Dunia Harus Siap dengan Kehadiran Pandemi Baru
10 November 2022 |
07:50 WIB
Serangan pandemi Covid-19 telah menggoncang kemapanan hampir semua sektor kehidupan secara global. Kendati kini jumlahnya mulai meningkat di beberapa negara, ancaman ini dirasa lebih terkendali dengan makin tingginya kekebalan manusia, khususnya setelah tingkat vaksinasi cukup tinggi.
Namun, semua harus menyadari bahwa walaupun teknologi sudah sedemikian maju, ancaman pandemi masih akan menghantui karena hal itu masih sangat mungkin terjadi.
Guru Besar Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Profesor Amin Soebandrio mengatakan bahwa pandemi Covid-19 disebabkan oleh virus corona dari hewan yang berpindah ke manusia, dan kemudian dari manusia ke manusia dan bisa saja dari manusia kembali ke hewan lagi.
“Namun saat ini virus corona situasinya lebih banyak beredarnya di manusia, jadi untuk virus itu kembali ke hewan belum jadi masalah. Tetapi tidak menutup kemungkinan akan kembali ke hewan bila manusia makin kebal terhadap virus itu,” katanya di sela-sela World One Health Congress (WOHC) ke-7 di Singapura Selasa (08/11/2022).
Setelah kembali ke hewan, kata Amin, virus itu suatu ketika bisa saja kembali ke manusia dengan nama yang berbeda, misalnya menjadi SARS CoV-3. Seperti diketahui, Sindrom pernapasan akut parah coronavirus 2 (SARS?CoV?2) adalah jenis virus corona yang menyebabkan COVID-19. Hal ini terkait dengan virus SARS-CoV-1 yang menyebabkan wabah SARS tahun 2002–2004.
Baca juga: Awas, Zoonosis Kini Jadi Biang Keladi Penyakit Infeksi Utama
Namun, dia menjelaskan bahwa fokus dunia memang belum sampai pada kemungkinan hal ini, dan juga tidak bisa diprediksi kapan terjadi dan apakah lebih berbahaya atau tidak virus baru terebut. Kendati demikian, hal itu tidak bisa diabaikan mengingat saat ini interaksi manusia dengan hewan makin dekat.
Misalnya, manusia yang memelihara hewan liar, atau mengonsumsi hewan liar, dan ada juga yang memilih tinggal di pinggir hutan atau bahkan membuka hutan atau rawa-rawa yang dijadikan perumahan, padahal sebelumnya banyak dihuni serangga atau hewan lainnya.
Baca juga: Ancaman Zoonosis, Dokter di China Meninggal Terinfeksi Virus Monkey B
“Jadi hubungan hewan dengan manusia makin dekat dan virus jadinya pindah-pindah dari manusia ke hewan dan sebaliknya, sehingga ada proses mutasi atau adaptasi dan virus lama-lama menjadi virusnya manusia, seperti yang dialami sekarang.”
Untuk mengantisipasi hal itu, Amin yang pernah menjadi Kepala LBM Eijkman mengatakan bahwa uoaya yang dilakukan adalah mencegah virus dari hewan itu kembali ke manusia, dengan membatasi interaski keduanya, kendati hal itu lumayan sulit.
"Misalnya yang biasa mengkonsumsi hewan liar. Kalau mereka bisa melakukan proses yang lebih baik dan bersih, itu mungkin bisa mengutangi masuknya virus hewan ke manusia,” katanya.
Adapun untuk mendeteksinya, katanya, adalah melalui surveilans kesehatan, baik kepada manusia dan juga hewan. Menurutnya, Lembaga Eijkman dulu telah memiliki Emerging Virus Research Unit (EVRU), untuk mendeteksi virus yang belum pernah dilaporkan.
“Jadi kalau yang demam atau sakit dan tidak bisa dijelaskan penyebabnya kenapa, kita cari, kita periksa, baik menggunakan serologi atau dengan molekuler,” katanya.
Anders Nordström Kepala Sekretariat Independent Panel for Pandemic Preparedness and Response (IPPPR) smengatakan bahwa persiapan dunia terhadap kehadiran ancaman pandemi baru di rasa kurang bila melihat pengalaman menghadapi pandemi Covid-19.
