Borobudur Writers & Cultural Festival 2022 (Sumber gambar: Tangkapan layar pembukaan BWCF 2022)

Merayakan pemikiran Hariani Santiko, Durga di Jawa, Bali, dan India

24 November 2022   |   22:03 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Genhype, Prof Dr Hariani Santiko adalah arkeolog penting bagi Indonesia. Namun, namanya tidak begitu dikenal luas, terkecuali di kalangan arkeolog. Hariani lahir pada 1940 dan wafat pada 2021. Setahun setelah wafat, pemikirannya terus hidup dan menjadi inspirasi bagi generasi-generasi berikutnya.

Salah satu disertasi Hariani yang sangat langka dan ditulis dengan kajian ilmiah standar tinggi membahas tentang kedudukan Batari Durga di Jawa pada Abad X hingga abad XV. Kajian tersebut diteliti oleh Hariani sangat dalam. Sebab, dia sangat menguasai bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno.

Pemikiran masyhurnya tersebut tentu tak boleh hilang begitu saja. Borobudur Writers & Cultural Festival 2022 menjadikan pemikiran-pemikiran Hariani sebagai tema besarnya. BWCF 2022 ingin merayakan pemikiran Hariani Santiko, Durga di Jawa, Bali, dan India.

 


Kurator BWCF 2022 Seno Joko Suyono mengatakan bahwa salah satu tujuan utama digelarnya acara ini ialah untuk mengkaji ulang pemikiran-pemikiran penting para cendekia Indonesia. sebab, mereka telah melakukan kajian serius dan ilmiah terhadap sejarah dan budaya Nusantara kuno.

“Diharapkan dengan adanya forum ini, pemikiran-pemikiran tua yang tadinya terlupakan dapat terangkat kembali dan ide-idenya dapat menjadi inspirasi segar bagi kalangan akademisi, pelaku sastra kontemporer, sampai pekerja seni kontemporer,” ujar Seno dalam pembukaan BWCF 2022.

Baca juga: Borobudur Writers and Cultural Festival 2022 Mengupas Tuntas Durga

Seno mengatakan, disertasi dari Hariani mengandung makna penting bagi Indonesia dan dunia. Kajiannya banyak menyajikan data dan analisa mengenai arca-arca Durga di Jawa Tengah dan Jawa Timur di zaman kuno.

Oleh karena itu, penelitian Hariani sangat bermanfaat untuk memahami salah satu unsur keagamaan terkuat yang pernah ada di Jawa era lampau. Meskipun demikian, implikasi penelitian Hariani tak hanya bermanfaat bagi Indonesia semata.

Seno mengatakan kajian-kajian Hariani bersifat internasional. Sebab, dari disertasi yang dilakukannya, kita bisa membandingkan sosok Durga yang ada di Indonesia dan India.
 

Perbedaan Durga di Jawa, Bali, dan India

Kurator BWCF 2022 I Gusti Agung Paramita mengatakan peninggalan arca Durga Mahisasuramardani sangat banyak ditemukan di Jawa. Arca paling muda ditemukan pada era Majapahit atau sekitar XV masehi. Namun, yang tertua diperkirakan dibuat pada abad VIII masehi.

Selama periode 700 tahun, banyak produk keagamaan yang berkaitan dengan Durga diciptakan. Dari arca, prasasti, relief, sampai puisi panjang juga diciptakan di Jawa. Arca-arca tersebut secara estetis memiliki tingkat artistik yang luar biasa dan cukup berbeda dengan yang ada di India.

Arca Durga Mahisasuramardini yang berasal dari Candi Singosari, misalnya, digambarkan dengan wajah yang cantik menawan dan berdiri tenang dengan dua kaki di atas punggung kerbau. Arca Durga bertangan 8 tersebut kini tersimpan di Rijksmuseum voor Volkenkunde, Leiden. Namun, duplikatnya ada di Museum Nasional Jakarta.

Sosok Durga yang ditampilkan di India rupanya cukup berbeda. Misalnya, di India, Durga sering ditampilkan bersama wahananya berupa singa. Adapun singa yang ada di arca juga sering kali digambarkan ikut mencabik kerbau raksasa.

Namun, arca Durga dan singa jarang sekali ditemukan di Jawa. Arca-arca Durga dari Jawa Timur juga hampir tidak menampilkan adegan-adegan kekerasan.

Meskipun demikian, baik di India maupun Jawa, Durga selalu digambarkan membawa senjata atau benda, seperti cakra, pasa, pedang pendek, busur, tasbih, tombak, gada, dan perisai. Kesamaan selanjutnya ialah pengarcaannya kerap menampilkan visual ardhaniskranta, berupa terlihatnya sebagian tubuh asli asura yang muncul keluar dari kerbau perwujudan.

Sedikit berbeda, di Jawa asura kerap digambarkan muncul dari leher atau kepala kerbau dengan wujud jauh lebih kecil dari Durga.

Di Bali, pengarcaan Durga berbeda dengan di Jawa dan India. Arca Durga di Bali lebih sederhana, tetapi magis. Di Bali, kisah soal Durga juga tetap hidup di masyarakat sampai saat ini.

Baca juga: Gairah Baru Ekosistem Seni di Makassar International Writers Festival

Kisah mengenai Durga kerap diceritakan dalam kesenian-kesenian rakyat, misalnya Calon Arang. Selain itu, kultus terhadap Durga juga terus dilestarikan di beberapa pura di Bali. Pura-pura tersebut memiliki arca-arca Durga yang sangat sakral dan memiliki ritual khusus untuk memuliakannya.

Seno mengatakan, BWCF beranggapan merayakan disertasi Hariani Santiko setahun setelah wafatnya adalah hal yang penting. Dirinya berharap kerja-kerja intelektual cendekia Indonesia  bisa terus dibaca ulang dan menghasilkan karya-karya kreatif lain.


Editor: Roni Yunianto
 

SEBELUMNYA

Pertunjukan Setelah Lewat Djam Malam Siap Digelar, Silang Media Teater & Film

BERIKUTNYA

Begini Peluang & Tantangan Institusi Pendidikan Lahirkan Akuntan Andal

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: