Intip Peluang Bisnis Pakaian Batik yang Kian Diminati
28 November 2022 |
17:04 WIB
Tak hanya sebagai warisan kebudayaan, wastra seperti batik juga menjadi peluang bisnis yang menjanjikan seiring dengan makin meluasnya pamor wastra tersebut ke berbagai kalangan masyarakat. Dengan potensi pasar yang luas, tak sedikit orang yang sukses meraup pundi-pundi rupiah dari menggeluti bisnis pakaian wastra, salah satunya merek Nona Rara Batik.
Yosep Dimas dan Pipiet Noor selaku Brand Founder Nona Rara Batik mengatakan produk fesyen wastra terus diminati oleh masyarakat, terlebih saat ini telah banyak institusi pemerintahan, pendidikan, dan kantor yang telah mewajibkan untuk mengenakan pakaian batik.
Baca juga: Mengenal 4 Motif Batik dari Sulteng, Salah Satunya Dikenakan Elon Musk di KTT B20 Bali
Sebagai informasi, menurut data dari Kementerian Perindustrian, capaian ekspor batik pada 2020 mencapai US$532,7 juta, dan selama periode triwulan I tahun 2021 mampu menembus US$157,8 juta.
Sektor yang didominasi oleh industri kecil dan menengah (IKM) ini dilaporkan telah menyerap tenaga kerja sebanyak 200.000 orang dari 47.000 unit usaha yang tersebar di 101 sentra wilayah Indonesia.
Mulai beroperasi sejak 2011, Nona Rara Batik merupakan merek pakaian etnik yang secara etis menggunakan baha dari para pengrajin lokal, mulai dari koleksi dress, blouse, dan celana. Kain-kain itu lantas diolah menjadi beragam fesyen yang lebih modern dan chic.
"Dari awal kami ingin mengeluarkan produk [fesyen] yang bisa dikenakan daily, produk yang lebih ringan," kata Pipiet kepada Hypeabis.id, belum lama ini.
Dengan menawarkan produk fesyen batik yang lebih ringan, desain yang eksploratif, dan warna-warni, seiring waktu produk-produk Nona Rara Batik menjadi pilihan banyak orang khususnya untuk kebutuhan pakaian kantor. Alhasil, seiring waktu, mereka pun memfokuskan produk fesyen batik dengan target pasar utama para pekerja kantoran.
Dalam memilih fesyen batik, Pipiet menuturkan selama ini para konsumennya cenderung mempertimbangkan dari aspek keragaman motif kain batik itu sendiri. Dengan kondisi itu, dia pun harus terus mengeksplorasi variasi motif atau corak kain batik untuk menarik minat konsumen.
Untuk memenuhi kebutuhan kain batik, Nona Rara Batik bekerja sama secara berkelanjutan dengan sekitar 10 pengrajin yang kebanyakan dari sentra di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Dalam prosesnya, mereka mencari para pengrajin yang memang bisa memenuhi kebutuhan untuk terus mengembangkan motif kain batik.
"Sistem transaksinya memang beli putus, tapi gimana cara kami mengatur supaya kerja sama itu terus berlanjut. Jadi dari pengrajin sendiri yang diperlukan adalah kontinuitas order," terang Pipiet.
Dengan rentang harga mulai dari Rp200.000 hingga Rp800.000 per item, Nona Rara Batik mampu menjual produk fesyen hingga 3.000 pcs per bulan. Koleksi fesyen mereka pun terbuat dari beragam jenis batik mulai dari tulis, cap, kombinasi, hingga hand print.
Kendati begitu, Yosep Dimas tak memungkiri bahwa salah satu tantangan dalam menjalankan bisnis fesyen batik yakni proses pembuatan motif kain dengan para pengrajin. Sebab, dengan proses produksi tradisional, diperlukan waktu yang tak sebentar untuk menghasilkan jenis dan jumlah kain yang diinginkan.
"Kadang di luar perhitungan kami. Tiba-tiba kok meleset dari jadwal kirim orderan, dan kami harus punya toleransi dengan hal-hal seperti itu," kata pria yang akrab disapa Dimas itu.
Baca juga: Tampil Kasual, Ini Potret Taeyong NCT 127 Kenakan Batik Modern Pemberian Jerome Polin
Dalam ekosistem bisnis fesyen batik, Dimas mengatakan yang terpenting adalah untuk terus menghidupkan usaha para pengrajin lokal. Salah satunya dengan menawarkan produk fesyen batik yang terjangkau oleh masyarakat. Dengan begitu, kata Dimas, batik akan tetap lestari baik sebagai produk kebudayaan maupun komoditas ekonomi.
