Asyik, Penonton Makin Cinta Sama Film Indonesia
31 October 2022 |
11:30 WIB
Industri film Indonesia terus bergeliat setelah sempat terpuruk akibat pandemi Covid-19. Pada masa kenormalan baru ini, bioskop pelan-pelan mulai kembali ramai. Sejalan dengan itu, kepercayaan penonton di dalam negeri terhadap film lokal juga ikut bertumbuh.
Geliat penonton dalam negeri membuat makin banyak film lokal yang mendapatkan lebih dari 1 juta penonton. Pengamat film Hikmat Darmawan mengatakan kepercayaan penonton dalam negeri terhadap film lokal secara umum terus mengalami kenaikan.
Meskipun demikian, perjalanannya tak selalu mulus. Ada pasang surut kepercayaan penonton terhadap film Indonesia. Pada 2008-2009, jumlah penonton film Indonesia pernah berada di level baru. Saat itu sudah menyentuh 40 juta penonton.
Baca juga: Pernah Bersaing di Ajang Oscars, 5 Film Indonesia Ini Wajib Ditonton
Namun, sayangnya setahun setelahnya jumlah penonton Indonesia menurun drastis hingga menyisakan setengahnya. Pada fase ini, kepercayaan penonton Indonesia terhadap film lokal kembali drop.
“Pada saat itu sempat ada semacam krisis agak panjang. Dalam artian, belum naik-naik lagi hingga 2018-2019. Saat itu, kepercayaan penonton kembali meningkat hingga mencapai 60 juta orang yang menonton film Indonesia,” ujar Hikmat kepada Hypeabis.id
Bak de javu, setahun setelahnya kepercayaan penonton Indonesia terhadap film lokal kembali drop. Namun, sebenarnya angkanya menurun karena tidak ada orang yang pergi ke bioskop akibat pandemi 2020.
Menurut Hikmat, layanan OTT berhasil memupuk kepercayaan penonton Indonesia terhadap film lokal. Bukan hanya itu, layanan OTT juga membuat orang yang tadinya enggan menonton film Indonesia, kemudian jadi tertarik.
Sebab, layanan OTT menawarkan berbagai keunggulan, dari kemudahan hingga biaya yang terbilang lebih murah. Seseorang tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk membayar transportasi menuju bioskop, tiket film, camilan, dan sebagainya.
Baca juga: Selain KKN di Desa Penari, Ini 5 Film Indonesia Terlaris dengan Jutaan Penonton
Lantaran biaya yang tidak sedikit, sebagian orang memilih film luar Indonesia yang menurut mereka punya kualitas lebih baik. Namun, lantaran ada layanan OTT, mereka pun kini berani explore dengan mencoba menonton film Indonesia.
“Sebab, menonton film di OTT terbilang minim risiko. Tinggal klik saja dan itu membuat orang jadi kenalan dengan film Indonesia. Kemudian, menyadari bahwa film Indonesia juga bagus,” imbuhnya.
Oleh karena itu, tidak mengherankan ketika bioskop dibuka secara penuh, banyak penonton Indonesia yang mengincar film lokal. Hasilnya, makin banyak film Indonesia yang menyentuh jumlah penonton lebih dari satu juta orang. Satu di antaranya bahkan kini nangkring sebagai film Indonesia terlaris sepanjang masa.
Menurutnya, distribusi film di Indonesia masih belum memadai. Pemerataan bioskop atau ruang putar juga masih jadi permasalahan yang belum terselesaikan.
Hikmat mencontohkan KKN di Desa Penari yang kini menjadi film Indonesia terlaris sepanjang masa dengan jumlah penonton lebih dari 9 juta orang. Kalau dikaitkan dengan proporsi jumlah penduduk Indonesia yang kini mencapai 270 juta lebih orang, perolehan tersebut masih terlihat kecil.
“Asumsikan saja potensi pasar secara keseluruhan 80 juta. Dengan keadaan infrastruktur bioskop dan distribusi sekarang, sangat sulit sebuah film bisa mendapatkan 10-15 juta penonton,” ungkap Hikmat.
Sudah saatnya investor, swasta, dan negara duduk bersama untuk menciptakan pasar majemuk. Salah satu langkahnya ialah membangun infrastruktur distribusi film dan ruang tayang yang lebih banyak.
Baca juga: Ini Daya Tawar Film Indonesia di Festival Internasional
Hikmat mengatakan bioskop atau ruang putar seharusnya ada di dekat masyarakat. Bukan hanya di kota saja, melainkan juga ada di pedesaan.
“Bioskop harus ada di mana-mana dan bentuknya jangan tunggal. Sebab, pasarnya beragam. Dahulu bioskop sudah memasuki daerah pedesaan. Akan tetapi, sekarang hanya ada di kota, itu pun kota yang memiliki mal,” tuturnya.
Editor: Fajar Sidik
?
???
