Film Indonesia Absen saat Bioskop Buka Lagi, Kenapa Ya?
17 September 2021 |
20:24 WIB
Apakah kalian sudah rindu menonton film karya sineas dari dalam negeri di layar lebar? Jika memang demikian, simpan dulu rasa rindu itu karena film tersebut belum hadir pada pekan pertama pembukaan kembali bioskop setelah sempat ditutup lebih dari 2 bulan akibat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan Level 4.
Seperti diketahui, dua jaringan bioskop terbesar di Indonesia, yakni XXI dan CGV masih mengandalkan film-film asing. Berdasarkan pantauan Bisnis di situs resmi masing-masing jaringan bioskop, hanya ada lima film yang ditayangkan, antara lain Mogadishu, Space Jam 2, Black Widow, Fast and Furious 9, dan The Suicide Squad yang notabene adalah film Hollywood.
Menurut Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin, absennya film Indonesia di pada pembukaan kembali bioskop tak terlepas dari keengganan para produser menayangkan filmnya di bioskop. Mereka takut mengalami kerugian karena jumlah penonton masih dibatasi.
"Mereka [produser] itu takut merugi. Karena kapasitas bioskop itu masih dibatasi 50%, jam buka mal itu juga masih dibatasi. Tentunya berpengaruh ke jumlah penonton," katanya kepada Hypeabis.id, Jumat (17/9/2021).
Djonny menjelaskan bahwa kehadiran film Indonesia sangatlah penting untuk membangkitkan kembali industri perfilman yang sempat tiarap akibat pandemi Covid-19. Bahkan, dirinya mengusulkan pada jaringan bioskop untuk memberikan apresiasi kepada para produser dari dalam negeri yang berani merilis filmnya setelah pembukaan kembali bioskop.
"Saya sempat diskusikan dengan pihak [jaringan] bioskop apresiasi untuk film Indonesia yang ditayangkan saat ini, dalam jumlah layar misalnya. Film [Indonesia]yang antri [untuk] ditayangkan di bioskop ini banyak, mungkin ada 130-an lebih," tuturnya.
Lebih lanjut, kehadiran platform video on-demand (VoD) menurut Djonny juga berpengaruh terhadap distribusi film di Indonesia, khususnya di masa pandemi Covid-19. Banyak produser yang pada akhirnya beralih ke platform tersebut untuk merilis karya produksinya, alih-alih menunggu bioskop kembali dibuka.
"Ada yang lari juga ke [saluran] alternatif seperti platform digital atau VoD karena itu tadi takut rugi. Seharusnya ya industri perfilman nasional ini ya bangkit bersama-sama, sineas juga bioskop juga, tidak seperti ini," ujarnya.
Adapun, terkait dengan kendala operasional yang dihadapi setelah pembukaan kembali bioskop, menurut Djonny sejauh ini semuanya masih berjalan dengan baik. Namun, dia berharap agar kedepannya pemerintah bisa mempertimbangkan kembali penggunaan aplikasi PeduliLindungi sebagai satu-satunya syarat masuk pengunjung bioskop.
"Kalau yang di kota-kota besar mungkin tidak masalah karena ponsel pintar ini sudah umum. Tetapi kalau di daerah bagaimana? Mau nonton bioskop harus punya ponsel pintar dulu baru boleh masuk. Syaratnya dievaluasi kembali agar tidak memberatkan," ungkapnya.
Walaupun demikian, pihaknya mengapresiasi pemerintah yang mengupayakan agar industri perfilman, termasuk diantaranya adalah industri bioskop bangkit kembali. Djonny tak ingin berharap banyak, bioskop boleh dibuka kembali dengan sejumlah persyaratan saja menurutnya sudah cukup membantu.
"Seperti saat ini sudah cukup, kami diajak duduk bersama sebelum keputusan dikeluarkan. Tidak seperti sebelumnya saat PSBB [Pembatasan Sosial Berskala Besar] yang sepihak. Kalau memang ada insentif dipikirkan lagi saja apakah hanya untuk sineas atau bioskopnya juga," tutupnya.
Editor: Fajar Sidik
Seperti diketahui, dua jaringan bioskop terbesar di Indonesia, yakni XXI dan CGV masih mengandalkan film-film asing. Berdasarkan pantauan Bisnis di situs resmi masing-masing jaringan bioskop, hanya ada lima film yang ditayangkan, antara lain Mogadishu, Space Jam 2, Black Widow, Fast and Furious 9, dan The Suicide Squad yang notabene adalah film Hollywood.
Menurut Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin, absennya film Indonesia di pada pembukaan kembali bioskop tak terlepas dari keengganan para produser menayangkan filmnya di bioskop. Mereka takut mengalami kerugian karena jumlah penonton masih dibatasi.
"Mereka [produser] itu takut merugi. Karena kapasitas bioskop itu masih dibatasi 50%, jam buka mal itu juga masih dibatasi. Tentunya berpengaruh ke jumlah penonton," katanya kepada Hypeabis.id, Jumat (17/9/2021).
Djonny menjelaskan bahwa kehadiran film Indonesia sangatlah penting untuk membangkitkan kembali industri perfilman yang sempat tiarap akibat pandemi Covid-19. Bahkan, dirinya mengusulkan pada jaringan bioskop untuk memberikan apresiasi kepada para produser dari dalam negeri yang berani merilis filmnya setelah pembukaan kembali bioskop.
"Saya sempat diskusikan dengan pihak [jaringan] bioskop apresiasi untuk film Indonesia yang ditayangkan saat ini, dalam jumlah layar misalnya. Film [Indonesia]yang antri [untuk] ditayangkan di bioskop ini banyak, mungkin ada 130-an lebih," tuturnya.
Lebih lanjut, kehadiran platform video on-demand (VoD) menurut Djonny juga berpengaruh terhadap distribusi film di Indonesia, khususnya di masa pandemi Covid-19. Banyak produser yang pada akhirnya beralih ke platform tersebut untuk merilis karya produksinya, alih-alih menunggu bioskop kembali dibuka.
"Ada yang lari juga ke [saluran] alternatif seperti platform digital atau VoD karena itu tadi takut rugi. Seharusnya ya industri perfilman nasional ini ya bangkit bersama-sama, sineas juga bioskop juga, tidak seperti ini," ujarnya.
Adapun, terkait dengan kendala operasional yang dihadapi setelah pembukaan kembali bioskop, menurut Djonny sejauh ini semuanya masih berjalan dengan baik. Namun, dia berharap agar kedepannya pemerintah bisa mempertimbangkan kembali penggunaan aplikasi PeduliLindungi sebagai satu-satunya syarat masuk pengunjung bioskop.
"Kalau yang di kota-kota besar mungkin tidak masalah karena ponsel pintar ini sudah umum. Tetapi kalau di daerah bagaimana? Mau nonton bioskop harus punya ponsel pintar dulu baru boleh masuk. Syaratnya dievaluasi kembali agar tidak memberatkan," ungkapnya.
Walaupun demikian, pihaknya mengapresiasi pemerintah yang mengupayakan agar industri perfilman, termasuk diantaranya adalah industri bioskop bangkit kembali. Djonny tak ingin berharap banyak, bioskop boleh dibuka kembali dengan sejumlah persyaratan saja menurutnya sudah cukup membantu.
"Seperti saat ini sudah cukup, kami diajak duduk bersama sebelum keputusan dikeluarkan. Tidak seperti sebelumnya saat PSBB [Pembatasan Sosial Berskala Besar] yang sepihak. Kalau memang ada insentif dipikirkan lagi saja apakah hanya untuk sineas atau bioskopnya juga," tutupnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.