"Misalnya dengan range harga tinggi hanya untuk menunjukkan batik ini handmade dan bernilai tinggi, tapi pada saat yang sama tidak terbeli. Pada akhirnya pengrajin di daerah juga tidak merasakan itu. Kalau kami prinsipnya kontinuitas itu tetap jalan," terangnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Fajar Sidik
Yosep Dimas dan Pipiet Noor selaku Brand Founder Nona Rara Batik mengatakan produk fesyen wastra terus diminati oleh masyarakat, terlebih saat ini telah banyak institusi pemerintahan, pendidikan, dan kantor yang telah mewajibkan untuk mengenakan pakaian batik.
Baca juga: Mengenal 4 Motif Batik dari Sulteng, Salah Satunya Dikenakan Elon Musk di KTT B20 Bali
Sebagai informasi, menurut data dari Kementerian Perindustrian, capaian ekspor batik pada 2020 mencapai US$532,7 juta, dan selama periode triwulan I tahun 2021 mampu menembus US$157,8 juta.
Sektor yang didominasi oleh industri kecil dan menengah (IKM) ini dilaporkan telah menyerap tenaga kerja sebanyak 200.000 orang dari 47.000 unit usaha yang tersebar di 101 sentra wilayah Indonesia.
Mulai beroperasi sejak 2011, Nona Rara Batik merupakan merek pakaian etnik yang secara etis menggunakan baha dari para pengrajin lokal, mulai dari koleksi dress, blouse, dan celana. Kain-kain itu lantas diolah menjadi beragam fesyen yang lebih modern dan chic.
"Dari awal kami ingin mengeluarkan produk [fesyen] yang bisa dikenakan daily, produk yang lebih ringan," kata Pipiet kepada Hypeabis.id, belum lama ini.
Salah satu koleksi Nona Rara Batik (Sumber gambar: Nona Rara Batik)
Dalam memilih fesyen batik, Pipiet menuturkan selama ini para konsumennya cenderung mempertimbangkan dari aspek keragaman motif kain batik itu sendiri. Dengan kondisi itu, dia pun harus terus mengeksplorasi variasi motif atau corak kain batik untuk menarik minat konsumen.
Untuk memenuhi kebutuhan kain batik, Nona Rara Batik bekerja sama secara berkelanjutan dengan sekitar 10 pengrajin yang kebanyakan dari sentra di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Dalam prosesnya, mereka mencari para pengrajin yang memang bisa memenuhi kebutuhan untuk terus mengembangkan motif kain batik.
"Sistem transaksinya memang beli putus, tapi gimana cara kami mengatur supaya kerja sama itu terus berlanjut. Jadi dari pengrajin sendiri yang diperlukan adalah kontinuitas order," terang Pipiet.
Salah satu koleksi Nona Rara Batik (Sumber gambar: Nona Rara Batik)
Kendati begitu, Yosep Dimas tak memungkiri bahwa salah satu tantangan dalam menjalankan bisnis fesyen batik yakni proses pembuatan motif kain dengan para pengrajin. Sebab, dengan proses produksi tradisional, diperlukan waktu yang tak sebentar untuk menghasilkan jenis dan jumlah kain yang diinginkan.
"Kadang di luar perhitungan kami. Tiba-tiba kok meleset dari jadwal kirim orderan, dan kami harus punya toleransi dengan hal-hal seperti itu," kata pria yang akrab disapa Dimas itu.
Baca juga: Tampil Kasual, Ini Potret Taeyong NCT 127 Kenakan Batik Modern Pemberian Jerome Polin
Dalam ekosistem bisnis fesyen batik, Dimas mengatakan yang terpenting adalah untuk terus menghidupkan usaha para pengrajin lokal. Salah satunya dengan menawarkan produk fesyen batik yang terjangkau oleh masyarakat. Dengan begitu, kata Dimas, batik akan tetap lestari baik sebagai produk kebudayaan maupun komoditas ekonomi.
"Misalnya dengan range harga tinggi hanya untuk menunjukkan batik ini handmade dan bernilai tinggi, tapi pada saat yang sama tidak terbeli. Pada akhirnya pengrajin di daerah juga tidak merasakan itu. Kalau kami prinsipnya kontinuitas itu tetap jalan," terangnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.