Geliat penonton dalam negeri membuat makin banyak film lokal yang mendapatkan lebih dari 1 juta penonton. Pengamat film Hikmat Darmawan mengatakan kepercayaan penonton dalam negeri terhadap film lokal secara umum terus mengalami kenaikan.
Meskipun demikian, perjalanannya tak selalu mulus. Ada pasang surut kepercayaan penonton terhadap film Indonesia. Pada 2008-2009, jumlah penonton film Indonesia pernah berada di level baru. Saat itu sudah menyentuh 40 juta penonton.
Baca juga: Pernah Bersaing di Ajang Oscars, 5 Film Indonesia Ini Wajib Ditonton
Namun, sayangnya setahun setelahnya jumlah penonton Indonesia menurun drastis hingga menyisakan setengahnya. Pada fase ini, kepercayaan penonton Indonesia terhadap film lokal kembali drop.
“Pada saat itu sempat ada semacam krisis agak panjang. Dalam artian, belum naik-naik lagi hingga 2018-2019. Saat itu, kepercayaan penonton kembali meningkat hingga mencapai 60 juta orang yang menonton film Indonesia,” ujar Hikmat kepada Hypeabis.id
Bak de javu, setahun setelahnya kepercayaan penonton Indonesia terhadap film lokal kembali drop. Namun, sebenarnya angkanya menurun karena tidak ada orang yang pergi ke bioskop akibat pandemi 2020.
Memupuk Kepercayaan melalui OTT.
Meskipun bioskop mengalami fase buka tutup sejak 2020, kepercayaan penonton Indonesia terhadap film lokal tak lantas luntur begitu saja. Maraknya film yang ditayangkan melalui layanan over-the-top (OTT) membuat penonton Indonesia mulai beralih media.Menurut Hikmat, layanan OTT berhasil memupuk kepercayaan penonton Indonesia terhadap film lokal. Bukan hanya itu, layanan OTT juga membuat orang yang tadinya enggan menonton film Indonesia, kemudian jadi tertarik.
Sebab, layanan OTT menawarkan berbagai keunggulan, dari kemudahan hingga biaya yang terbilang lebih murah. Seseorang tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk membayar transportasi menuju bioskop, tiket film, camilan, dan sebagainya.
Baca juga: Selain KKN di Desa Penari, Ini 5 Film Indonesia Terlaris dengan Jutaan Penonton
Lantaran biaya yang tidak sedikit, sebagian orang memilih film luar Indonesia yang menurut mereka punya kualitas lebih baik. Namun, lantaran ada layanan OTT, mereka pun kini berani explore dengan mencoba menonton film Indonesia.
“Sebab, menonton film di OTT terbilang minim risiko. Tinggal klik saja dan itu membuat orang jadi kenalan dengan film Indonesia. Kemudian, menyadari bahwa film Indonesia juga bagus,” imbuhnya.
Oleh karena itu, tidak mengherankan ketika bioskop dibuka secara penuh, banyak penonton Indonesia yang mengincar film lokal. Hasilnya, makin banyak film Indonesia yang menyentuh jumlah penonton lebih dari satu juta orang. Satu di antaranya bahkan kini nangkring sebagai film Indonesia terlaris sepanjang masa.
Menjaga Momentum Kebangkitan Film Indonesia.
Kepercayaan penonton terhadap film Indonesia harus dijaga. Namun, Hikmat mengatakan ada sejumlah persoalan dasar yang masih menghambat kemajuan film Indonesia.Menurutnya, distribusi film di Indonesia masih belum memadai. Pemerataan bioskop atau ruang putar juga masih jadi permasalahan yang belum terselesaikan.
Hikmat mencontohkan KKN di Desa Penari yang kini menjadi film Indonesia terlaris sepanjang masa dengan jumlah penonton lebih dari 9 juta orang. Kalau dikaitkan dengan proporsi jumlah penduduk Indonesia yang kini mencapai 270 juta lebih orang, perolehan tersebut masih terlihat kecil.
“Asumsikan saja potensi pasar secara keseluruhan 80 juta. Dengan keadaan infrastruktur bioskop dan distribusi sekarang, sangat sulit sebuah film bisa mendapatkan 10-15 juta penonton,” ungkap Hikmat.
Sudah saatnya investor, swasta, dan negara duduk bersama untuk menciptakan pasar majemuk. Salah satu langkahnya ialah membangun infrastruktur distribusi film dan ruang tayang yang lebih banyak.
Baca juga: Ini Daya Tawar Film Indonesia di Festival Internasional
Hikmat mengatakan bioskop atau ruang putar seharusnya ada di dekat masyarakat. Bukan hanya di kota saja, melainkan juga ada di pedesaan.
“Bioskop harus ada di mana-mana dan bentuknya jangan tunggal. Sebab, pasarnya beragam. Dahulu bioskop sudah memasuki daerah pedesaan. Akan tetapi, sekarang hanya ada di kota, itu pun kota yang memiliki mal,” tuturnya.
Editor: Fajar Sidik
?
???
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.