Banyak negara yang merespons dengan lambat karena alasan politik, sehingga persebaran Covid-19 makin massal. Anders mengajukan sejumlah rekomendasi agar penanganan suatu penyakit menular yang bisa menjadi pandemi bisa lebih cepat dan akurat.
Adapun rekomendasi tersebut adalah:
1. Tingkatkan kesiapsiagaan dan respons pandemi ke level tertinggi politik kepemimpinan, dengan membentuk Dewan Ancaman Kesehatan Global, dengan mengadakan Sidang Istimewa Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, kepala negara dan pemerintahan menyepakati deklarasi untuk mengubah sistem, dan mengadopsi Konvensi Kerangka Kerja Pandemi.
2. Memperkuat kemandirian, kewenangan dan pembiayaan WHO.
3. Berinvestasi dalam kesiapsiagaan mulai sekarang guna mencegah krisis berikutnya, termasuk melalui kajian ulang secara berkala dan penilaian reguler lainnya.
4. Membangun sistem pengawasan, informasi dan peringatan baru yang gesit dan cepat, berdasarkan penuh transparansi.
5. Ubah ACT-A (Access to COVID-19 Tools Accelerator) saat ini menjadi platform end-to end yang benar-benar global untuk menghadirkan barang kebutuhan publik global, seperti vaksin, terapi, diagnostik, dan juga mendukung transfer teknologi dan kapasitas regional untuk memproduksi dan membeli persediaan barang-barang penting.
6. Buat Fasilitas Pembiayaan Pandemi Internasional untuk meningkatkan pendanaan tambahan yang andal untuk kesiapsiagaan pandemi dan pendanaan tanggapan cepat.
7. Memperkuat kesiapsiagaan pandemi nasional dan kapasitas respons pada berbagai dasar disiplin dan seluruh pemerintahan.
"Apakah wabah baru berpotensi hadir? Iya. Namun, apakah bisa menghindari pandemi? Bisa! Jika kita belajar dan memenuhi rekomendasi ini," katanya ,” katanya saat berbicara di World One Health Congress (WOHC) ke-7 yang diselenggarakan oleh SingHealth Duke-NUS Global Health Institute Singapura (SDGHI) di bawah naungan SingHealth Duke-NUS Academic Medical Center. Acara yang mendapat dukungan utama dari Temasek Foundation.
Editor: Roni Yunianto
Namun, semua harus menyadari bahwa walaupun teknologi sudah sedemikian maju, ancaman pandemi masih akan menghantui karena hal itu masih sangat mungkin terjadi.
Guru Besar Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Profesor Amin Soebandrio mengatakan bahwa pandemi Covid-19 disebabkan oleh virus corona dari hewan yang berpindah ke manusia, dan kemudian dari manusia ke manusia dan bisa saja dari manusia kembali ke hewan lagi.
“Namun saat ini virus corona situasinya lebih banyak beredarnya di manusia, jadi untuk virus itu kembali ke hewan belum jadi masalah. Tetapi tidak menutup kemungkinan akan kembali ke hewan bila manusia makin kebal terhadap virus itu,” katanya di sela-sela World One Health Congress (WOHC) ke-7 di Singapura Selasa (08/11/2022).
Setelah kembali ke hewan, kata Amin, virus itu suatu ketika bisa saja kembali ke manusia dengan nama yang berbeda, misalnya menjadi SARS CoV-3. Seperti diketahui, Sindrom pernapasan akut parah coronavirus 2 (SARS?CoV?2) adalah jenis virus corona yang menyebabkan COVID-19. Hal ini terkait dengan virus SARS-CoV-1 yang menyebabkan wabah SARS tahun 2002–2004.
Baca juga: Awas, Zoonosis Kini Jadi Biang Keladi Penyakit Infeksi Utama
Namun, dia menjelaskan bahwa fokus dunia memang belum sampai pada kemungkinan hal ini, dan juga tidak bisa diprediksi kapan terjadi dan apakah lebih berbahaya atau tidak virus baru terebut. Kendati demikian, hal itu tidak bisa diabaikan mengingat saat ini interaksi manusia dengan hewan makin dekat.
Misalnya, manusia yang memelihara hewan liar, atau mengonsumsi hewan liar, dan ada juga yang memilih tinggal di pinggir hutan atau bahkan membuka hutan atau rawa-rawa yang dijadikan perumahan, padahal sebelumnya banyak dihuni serangga atau hewan lainnya.
