soal kanker payudaranya yang dideritanya. Hal ini yang kemudian membuat kanker jenis tersebut jadi makin membesar dan sulit diobati.
Baca juga: Yuk Kenali Masalah yang Sering Dialami Pasien Kanker Payudara
Dokter Iskandar, spesialis bedah onkologi RS Dharmais, mengatakan deteksi dini adalah kunci untuk menangani kasus kanker payudara. Dia menjelaskan hal yang paling penting dalam program deteksi dini tidak lain ialah penyuluhan kepada masyarakat secara rutin.
“Kadang-kadang di masyarakat, pasien merasa malu dan menganggap itu sebagai kutukan. Hal itu membuat mereka minder dan tidak mau berobat. Bahkan, menyembunyikan penyakitnya ke keluarganya,” ujar Dokter Iskandar dalam diskusi daring Kemenkes Ayo Deteksi Dini Kanker, Sehatkan Perempuan Indonesia, beberapa waktu lalu.
Masyarakat perlu diedukasi bahwa mengetahui diri sendiri terkena kanker sejak dini sangat penting. Pasalnya, kanker payudara stadium awal lebih mudah diobati dan pasien juga masih memiliki angka harapan hidup yang tinggi. Namun, Jika datang dengan stadium lanjut, harapan hidupnya makin kecil. Hal itu yang terjadi di DKI Jakarta dan D.I.Yogyakarta. Mayoritas pasien yang datang di kota tersebut sudah dalam stadium 3 hingga stadium 4.
Selama ini program deteksi dini memiliki banyak hambatan. Misalnya, kata Iskandar, pengobatan alternatif kanker payudara. Umumnya, wanita yang terkena kanker stadium 1 tidak langsung ke dokter. Mereka justru mencari pengobatan ke ‘orang pintar’. Padahal, semestinya orang pergi ke dokter spesialis agar penanganan penyakit bisa ditangani secara lebih baik.
Faktor lainnya yang jadi penghambat ialah tingkat pendidikan. Menurut dokter Iskandar, masyarakat masih banyak yang belum mengetahui soal metode SADARI untuk pencegahan kanker payudara. “Kemudian, masalah lainnya ialah soal SDM tenaga kesehatan. Lalu, masih minimnya peralatan di beberapa rumah sakit,” imbuhnya.
Iskandar menyarankan agar kampanye SADARI lebih dimasifkan lagi. Misalnya, dengan menyelipkan cara-cara melakukan SADARI di setiap bungkus pembalut. Cara ini mirip dengan kampanye menjaga kesehatan yang tertera pada produk rokok.
Tidak Perlu Takut
Dokter spesialis di RS Dharmais itu juga menyarankan jika ada benjolan asing di payudara, segera datang ke rumah sakit. Wanita tidak perlu takut bahwa benjolan tersebut pasti berujung pada diagnosis kanker. Sebab, 9 dari 10 wanita yang merasa ada benjolan asing di payudara umumnya tidak disebabkan oleh kanker.Namun, jika didiagnosis terkena kanker payudara, wanita pun tak perlu takut. Sebab, pada stadium awal, umumnya dokter akan tetap mempertahankan payudara. Hal itu berbeda dengan beberapa dekade lalu di mana setiap terkena kanker payudara, maka akan langsung diradiasi dan dibuang payudaranya.
Dengan cara ini, psikologis pasien bisa tetap prima dan perawatan selanjutnya berjalan dengan baik. Kualitas hidup pasien pun bisa tetap terjaga. Cara lainnya ialah dengan rekonstruksi, jadi dokter akan membuang sebagian dan memperbaikinya.
Payudara yang hilang akibat kanker bisa ditangani dengan menambahkan silikon atau lemak perut. Hal ini bisa jadi win win solution karena lemak perut wanita bisa berkurang dan bentuk payudara mereka terjaga.
“Kanker payudara bisa dideteksi dengan dini dengan SADARI dan SADANIS, lalu bias menggunakan Mammografi, dan biopsi. Kombinasi ketiganya dapat mendeteksi hingga 99,5 persen,” jelasnya.
Baca juga: Buku Panduan Navigasi Bagi Pasien Kanker Payudara Diluncurkan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.