Baca juga: Ancaman Zoonosis, Dokter di China Meninggal Terinfeksi Virus Monkey B
“Jadi hubungan hewan dengan manusia makin dekat dan virus jadinya pindah-pindah dari manusia ke hewan dan sebaliknya, sehingga ada proses mutasi atau adaptasi dan virus lama-lama menjadi virusnya manusia, seperti yang dialami sekarang.”
Untuk mengantisipasi hal itu, Amin yang pernah menjadi Kepala LBM Eijkman mengatakan bahwa uoaya yang dilakukan adalah mencegah virus dari hewan itu kembali ke manusia, dengan membatasi interaski keduanya, kendati hal itu lumayan sulit.
"Misalnya yang biasa mengkonsumsi hewan liar. Kalau mereka bisa melakukan proses yang lebih baik dan bersih, itu mungkin bisa mengutangi masuknya virus hewan ke manusia,” katanya.
Adapun untuk mendeteksinya, katanya, adalah melalui surveilans kesehatan, baik kepada manusia dan juga hewan. Menurutnya, Lembaga Eijkman dulu telah memiliki Emerging Virus Research Unit (EVRU), untuk mendeteksi virus yang belum pernah dilaporkan.
“Jadi kalau yang demam atau sakit dan tidak bisa dijelaskan penyebabnya kenapa, kita cari, kita periksa, baik menggunakan serologi atau dengan molekuler,” katanya.
Sindrom pernapasan akut parah coronavirus 2 (SARS?CoV?2) /freepik
Rekomendasi
Anders Nordström Kepala Sekretariat Independent Panel for Pandemic Preparedness and Response (IPPPR) smengatakan bahwa persiapan dunia terhadap kehadiran ancaman pandemi baru di rasa kurang bila melihat pengalaman menghadapi pandemi Covid-19.Banyak negara yang merespons dengan lambat karena alasan politik, sehingga persebaran Covid-19 makin massal. Anders mengajukan sejumlah rekomendasi agar penanganan suatu penyakit menular yang bisa menjadi pandemi bisa lebih cepat dan akurat.
Adapun rekomendasi tersebut adalah:
1. Tingkatkan kesiapsiagaan dan respons pandemi ke level tertinggi politik kepemimpinan, dengan membentuk Dewan Ancaman Kesehatan Global, dengan mengadakan Sidang Istimewa Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, kepala negara dan pemerintahan menyepakati deklarasi untuk mengubah sistem, dan mengadopsi Konvensi Kerangka Kerja Pandemi.
2. Memperkuat kemandirian, kewenangan dan pembiayaan WHO.
3. Berinvestasi dalam kesiapsiagaan mulai sekarang guna mencegah krisis berikutnya, termasuk melalui kajian ulang secara berkala dan penilaian reguler lainnya.
4. Membangun sistem pengawasan, informasi dan peringatan baru yang gesit dan cepat, berdasarkan penuh transparansi.
5. Ubah ACT-A (Access to COVID-19 Tools Accelerator) saat ini menjadi platform end-to end yang benar-benar global untuk menghadirkan barang kebutuhan publik global, seperti vaksin, terapi, diagnostik, dan juga mendukung transfer teknologi dan kapasitas regional untuk memproduksi dan membeli persediaan barang-barang penting.
6. Buat Fasilitas Pembiayaan Pandemi Internasional untuk meningkatkan pendanaan tambahan yang andal untuk kesiapsiagaan pandemi dan pendanaan tanggapan cepat.
7. Memperkuat kesiapsiagaan pandemi nasional dan kapasitas respons pada berbagai dasar disiplin dan seluruh pemerintahan.
"Apakah wabah baru berpotensi hadir? Iya. Namun, apakah bisa menghindari pandemi? Bisa! Jika kita belajar dan memenuhi rekomendasi ini," katanya ,” katanya saat berbicara di World One Health Congress (WOHC) ke-7 yang diselenggarakan oleh SingHealth Duke-NUS Global Health Institute Singapura (SDGHI) di bawah naungan SingHealth Duke-NUS Academic Medical Center. Acara yang mendapat dukungan utama dari Temasek Foundation.
Editor: Roni Yunianto
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.